Berusia 22 Tahun, Areta Jadi Wisudawan Termuda S1 Kedokteran UGM
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Areta Adzroo Imtitaznabila berhasil menjadi wisudawan termuda dari Prodi Kedokteran UGM . Ia lulus di usia 20 tahun 1 bulan dan 13 hari.
Padahal rata-rata mahasiswa bisa meraih gelar sarjana pada usia 22 tahun 6 bulan dan 15 hari. Tak hanya itu, Areta juga berhasil lulus dari jurusan Kedokteran yang termasuk jurusan sulit.
Areta mengaku, ketertarikannya pada dunia kedokteran terinspirasi dari ibunda tercinta yang bekerja sebagai tenaga kesehatan perawat di RSUD Sidoarjo.
Baca juga: Perbandingan UKT Kedokteran di UPN Veteran seluruh Indonesia, Ada Pilihanmu?
Role model dari sang ibunda membuatnya bercita-cita menjadi dokter sejak kecil, dan memutuskan untuk memilih Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM (FK-KMK).
Masuk kelas akselerasi semenjak SMP dan SMA menunjang Areta meraih gelar sarjana kedokteran dan berhasil lulus lebih cepat dibandingkan teman-teman sekelasnya.
Di tengah perjuangannya menempuh kuliah kedokteran namun nyatanya Areta tetap bisa meluangkan waktu untuk turut serta di organisasi dan kepanitian di kampusnya.
“Pada tahun pertama kuliah, saya mengikuti organisasi CIMSA (Center for Indonesian Medical Students Activities). Berlanjut di tahun kedua ia banyak bergabung di TBMM (Tim Bantuan Medis Mahasiswa), serta organisasi mahasiswa tingkat fakultas,” ujarnya, dikutip dari laman UGM, Selasa (28/5/2024).
Baca juga: Jadi Dokter Mahal? Ini 6 Universitas Jurusan Kedokteran dengan UKT di Bawah Rp20 Juta
Lalu apa kunci rahasia Areta bisa membagi waktu di tengah kuliah, ujian, praktikum, berorganisasi dan kepanitian?
“Kuncinya konsisten dan harus tanggung jawab sama apa yang sudah dipilih. Saya dulu awal memasuki kedokteran juga sempat merasa stres karena materi, ujian, dan praktikum yang banyak. Namun, capek bukan berarti kita harus menyerah kan,” ungkap Areta.
Soal tugas akhir yang disusunnya, Areta menyusun skripsinya berjudul “Pengaruh Vitamin D Terhadap Ekspresi mRNA p16 dan SOD-1 Pada Hippocampus Tikus Model Diabetes Mellitus” di bawah beberapa dosen pembimbing dan penguji, antara lain Prof. Dr. dr. Dwi Cahyani Ratna Sari, dr. Ratih Yuniartha, dan dr. Nur Arfian.
Pengalaman menyusun tugas akhir skripsi diakuinya cukup menantang. Ia sengaja memilih topik eksperimental yang sekaligus merupakan payung penelitian di Departemen Anatomi FK-KMK UGM.
Padahal rata-rata mahasiswa bisa meraih gelar sarjana pada usia 22 tahun 6 bulan dan 15 hari. Tak hanya itu, Areta juga berhasil lulus dari jurusan Kedokteran yang termasuk jurusan sulit.
Ibu Jadi Role Model
Areta mengaku, ketertarikannya pada dunia kedokteran terinspirasi dari ibunda tercinta yang bekerja sebagai tenaga kesehatan perawat di RSUD Sidoarjo.
Baca juga: Perbandingan UKT Kedokteran di UPN Veteran seluruh Indonesia, Ada Pilihanmu?
Role model dari sang ibunda membuatnya bercita-cita menjadi dokter sejak kecil, dan memutuskan untuk memilih Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM (FK-KMK).
Masuk kelas akselerasi semenjak SMP dan SMA menunjang Areta meraih gelar sarjana kedokteran dan berhasil lulus lebih cepat dibandingkan teman-teman sekelasnya.
Sibuk Organisasi di Tengah Padatnya Kuliah
Di tengah perjuangannya menempuh kuliah kedokteran namun nyatanya Areta tetap bisa meluangkan waktu untuk turut serta di organisasi dan kepanitian di kampusnya.
“Pada tahun pertama kuliah, saya mengikuti organisasi CIMSA (Center for Indonesian Medical Students Activities). Berlanjut di tahun kedua ia banyak bergabung di TBMM (Tim Bantuan Medis Mahasiswa), serta organisasi mahasiswa tingkat fakultas,” ujarnya, dikutip dari laman UGM, Selasa (28/5/2024).
Baca juga: Jadi Dokter Mahal? Ini 6 Universitas Jurusan Kedokteran dengan UKT di Bawah Rp20 Juta
Lalu apa kunci rahasia Areta bisa membagi waktu di tengah kuliah, ujian, praktikum, berorganisasi dan kepanitian?
“Kuncinya konsisten dan harus tanggung jawab sama apa yang sudah dipilih. Saya dulu awal memasuki kedokteran juga sempat merasa stres karena materi, ujian, dan praktikum yang banyak. Namun, capek bukan berarti kita harus menyerah kan,” ungkap Areta.
Soal tugas akhir yang disusunnya, Areta menyusun skripsinya berjudul “Pengaruh Vitamin D Terhadap Ekspresi mRNA p16 dan SOD-1 Pada Hippocampus Tikus Model Diabetes Mellitus” di bawah beberapa dosen pembimbing dan penguji, antara lain Prof. Dr. dr. Dwi Cahyani Ratna Sari, dr. Ratih Yuniartha, dan dr. Nur Arfian.
Pilih Topik Eksperimental untuk Tugas Skripsi
Pengalaman menyusun tugas akhir skripsi diakuinya cukup menantang. Ia sengaja memilih topik eksperimental yang sekaligus merupakan payung penelitian di Departemen Anatomi FK-KMK UGM.