Keberadaan Internet Sangat Penting bagi Santri di Pondok Pesantren, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
ROKAN HILIR - Apa urgensi keberadaan internet di pondok pesantren ? Jawabannya, mempercepat dan mempermudah alih ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, internet juga mampu membuat proses pembelajaran menjadi lebih menarik, mendorong para santri untuk lebih aktif mencari ilmu pengetahuan dan informasi, serta mempermudah penjelasan konsep.
Kepala Seksi Pondok Pesantren dan Ma’had Aly Kanwil Kementerian Agama Provinsi Riau Muhammad Fakhri mengungkapkan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam diskusi literasi digital yang digelar ”chip in” di Pondok Pesantren (Ponpes) Bidayatul Hidayah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Kamis (8/8/2024) malam.
Dalam diskusi luring (offline) bertajuk ”Positif, Kreatif, dan Aman di Internet” itu, Fakhri menegaskan, internet membuat pembelajaran di pesantren lebih konseptual dan up to date (aktual), mempermudah dan mempercepat administrasi pendidikan, sebagai sarana perpustakaan elektronik, dan membantu komunikasi edukatif antara ustad dengan santri.
”Berinternet secara positif, kreatif, dan aman artinya harus mampu menghindari persoalan hukum yang berpotensi menjerat penggunanya. Hindari perjudian, penipuan, perundungan siber, ujaran kebencian, pornografi, maupun tindakan bentuk negatif lainnya,” jelas Fakhri
Sisi negatif internet, sambung Fakhri, adalah mampu membuat individu menjadi malas untuk bersosialisasi secara fisik, meningkatkan penipuan dan kejahatan siber, serta tempat konten negatif berkembang pesat.
”Fitnah dan juga pencemaran nama baik meluas, menjauhkan yang dekat, abai akan tugas dan pekerjaan, serta dapat menurunkan prestasi belajar dan kemampuan bekerja seseorang,” imbuhnya.
Dalam diskusi yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Kanwil Kemenag Provinsi Riau ini, Fakhri meminta para santri untuk berinternet secara positif, kreatif, dan aman. Yakni, menggunakan internet sebagai sarana menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh.
”Misalnya, semangat mencintai produk dalam negeri, menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, menanamkan dan melaksanakan ajaran agama, mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-benarnya dan seadil-adilnya, selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial dan budaya bangsa,” pungkasnya.
Dari sudut pandang berbeda, pegiat literasi digital Indonesia Moh. Rouf Azizi menambahkan, aktivitas berinternet yang dianjurkan menurut Islam, yakni kegiatan berdakwah, silaturahim dan muamalah, serta ber-tabayyun atau verifikasi konten dan informasi.
”Yang dilarang adalah pornografi, ghibah, fitnah, adu domba, dan bullying. Islam juga melarang mempublikasikan konten pribadi, ujaran kebencian dan permusuhan,” jelas Moh Rouf Azizi dalam diskusi yang diawali kata sambutan oleh Bupati Rokan Hilir Afrizal Sintong dan Pimpinan Ponpes Bidayatul Hidayah Buya H.M. Hasanuddin itu.
Ketua Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Riau Wahyu Ari Sandy mengatakan, internet atau budaya digital merupakan budaya kita sekarang. Berinternet secara positif, kreatif, dan aman, harus didasari empat pilar utama literasi digital.
”Bekali kemampuan kita berinternet dengan pemahaman etika digital (digital ethics), kecakapan digital (digital skill), keamanan digital (digital safety), dan bekal budaya digital (digital culture),” rinci Wahyu.
Kepala Seksi Pondok Pesantren dan Ma’had Aly Kanwil Kementerian Agama Provinsi Riau Muhammad Fakhri mengungkapkan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam diskusi literasi digital yang digelar ”chip in” di Pondok Pesantren (Ponpes) Bidayatul Hidayah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau, Kamis (8/8/2024) malam.
Dalam diskusi luring (offline) bertajuk ”Positif, Kreatif, dan Aman di Internet” itu, Fakhri menegaskan, internet membuat pembelajaran di pesantren lebih konseptual dan up to date (aktual), mempermudah dan mempercepat administrasi pendidikan, sebagai sarana perpustakaan elektronik, dan membantu komunikasi edukatif antara ustad dengan santri.
”Berinternet secara positif, kreatif, dan aman artinya harus mampu menghindari persoalan hukum yang berpotensi menjerat penggunanya. Hindari perjudian, penipuan, perundungan siber, ujaran kebencian, pornografi, maupun tindakan bentuk negatif lainnya,” jelas Fakhri
Sisi negatif internet, sambung Fakhri, adalah mampu membuat individu menjadi malas untuk bersosialisasi secara fisik, meningkatkan penipuan dan kejahatan siber, serta tempat konten negatif berkembang pesat.
”Fitnah dan juga pencemaran nama baik meluas, menjauhkan yang dekat, abai akan tugas dan pekerjaan, serta dapat menurunkan prestasi belajar dan kemampuan bekerja seseorang,” imbuhnya.
Dalam diskusi yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Kanwil Kemenag Provinsi Riau ini, Fakhri meminta para santri untuk berinternet secara positif, kreatif, dan aman. Yakni, menggunakan internet sebagai sarana menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh.
”Misalnya, semangat mencintai produk dalam negeri, menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, menanamkan dan melaksanakan ajaran agama, mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-benarnya dan seadil-adilnya, selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial dan budaya bangsa,” pungkasnya.
Dari sudut pandang berbeda, pegiat literasi digital Indonesia Moh. Rouf Azizi menambahkan, aktivitas berinternet yang dianjurkan menurut Islam, yakni kegiatan berdakwah, silaturahim dan muamalah, serta ber-tabayyun atau verifikasi konten dan informasi.
”Yang dilarang adalah pornografi, ghibah, fitnah, adu domba, dan bullying. Islam juga melarang mempublikasikan konten pribadi, ujaran kebencian dan permusuhan,” jelas Moh Rouf Azizi dalam diskusi yang diawali kata sambutan oleh Bupati Rokan Hilir Afrizal Sintong dan Pimpinan Ponpes Bidayatul Hidayah Buya H.M. Hasanuddin itu.
Ketua Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) Riau Wahyu Ari Sandy mengatakan, internet atau budaya digital merupakan budaya kita sekarang. Berinternet secara positif, kreatif, dan aman, harus didasari empat pilar utama literasi digital.
”Bekali kemampuan kita berinternet dengan pemahaman etika digital (digital ethics), kecakapan digital (digital skill), keamanan digital (digital safety), dan bekal budaya digital (digital culture),” rinci Wahyu.
(wyn)