Founder GSM Soroti Kesenjangan Sosial dan Spiritual pada Anak Muda
loading...
A
A
A
Program GTS juga membuat Ilham semakin ingin untuk menyebarkan senyum kebahagiaan dalam belajar, hingga ia kian semangat untuk terus meningkatkan kemampuannya dalam mengajar. Perasaan inferioritas menjadi tergeser oleh tekad yang penuh kemuliaan.
Selain dirasakan oleh anak muda, dampak positif dari program GTS juga dirasakan oleh sekolah yang terdiri atas guru dan siswa.
“Program GTS membantu murid-murid untuk lebih mampu dalam mengenali dan mengendalikan emosinya. Selain itu, ada warna tersendiri bagi sekolah, di mana biasanya murid hanya bertemu dengan bapak dan ibu gurunya,” tegas Pak Taha yang berprofesi sebagai guru, sekaligus pegiat GSM Klaten. Pak Taha pun berharap agar lebih banyak lagi relawan yang punya kemauan untuk ikut berkontribusi di GTS, karena masih ada banyak persoalan Pendidikan yang perlu diselesaikan bersama.
GTS yang telah diadakan sebanyak dua batch ini telah mampu mengajak sebanyak 330 anak muda dan berdampak pada lebih dari 1000 siswa di sepuluh daerah yang meliputi Sleman, Kulonprogo, Gunungkidul, Klaten, Solo, Magelang, Kebumen, Cirebon, Tangerang Selatan, dan Bali.
Di dalam penyelenggaraan GTS pun, Gerakan Sekolah Menyenangkan tidak hanya melibatkan anak muda, melainkan juga komunitas-komunitas yang ada di setiap daerah, baik komunitas GSM daerah maupun komunitas eksternal seperti Millennial Bergerak, Sumelang Community, HMP - PBI UNU Sunan Kalijaga, Duta Kampus UIN Sunan Kalijaga, Kagem Yogyakarta, dan Rumah Impian Yogyakarta.
Rizal mengungkapkan bahwa GTS bukan sebatas aksi berdampak jangka pendek, melainkan sebuah aksi publik yang bisa menjadi ruang bersama bagi siapapun untuk ikut terlibat dan berkontribusi dalam perubahan pendidikan Indonesia dan masa depan planet bumi.
Selain dirasakan oleh anak muda, dampak positif dari program GTS juga dirasakan oleh sekolah yang terdiri atas guru dan siswa.
“Program GTS membantu murid-murid untuk lebih mampu dalam mengenali dan mengendalikan emosinya. Selain itu, ada warna tersendiri bagi sekolah, di mana biasanya murid hanya bertemu dengan bapak dan ibu gurunya,” tegas Pak Taha yang berprofesi sebagai guru, sekaligus pegiat GSM Klaten. Pak Taha pun berharap agar lebih banyak lagi relawan yang punya kemauan untuk ikut berkontribusi di GTS, karena masih ada banyak persoalan Pendidikan yang perlu diselesaikan bersama.
GTS yang telah diadakan sebanyak dua batch ini telah mampu mengajak sebanyak 330 anak muda dan berdampak pada lebih dari 1000 siswa di sepuluh daerah yang meliputi Sleman, Kulonprogo, Gunungkidul, Klaten, Solo, Magelang, Kebumen, Cirebon, Tangerang Selatan, dan Bali.
Di dalam penyelenggaraan GTS pun, Gerakan Sekolah Menyenangkan tidak hanya melibatkan anak muda, melainkan juga komunitas-komunitas yang ada di setiap daerah, baik komunitas GSM daerah maupun komunitas eksternal seperti Millennial Bergerak, Sumelang Community, HMP - PBI UNU Sunan Kalijaga, Duta Kampus UIN Sunan Kalijaga, Kagem Yogyakarta, dan Rumah Impian Yogyakarta.
Rizal mengungkapkan bahwa GTS bukan sebatas aksi berdampak jangka pendek, melainkan sebuah aksi publik yang bisa menjadi ruang bersama bagi siapapun untuk ikut terlibat dan berkontribusi dalam perubahan pendidikan Indonesia dan masa depan planet bumi.
(nnz)