Merancang Strategi Jitu Sekolah Tatap Muka

Rabu, 05 Agustus 2020 - 07:03 WIB
loading...
Merancang Strategi Jitu Sekolah Tatap Muka
Guru melakukan simulasi penerapan protokol kesehatan saat belajar-mengajar tatap muka di Sekolah Menengah Pertama 17 Agustus 1945 (SMPTAG) Surabaya, Jawa Timur, Selasa (4/8/2020). Foto/Koran SINDO/Ali Masduki
A A A
SURABAYA - Di tengah upaya menekan jumlah penularan Covid-19 , berbagai sekolah mulai merancang strategi jitu untuk tetap aman dengan melaksanakan pendidikan tatap muka . Upaya ini dilakukan di tengah derasnya protes dari wali murid yang beranggapan pendidikan daring tak efektif dan membuat anak tetap keluyuran di luar rumah. Ditambah lagi gelombang protes wali murid yang tak memiliki ponsel serta paketan data untuk mendukung pelaksanaan sekolah daring.

Kepala SMPN 19 Libya Mufidah berdiri di depan pintu dengan mata yang terus terjaga mengawasi enam kelas yang pagi ini dilakukan simulasi pembelajaran tatap muka. Semua bangku sudah diubah, ada jarak yang cukup jauh dengan lima tempat cuci tangan yang disertai sabun di tiap pintu masuk ke area kelas. Ruas jalan di sekolah dibuat dua lajur, satu untuk keluar dan sisi satunya lagi dipakai untuk masuk. “Ini baru simulasi, nanti akan banyak evaluasi yang akan kami lakukan lagi,” kata Libya, Senin (3/8/2020).

Para peraga simulasi mulai menjalani tugasnya. Di pagi yang sejuk beberapa daun masih berserakan di halaman sekolah. Satu per satu siswa masuk ke berbagai kelas yang disediakan. Dalam satu pertemuan dibatasi maksimal 60 orang. Dalam simulasi pendidikan tatap muka, pembelajaran dimulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB. Ruangan didesain tanpa air conditioner (AC). Ruangan pun dipilih lokasi kelas yang bisa terpapar cahaya matahari. “Sampai ada usulan nanti dipasang blower, biar sirkulasi udara bagus dan bersih,” ucapnya. (Baca: Pembukaan Sekolah Berisiko, DPR Minta PJJ Diperbaiki)

Sejak masuk ke area sekolah, anak-anak sudah melakukan cuci tangan serta sepatunya juga disemprot. Setelah itu mereka diarahkan ke lantai dua, para pengajar memeriksa satu per satu anak-anak memakai masker, alat penutup muka, tisu, serta tempat minum sendiri di tasnya. Dalam simulasi juga dipraktikkan ketika ada seorang anak yang sakit. Para pengajar langsung membawanya ke ruang UKS yang jaraknya tak jauh dari kelas. Di UKS sudah ada petugas kesehatan serta langsung menghubungi orang tua siswa untuk bisa segera dijemput.

Libya menjelaskan, meskipun nanti ada keputusan untuk pembelajaran tatap muka, pembelajaran daring juga tetap berjalan. Jadwal pembelajaran tatap muka hanya diberlakukan untuk satu tingkat saja. Sementara mereka yang tak ke sekolah tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh. Misalnya, dalam pekan pertama anak kelas tujuh yang masuk ke sekolah, maka anak kelas delapan dan sembilan belajar daring. “Meskipun demikian, ini masih ada wali murid yang tidak setuju. Kami tetap akan membawanya ke evaluasi sebelum ada keputusan resmi tentang pembelajar tatap muka,” jelasnya.

Simulasi pembelajaran tatap muka secara serentak digelar di 21 sekolah tingkat SMP di Kota Pahlawan. Para tenaga pengajar, dinas pendidikan, serta Pemkot Surabaya masih mencari bentuk terbaik untuk kelanjutan pembelajaran. Pembelajaran tatap muka masih menuai pro dan kontra. Beberapa wali murid juga belum yakin keamanan pembelajaran tatap muka buat anaknya. Apalagi, penyebaran Covid-19 masih belum ada tren penurunan. (Baca juga: Israel Bombardir Damaskus, Sistem Rudal Suriah Beraksi)

Aminah Nur Hikmah, wali murid SMP, mengatakan, dirinya masih ragu dengan pembelajaran tatap muka. Apalagi, kondisi di Surabaya masih masuk zona merah. Beberapa tempat masih dilakukan pembatasan serta pemberlakuan jam malam. “Ini kalau anak saya sekolah, apa aman? Tentu saya masih khawatir dengan penularan Covid-19. Saya lebih memilih untuk mengutamakan kesehatan,” katanya.

Isnaeni Nur Afifah (13) siswi SMP Amanatul Ummah Surabaya, mengaku sudah sebulan ini menjalani pembelajaran tatap muka . Di sekolahnya diberlakukan sehari masuk dan sehari libur. Jarak bangku pun sudah diatur berjalar serta kewajiban mematuhi protokol kesehatan. “Sampai pengantaran maupun penjemputan harus orang tua. Tidak diperbolehkan pakai kendaraan umum,” katanya.

Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya Martadi menuturkan, pelaksanaan simulasi baru pada tahap uji coba, belum dikatakan nanti akan dilaksanakan pembelajaran tatap muka. “Nanti kan juga ada evaluasi, jadi pembelajaran tatap muka belum berlaku,” ujarnya.

Dia menambahkan, penerapan pembelajaran tatap muka harus menaati berbagai syarat yang sudah ditetapkan dalam surat keputusan bersama (SKB) empat menteri. Satu di antaranya kawasan itu harus masuk zona hijau dan sekolah pun mendapatkan izin dari pemerintah daerah setempat. Ditambah lagi semua protokol kesehatan sudah dijalankan dengan benar dan wajib mengantongi izin dari orang tua siswa. “Yang paling utama itu adalah kesehatan. Alasan pembukaan sekolah juga harus jelas,” ungkapnya.

Menurut dia, pembelajaran yang ada saat ini harus dititikberatkan pada pembangunan karakter anak sehingga bukan hanya mengejar target akademik. Apalagi, masa pandemi seperti ini harus ada penekanan kreativitas anak selama di rumah. (Baca juga: Industri Rokok Dibunuh, Jutaan Pekerja Mau Ditaruh Dimana?)

Tergantung Kesepakatan Satgas dan Pemda

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyarankan agar pertemuan tatap muka sekolah disesuaikan dengan rekomendasi Satgas Penanganan Covid-19 . Satgas pusat memberikan secara umum, kemudian satgas daerah mengatur yang lebih spesifik.

“Mengenai masalah penentuan zona yang diperbolehkan adanya pertemuan tatap muka, saran kami agar gugus tugas pusat memberikan rekomendasi secara umum. Tapi, secara spesifik gugus tugas masing-masing (daerah) yang memberikan rekomendasi. Namun, diskresinya tetap kepada dinas (pendidikan) daerah masing-masing,” tuturnya kemarin.

Dia mengatakan bahwa kunci dari pertemuan tatap muka di sekolah ada di satgas daerah dan dinas pendidikan. Dua pihak inilah yang paling tahu kondisi masing-masing wilayah. “Gugus tugas daerah dan dinas ini menjadi penting, menjadi kunci untuk penentuan apakah di tempat itu boleh dilakukan pertemuan tatap muka atau tidak,” ungkapnya. (Baca juga: Pentingnya Anak Bahagia Meski Belajar di Rumah)

Apalagi, menurutnya, tidak semua hal bisa hanya dilihat dengan warna zonasi, tapi harus dilihat dari hal spesifik di daerah. “Mereka yang tahu persis juga masalahnya. Tidak semua daerah yang dilihat (zonasi) warna kuning atau hijau betul-betul menggambarkan situasi yang terjadi. Karena bisa saja di daerah testingnya sangat kuat sehingga penentuan zona warna ditentukan dari kacamata nasional,” jelasnya.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, wacana pembukaan sekolah di luar zona hijau yakni kuning harus atas persetujuan semua pihak mulai dari pihak Gugus Tugas Penanganan Covid-19, pemerintah daerah(pemda), hingga orang tua siswa. Artinya, pembukaan sekolah ini tidak boleh ada pemaksaan, tetapi harus berdasarkan kesepakatan bersama.

Huda menyebutkan, kekhawatiran orang tua siswa harus diakomodasi. Dalam level perizinan, pemerintah tidak boleh memaksa. “Jadi, ketika level perizinan, orang tua tidak setuju, maka anaknya tidak harus dipaksa ke sekolah, tapi tetap menjalankan pembelajaran dari rumah,” katanya. (Lihat videonya: Menghindari Tabrakan Sebuah Mobil Tercebur ke Laut)

Menurut Huda, kebijakan membuka sekolah zona kuning ini secara nasional, maka tahapannya harus mengubah Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran Baru 2020/2021 di masa Pandemi Covid-19. Pasalnya, panduan pembukaan sekolah harus tetap dari Kemendikbud dengan mengutamakan level perizinan. (Haryono/Dita Angga)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2205 seconds (0.1#10.140)