Daerah Tanpa Sinyal, Puluhan Kios ABM Disebar untuk Sekolah Daring

Rabu, 02 September 2020 - 23:02 WIB
loading...
Daerah Tanpa Sinyal, Puluhan Kios ABM Disebar untuk Sekolah Daring
LPA Tulungagung menggelar webinar Simalakama Pembelajaran Jarak Jauh di Tulungagung, Surabaya. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Sejumlah kios Anjungan Belajar Mandiri (ABM) disebar untuk memudahkan siswa sekolah di Jawa Timur mengikuti proses pembelajaran jarak jauh (PJJ). Mesin ABM ini akan diutamakan didistribusikan ke daerah-daerah yang tidak terjangkau sinyal telekomunikasi.

Sekretaris Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur Ramlianto menuturkan, dengan mesin ABM tersebut nantinya seluruh siswa dapat mengunduh soal dan materi pembelajaran yang disediakan oleh Dinas Pendidikan. (Baca juga: Pastikan Pembelajaran Aman, Mendikbud-Mendagri Gelar Rakor dengan Kepala Daerah )

“Ada buku paket, materi pembelajaran hingga materi try out. Siswa tinggal mengunduh di mesin tersebut lalu mencetaknya dengan mesin print,” ujar Sekretaris Diknas Ramlianto, saat menjadi pembicara dalam diskusi webinar 'Simalakama Pembelajaran Jarak Jauh' yang digelar Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung, Rabu (2/9/2020).

Ia melanjutkan, salah satu daerah yang akan diprioritaskan mendapat pasokan kios ABM adalah Kepulauan Masalembu, Madura. Ini didasarkan karena kondisi daerah tersebut yang tidak terjangkau sinyal telekomunikasi.

“Anak-anak sekolah di Masalembu tidak bisa melaksanakan daring. Mereka nanti akan dapat kios ABM ini. Anak-anak bisa ambil bahan ajar dari alat tersebut,” ucapnya. (Baca juga: Bantuan Kuota, PGRI: Pemerintah Jangan Lupakan Guru Honorer dan Swasta )

Terkait masih ada kawasan yang tidak terjangkau sinyal internet, Dinas Pendidikan Jawa Timur juga telah menyurati PT Telkom untuk segera melakukan perluasan cakupan sinyal internet di daerah-daerah terpencil di Jawa Timur. Telkom pun merespon permintaan itu dan telah dijawab dengan kesanggupan memperluas jaringan internet di daerah.

Selain menyiapkan kios ABM untuk wilayah-wilayah yang tidak terjangkau sinyal internet, Diknas Jatim juga mendorong setiap sekolah agar lebih kreatif melakukan terobosan dalam hal PJJ di sekolah masing-masing. Salah satunya dengan mengoptimalkan sistem single link, yang dapat diakses secara langsung dengan mudah oleh siswa.

“Bagi kami kebijakan yang diambil cukup jelas. Kesehatan dan keselamatan anak-anak, tenaga pendidik dan pengajar adalah yang paling utama,” jelasnya. (Baca juga: Kemendikbud: 210 Seniman akan Mengajar Siswa di 16 Kabupaten )

Pemprov Jawa Timur saat ini baru memulai uji coba sekolah tatap muka tahap kedua, untuk siswa SMA/SMK sederajat. Uji coba kedua dilaksanakan pada 25 persen dari seluruh sekolah SMK di Jawa Timur mulai 31 Agustus 2020. Disusul 25 persen lagi di tingkat SMA mulai 7 September 2020 mendatang.

“Jumlah siswa yang dimasukkan untuk daerah dengan zona kuning sebanyak 50 persen, sedangkan zona oranye sebanyak 25 persen dari jumlah siswa,” kata Ramlianto.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tulungagung Winny Isnaini dalam forum sama menyinggung tentang potensi kekerasan terhadap anak yang sangat mungkin terjadi di masa pandemi ini. Ia berharap semua pihak agar lebih mengedepankan pendekatan komunikasi yang lebih baik kepada anak-anak. (Baca juga: Rektor IPB: Indonesia Harus Siapkan Skenario Pembelajaran Masa Depan )

“Situasi pandemi saat ini menuntut orang tua dapat berinteraksi langsung lebih banyak dengan anak-anak, saat mereka mengikuti proses pembelajaran daring. Orang tua banyak yang belum siap dengan situasi seperti itu, sehingga berpotensi memunculkan kekerasan pada anak. Ini yang harus diwaspadai. Pemerintah perlu memikirkan hal ini juga, serta mengambil langkah-langkah pencegahan,” kata Winny Isnaini, yang juga tercatat sebagai fasilitator nasional sistem perlindungan anak.

Kepala Kantor Perwakilan Unicef Wilayah Pulau Jawa, Arie Rukmantara mengatakan, dalam membuat keputusan mengenai sistem pembelajaran yang akan dijalankan selama pandemi, suara anak juga perlu didengar.

Apakah tetap menjalankan pembelajaran jarak jauh atau mulai kembali bertatap muka. Hal terpenting dalam pembuatan keputusan adalah kepentingan anak-anak, termasuk kesehatan mental dan fisiknya.

"Penting untuk melihat kesiapan anak atas persetujuan dengan orang tua, kondisi psikososial anak, serta tetap memperhatikan dan menjalankan protokol kesehatan sebelum memutuskan kembali bersekolah tatap muka," ujar Arie.
(mpw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4387 seconds (0.1#10.140)