Tak Hanya Pendidikan, Layanan untuk Anak Usia Dini Butuh Kolaborasi Multisektor
loading...
A
A
A
Dia menjelaskan, sentra yang dibuka minimal lima hari dalam seminggu ini bisa memberikan layanan pengembangan anak usia dini yang berkualitas lebih sering dan intensif.
Dalam praktik di lapangan, sering ditemui kader Posyandu dan kader BKB adalah orang yang sama. Mereka anggota masyarakat yang paling aktif, kebanyakan perempuan.
Oleh karena itu pelatihan yang efektif akan memungkinkan pekerja garis depan ini memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang pengembangan anak usia dini yang mencakup aspek kesehatan, gizi, stimulasi, keselamatan dan keamanan, serta pengasuhan yang reponsif.
“Dalam program Rumah Anak SIGAP, kami bekerja dengan para pekerja garis depan dan melatih mereka untuk menjadi fasilitator,” kata Eddy.
Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas kader sebagai fasilitator tentunya akan berdampak positif bagi peningkatan layanan yang mereka berikan pada saat kegiatan layanan Posyandu ataupun BKB.
Di Indonesia, layanan pengembangan dan pendidikan anak usia dini terus dijalankan oleh pemerintah. Bila dilihat dari sisi cakupan layanan yang menjangkau jumlah anak di bawah tiga tahun, maka tiga program pemerintah yang paling besar adalah Posyandu, BKB dan KB/TPA.
Menurut Eddy, agar program-program tersebut bisa berjalan lebih maksimal, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
Pertama, program-program layanan pengembangan dan pendidikan anak usia dini perlu dikembangkan menjadi program yang lebih terintegrasi dan terstruktur. Misalnya layanan BKB dapat dilakukan bersamaan dengan layanan Posyandu.
Orang tua yang bisa belajar tentang pengasuhan dan anak bisa mendapatkan stimulasi sambil bermain selama menunggu giliran untuk penimbangan. Sebaliknya, anak yang dideteksi mengalami keterlambatan perkembangan dapat dirujuk ke layanan konseling kesehatan dan gizi. Dengan demikian keluarga dengan anak usia dini bisa mendapatkan layanan kesehatan, gizi dan stimulasi di hari yang sama.
BKKBN mengelola perekrutan, pelatihan, distribusi alat dan mainan, pemantauan dan evaluasi, dokumentasi, hingga peningkatan keterampilan para kader BKB.
Sementara Kementerian Kesehatan akan terus fokus melakukan hal yang sama untuk aspek kesehatan dan gizi kepada para kader Posyandu. Koordinasi yang baik, termasuk berbagi informasi dan pembelajaran silang, akan berdampak positif bagi tumbuh kembang anak dan kesejahteraan keluarganya.
“Poin kuncinya di sini adalah koordinasi lintas sektor dan bekerjasama untuk kepentingan anak dan keluarganya,” lanjut Eddy.
Dalam praktik di lapangan, sering ditemui kader Posyandu dan kader BKB adalah orang yang sama. Mereka anggota masyarakat yang paling aktif, kebanyakan perempuan.
Oleh karena itu pelatihan yang efektif akan memungkinkan pekerja garis depan ini memiliki pengetahuan yang cukup baik tentang pengembangan anak usia dini yang mencakup aspek kesehatan, gizi, stimulasi, keselamatan dan keamanan, serta pengasuhan yang reponsif.
“Dalam program Rumah Anak SIGAP, kami bekerja dengan para pekerja garis depan dan melatih mereka untuk menjadi fasilitator,” kata Eddy.
Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas kader sebagai fasilitator tentunya akan berdampak positif bagi peningkatan layanan yang mereka berikan pada saat kegiatan layanan Posyandu ataupun BKB.
Di Indonesia, layanan pengembangan dan pendidikan anak usia dini terus dijalankan oleh pemerintah. Bila dilihat dari sisi cakupan layanan yang menjangkau jumlah anak di bawah tiga tahun, maka tiga program pemerintah yang paling besar adalah Posyandu, BKB dan KB/TPA.
Menurut Eddy, agar program-program tersebut bisa berjalan lebih maksimal, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
Pertama, program-program layanan pengembangan dan pendidikan anak usia dini perlu dikembangkan menjadi program yang lebih terintegrasi dan terstruktur. Misalnya layanan BKB dapat dilakukan bersamaan dengan layanan Posyandu.
Orang tua yang bisa belajar tentang pengasuhan dan anak bisa mendapatkan stimulasi sambil bermain selama menunggu giliran untuk penimbangan. Sebaliknya, anak yang dideteksi mengalami keterlambatan perkembangan dapat dirujuk ke layanan konseling kesehatan dan gizi. Dengan demikian keluarga dengan anak usia dini bisa mendapatkan layanan kesehatan, gizi dan stimulasi di hari yang sama.
BKKBN mengelola perekrutan, pelatihan, distribusi alat dan mainan, pemantauan dan evaluasi, dokumentasi, hingga peningkatan keterampilan para kader BKB.
Sementara Kementerian Kesehatan akan terus fokus melakukan hal yang sama untuk aspek kesehatan dan gizi kepada para kader Posyandu. Koordinasi yang baik, termasuk berbagi informasi dan pembelajaran silang, akan berdampak positif bagi tumbuh kembang anak dan kesejahteraan keluarganya.
“Poin kuncinya di sini adalah koordinasi lintas sektor dan bekerjasama untuk kepentingan anak dan keluarganya,” lanjut Eddy.