Ekonomi Hijau, Tanoto Foundation Siapkan Generasi Muda dengan Skill SDGs
loading...
A
A
A
JAKARTA - Seiring mengemukanya upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ( SDGs ), potensi ekonomi hijau (green economy) dan peluang pekerjaan berbasis kelestarian lingkungan sangat besar.
Banyak generasi muda tertarik untuk terjun di bidang tersebut demi memberi kontribusi pada masa depan. Hanya saja, antusiasme itu belum diiringi dengan pemahaman dan kemampuan tentang SDGs itu sendiri.
Baca juga: Simbol Kampus Berkelanjutan, Unika Atma Jaya Resmikan Ruang Terbuka Hijau
Michael Susanto, Head of Leadership Development & Scholarship Tanoto Foundation, menyatakan SDG Academy Indonesia (SDG AI), sebuah platform pembelajaran mengenai SDGs dan pengintegrasiannya yang merupakan hasil kerja sama Tanoto Foundation dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), dan UNDP, berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas generasi muda dalam bidang-bidang SDGs, terutama di sektor pendidikan.
Hal ini disampaikan di SDGs Annual Conference 2024 (SAC 2024) bertajuk Inovasi Menuju Indonesis Emas: Keterkaitan Pendidikan Berkualitas, Pekerjaan, dan Industri Hijau, di Jakarta.
Menurut Michael, setelah memasuki dunia kerja banyak mahasiswa kerap bertanya apakah yang mereka pelajari selama ini dapat berguna untuk masa depan.
“Kita sering bilang bahwa green job terkotak-kota pada pekerjaan tertentu. Padahal sebenarnya banyak pekerjaan yang berhubungan dengan green economy,” kata Michael, melalui siaran pers, dikutip Minggu (20/10/2024).
Di tengah besarnya potensi itu, tak bisa dipungkiri bahwa banyak lulusan pendidikan tinggi belum memiliki kemampuan yang mendukung.
“Hanya 1 dari 8 orang yang memiliki skill yang cukup untuk mendukung green economy. Pada mereka yang sudah bekerja, ada 60% pekerja yang ingin masuk bidang sustainability tapi mereka takut karena tidak memiliki skill yang mumpuni. Akhirnya karir mereka tidak berkembang ke depan,” ujarnya.
Kondisi itulah yang membuat Tanoto Foundation, lembaga filantropi independen yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada 1981, bersama Bappenas dan UNDP membentuk SDG AI yang berfokus dalam menciptakan pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki integritas tinggi serta komitmen yang kuat untuk mempercepat pencapaian target TPB/SDGs di Indonesia.
Michael menjelaskan, SDG AI menargetkan keterlibatan semua pemangku kepentingan SDGs, yakni pemerintah, akademisi, swasta, filantropi, organisasi masyarakat, dan media.
Saat SAC 2024, Michael pun mengajak untuk berfokus pada salah satu bidang SDGs, yakni bidang prioritas ke-11, penciptaan kota dan komunitas berkelanjutan.
Di bidang ini, banyak unsur yang harus diwujudkan di antaranya perumahan yang aman dan terjangkau, sistem transportasi publik yang baik, hingga penyediaan ruang publik yang inklusif.
Di bidang-bidang tersebut, banyak persoalan yang sebenarnya dapat diatasi melalui pendekatan SDGs dan green economy namun belum menemukan solusi.
Contohnya, baru 56% warga yang mempunyai akses ke transportasi publik atau 90% sampah berasal dari rumah tangga yang belum dikelola dengan baik.
“Jika lulusan perguruan tinggi mempunyai perspektif SDGs, mereka akan membuat solusi-solusi di bidang tersebut sehingga banyak SDGs terpenuhi” kata Michael.
Ia menjelaskan, pendekatan pendidikan berkelanjutan tengah dikembangkan di sejumlah perguruan tinggi dan menargetkan perubahan perilaku, sikap, dan kompetensi lulusannya sesuai prinsip SDGs.
Penerapannya pun tak berhenti sebatas pada aspek fisik, seperti pendirian bangunan hijau atau penggunaan energi baru terbarukan.
Pendidikan berkelanjutan juga perlu masuk di kurikulum akademik dan pembelajaran langsung di lapangan untuk mencari solusi-solusi atas berbagai persoalan nyata.
“Mahasiswa tidak hanya belajar di kelas, tapi juga ada learning experience, belajar secara multidisipliner, dilengkapi berbagai keahlian yang relevan,” katanya.
Contohnya adalah kolaborasi Tanoto Foundation dengan UNESCO yang sejak 2023 memfasilitasi sekitar 400 mahasiswa untuk mempelajari berbagai tantangan masyarakat dan melakukan penelitian untuk merancang solusinya.
“Melalui pendidikan, kita kembangkan skill SDGs yang selama ini belum mumpuni. Ke depan, kita perlu membangun talenta-talenta pembangunan berkelanjutan untuk masa depan,” tandas Michael.
Banyak generasi muda tertarik untuk terjun di bidang tersebut demi memberi kontribusi pada masa depan. Hanya saja, antusiasme itu belum diiringi dengan pemahaman dan kemampuan tentang SDGs itu sendiri.
Baca juga: Simbol Kampus Berkelanjutan, Unika Atma Jaya Resmikan Ruang Terbuka Hijau
Michael Susanto, Head of Leadership Development & Scholarship Tanoto Foundation, menyatakan SDG Academy Indonesia (SDG AI), sebuah platform pembelajaran mengenai SDGs dan pengintegrasiannya yang merupakan hasil kerja sama Tanoto Foundation dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), dan UNDP, berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas generasi muda dalam bidang-bidang SDGs, terutama di sektor pendidikan.
Hal ini disampaikan di SDGs Annual Conference 2024 (SAC 2024) bertajuk Inovasi Menuju Indonesis Emas: Keterkaitan Pendidikan Berkualitas, Pekerjaan, dan Industri Hijau, di Jakarta.
Menurut Michael, setelah memasuki dunia kerja banyak mahasiswa kerap bertanya apakah yang mereka pelajari selama ini dapat berguna untuk masa depan.
“Kita sering bilang bahwa green job terkotak-kota pada pekerjaan tertentu. Padahal sebenarnya banyak pekerjaan yang berhubungan dengan green economy,” kata Michael, melalui siaran pers, dikutip Minggu (20/10/2024).
Di tengah besarnya potensi itu, tak bisa dipungkiri bahwa banyak lulusan pendidikan tinggi belum memiliki kemampuan yang mendukung.
“Hanya 1 dari 8 orang yang memiliki skill yang cukup untuk mendukung green economy. Pada mereka yang sudah bekerja, ada 60% pekerja yang ingin masuk bidang sustainability tapi mereka takut karena tidak memiliki skill yang mumpuni. Akhirnya karir mereka tidak berkembang ke depan,” ujarnya.
Kondisi itulah yang membuat Tanoto Foundation, lembaga filantropi independen yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada 1981, bersama Bappenas dan UNDP membentuk SDG AI yang berfokus dalam menciptakan pemimpin-pemimpin masa depan yang memiliki integritas tinggi serta komitmen yang kuat untuk mempercepat pencapaian target TPB/SDGs di Indonesia.
Michael menjelaskan, SDG AI menargetkan keterlibatan semua pemangku kepentingan SDGs, yakni pemerintah, akademisi, swasta, filantropi, organisasi masyarakat, dan media.
Saat SAC 2024, Michael pun mengajak untuk berfokus pada salah satu bidang SDGs, yakni bidang prioritas ke-11, penciptaan kota dan komunitas berkelanjutan.
Di bidang ini, banyak unsur yang harus diwujudkan di antaranya perumahan yang aman dan terjangkau, sistem transportasi publik yang baik, hingga penyediaan ruang publik yang inklusif.
Di bidang-bidang tersebut, banyak persoalan yang sebenarnya dapat diatasi melalui pendekatan SDGs dan green economy namun belum menemukan solusi.
Contohnya, baru 56% warga yang mempunyai akses ke transportasi publik atau 90% sampah berasal dari rumah tangga yang belum dikelola dengan baik.
“Jika lulusan perguruan tinggi mempunyai perspektif SDGs, mereka akan membuat solusi-solusi di bidang tersebut sehingga banyak SDGs terpenuhi” kata Michael.
Ia menjelaskan, pendekatan pendidikan berkelanjutan tengah dikembangkan di sejumlah perguruan tinggi dan menargetkan perubahan perilaku, sikap, dan kompetensi lulusannya sesuai prinsip SDGs.
Penerapannya pun tak berhenti sebatas pada aspek fisik, seperti pendirian bangunan hijau atau penggunaan energi baru terbarukan.
Pendidikan berkelanjutan juga perlu masuk di kurikulum akademik dan pembelajaran langsung di lapangan untuk mencari solusi-solusi atas berbagai persoalan nyata.
“Mahasiswa tidak hanya belajar di kelas, tapi juga ada learning experience, belajar secara multidisipliner, dilengkapi berbagai keahlian yang relevan,” katanya.
Contohnya adalah kolaborasi Tanoto Foundation dengan UNESCO yang sejak 2023 memfasilitasi sekitar 400 mahasiswa untuk mempelajari berbagai tantangan masyarakat dan melakukan penelitian untuk merancang solusinya.
“Melalui pendidikan, kita kembangkan skill SDGs yang selama ini belum mumpuni. Ke depan, kita perlu membangun talenta-talenta pembangunan berkelanjutan untuk masa depan,” tandas Michael.
(nnz)