Jika Kemendikbud Ingin Sederhanakan Kurikulum, Ini Saran Komisi X DPR
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR, Abdul Fikri Faqih meminta agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan lima pendekatan dalam membahas penyederhanaan kurikulum.
“Kalau itu dokumen publik atau rencana pembangunan menjadi kurikulum atau akan dipakai, maka sebaiknya menggunakan lima pendekatan,” kata Abdul Fikri dalam diskusi virtual, Rabu (30/9/2020).
Menurutnya, pendekatan pertama adalah yang bersifat top down, yakni masuk dalam rencana strategis (Renstra) atau visi misi presiden. Kedua, pendekatan bottom up, yaitu memperhitungkan ekspektasi masyarakat. (Baca juga: Bantuan Kuota untuk Tetap Nyalakan Api Belajar Siswa )
Selanjutnya, pendekatan partisipatif, ketika semua pemangku kepentingan harus dilibatkan seperti asosiasi atau perhimpunan yang bersangkutan. Lalu, pendekatan politik, dalam hal ini DPR sebagai parlemen. “Bahkan, partai pendukung (pemerintahan) saja kadang tak tahu,” tambah dia.
"Kelima, pendekatan teknokratik, yakni birokrasi yang harus sesuai aturan. Ini adalah yang terpenting dari lima pendekatan tersebut," terang politisi Partai Keadilan Sejahtera tersebut. (Baca juga: Banyak Pengaduan Orang Tua, FMPP Minta Sekolah Tak Tahan Ijazah Siswa )
Seperti diberitakan sebelumnya, Abdul Fikri meminta Kemendikbud melibatkan legislator dalam proses penyederhanaan kurikulum. Pelibatan banyak pemangku kepentingan guna mereduksi kesan penyederhanaan kurikulum dilakukan secara diam-diam.
Pernyataan ini merespons polemik atas isu dihapusnya mata pelajaran (mapel) sejarah dari kurikulum. Fikri meminta segala penerapan kebijakan Kemendikbud agar lebih terbuka, dan tak menunggu kehebohan lebih dulu.
Ia menegaskan, DPR belum pernah diajak membahas kurikulum baru. Fikri mengaku kaget lantaran isu penghapusan mapel sejarah justru mencuat dan menjadi polemik di tengah masyarakat. Terlebih, isu yang beredar, wacana kurikulum yang bakal diterapkan pada 2021. Ada apa?" tanya Fikri.
“Kalau itu dokumen publik atau rencana pembangunan menjadi kurikulum atau akan dipakai, maka sebaiknya menggunakan lima pendekatan,” kata Abdul Fikri dalam diskusi virtual, Rabu (30/9/2020).
Menurutnya, pendekatan pertama adalah yang bersifat top down, yakni masuk dalam rencana strategis (Renstra) atau visi misi presiden. Kedua, pendekatan bottom up, yaitu memperhitungkan ekspektasi masyarakat. (Baca juga: Bantuan Kuota untuk Tetap Nyalakan Api Belajar Siswa )
Selanjutnya, pendekatan partisipatif, ketika semua pemangku kepentingan harus dilibatkan seperti asosiasi atau perhimpunan yang bersangkutan. Lalu, pendekatan politik, dalam hal ini DPR sebagai parlemen. “Bahkan, partai pendukung (pemerintahan) saja kadang tak tahu,” tambah dia.
"Kelima, pendekatan teknokratik, yakni birokrasi yang harus sesuai aturan. Ini adalah yang terpenting dari lima pendekatan tersebut," terang politisi Partai Keadilan Sejahtera tersebut. (Baca juga: Banyak Pengaduan Orang Tua, FMPP Minta Sekolah Tak Tahan Ijazah Siswa )
Seperti diberitakan sebelumnya, Abdul Fikri meminta Kemendikbud melibatkan legislator dalam proses penyederhanaan kurikulum. Pelibatan banyak pemangku kepentingan guna mereduksi kesan penyederhanaan kurikulum dilakukan secara diam-diam.
Pernyataan ini merespons polemik atas isu dihapusnya mata pelajaran (mapel) sejarah dari kurikulum. Fikri meminta segala penerapan kebijakan Kemendikbud agar lebih terbuka, dan tak menunggu kehebohan lebih dulu.
Ia menegaskan, DPR belum pernah diajak membahas kurikulum baru. Fikri mengaku kaget lantaran isu penghapusan mapel sejarah justru mencuat dan menjadi polemik di tengah masyarakat. Terlebih, isu yang beredar, wacana kurikulum yang bakal diterapkan pada 2021. Ada apa?" tanya Fikri.
(mpw)