Rektor UP: Pendidikan Karakter Dicontohkan Bukan Sekadar Diajarkan
loading...
A
A
A
Pendidikan di Indonesia hanya mengakui anak pintar adalah anak yang memiliki nilai akademik tinggi misalnya jika ia memiliki nilai matematika 9, fisika 9 maka dianggap anak pintar. "Tidak menghargai kecerdasan multiple, " ucapnya.
Pekerjaan rumah selanjutnya menurut Rektor Marsudi adalah pendidikan kita belum mengadopsi karakter generasi sekarang. Menurutnya generasi sekarang yaitu generasi milenial dan gen z memiliki karakter yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Sehingga cara pendekatan pendidikan dan pengajaran pun sebaiknya juga berbeda, dan disesuaikan dengan karakter mereka.
"Generasi kini berubah, sekarang generasi milenial, generasi z itu lebih terbuka, sangat fasih gadget, temennya tidak secara fisik. Mereka memiliki teman 5K tetapi teman fisiknya hanya 3 orang itu adalah fakta. Generasi sekarang seperti itu, maka gurunya harus berubah, " ujarnya.
Di satu sisi pengajarnya atau gurunya masih memiliki paradigma zaman dulu, yang tidak paham dengan generasi sekarang. Akibatnya murid-murid tidak diajarkan dengan cara yang baik yang sesuai dengan kebutuhan generasi sekarang.
Ia juga menganjurkan para guru dan dosen harus sangat memahami adanya perubahan budaya generasi sekarang. Perubahan yang terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Adanya era globalisasi termasuk ekspor budaya global melanda di seluruh dunia. "Jadi yang kita lakukan adalah bukan menuntut murid-murid berubah tetapi kitalah yang harus berubah. Bagaimana murid-murid ada yang seperti itu dan kita arahkan untuk kebaikan, " paparnya.
Untuk membenahi hal ini, ungkap Rektor dapat melalui penyesuaian kurikulum. Ia juga menilai kurikulum yang sekarang belum tepat. Seharusnya struktur kurikulum untuk level Sekolah Dasar atau SD lebih pada membangun karakter. Selanjutnya untuk level menengah masuk pada penguatan skill termasuk calistung dan ilmu pengetahuan dititik beratkan saat di jenjang pendidikan tinggi.
"Makanya struktur kurikulum harus diubah seperti itu karena karakter itu pondasi. Karakter seseorang tidak bisa terbentuk saat telah jadi mahasiswa, tidak bisa. Karakter itu bisa dibentuk saat pendidikan usia dini sampai tamat SD. Apakah anak itu suka merundung atau kesewenang-wenangan atau tidak, itu dibentuk ketika kecil, jelasnya.
Sementara itu terkait kuliah umum ini, Dekan Fakultas Psikologi Awaluddin Tjalla menyatakan acara ini merupakan kegiatan rutin fakultas. Dalam acara ini dihadirkan narasumber Rusprita Putri Utami, Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikbud Ristek RI. Tema ini dipilih lantaran adanya fenomena kebutuhan pentingnya membentuk karakter pada pemimpin ke depan. “Banyak orang yang kecerdasan tinggi tapi karakternya dari aspek kebaikan tidak memenuhi syarat,” ucapnya. Oleh karena itu kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan karakter dengan baik dan menumbuhkan pemahaman ke mahasiswa pentingnya membangun karakter.
Ia juga menggarisbawahi bahwa pendidikan yang dimaksud bukan hanya pendidikan tinggi tetapi juga pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
Pekerjaan rumah selanjutnya menurut Rektor Marsudi adalah pendidikan kita belum mengadopsi karakter generasi sekarang. Menurutnya generasi sekarang yaitu generasi milenial dan gen z memiliki karakter yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Sehingga cara pendekatan pendidikan dan pengajaran pun sebaiknya juga berbeda, dan disesuaikan dengan karakter mereka.
"Generasi kini berubah, sekarang generasi milenial, generasi z itu lebih terbuka, sangat fasih gadget, temennya tidak secara fisik. Mereka memiliki teman 5K tetapi teman fisiknya hanya 3 orang itu adalah fakta. Generasi sekarang seperti itu, maka gurunya harus berubah, " ujarnya.
Di satu sisi pengajarnya atau gurunya masih memiliki paradigma zaman dulu, yang tidak paham dengan generasi sekarang. Akibatnya murid-murid tidak diajarkan dengan cara yang baik yang sesuai dengan kebutuhan generasi sekarang.
Ia juga menganjurkan para guru dan dosen harus sangat memahami adanya perubahan budaya generasi sekarang. Perubahan yang terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Adanya era globalisasi termasuk ekspor budaya global melanda di seluruh dunia. "Jadi yang kita lakukan adalah bukan menuntut murid-murid berubah tetapi kitalah yang harus berubah. Bagaimana murid-murid ada yang seperti itu dan kita arahkan untuk kebaikan, " paparnya.
Untuk membenahi hal ini, ungkap Rektor dapat melalui penyesuaian kurikulum. Ia juga menilai kurikulum yang sekarang belum tepat. Seharusnya struktur kurikulum untuk level Sekolah Dasar atau SD lebih pada membangun karakter. Selanjutnya untuk level menengah masuk pada penguatan skill termasuk calistung dan ilmu pengetahuan dititik beratkan saat di jenjang pendidikan tinggi.
"Makanya struktur kurikulum harus diubah seperti itu karena karakter itu pondasi. Karakter seseorang tidak bisa terbentuk saat telah jadi mahasiswa, tidak bisa. Karakter itu bisa dibentuk saat pendidikan usia dini sampai tamat SD. Apakah anak itu suka merundung atau kesewenang-wenangan atau tidak, itu dibentuk ketika kecil, jelasnya.
Sementara itu terkait kuliah umum ini, Dekan Fakultas Psikologi Awaluddin Tjalla menyatakan acara ini merupakan kegiatan rutin fakultas. Dalam acara ini dihadirkan narasumber Rusprita Putri Utami, Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemendikbud Ristek RI. Tema ini dipilih lantaran adanya fenomena kebutuhan pentingnya membentuk karakter pada pemimpin ke depan. “Banyak orang yang kecerdasan tinggi tapi karakternya dari aspek kebaikan tidak memenuhi syarat,” ucapnya. Oleh karena itu kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan karakter dengan baik dan menumbuhkan pemahaman ke mahasiswa pentingnya membangun karakter.
Ia juga menggarisbawahi bahwa pendidikan yang dimaksud bukan hanya pendidikan tinggi tetapi juga pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.
(unt)