Selama PJJ Siswa Alami Tekanan Psikososial, FSGI Minta Kemenkes Turun Tangan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai peserta didik bisa mengatasi tekanan psikologis dalam melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada Maret hingga Juni 2020. Salah satu penyebabnya, mereka sempat melaksanakan pembelajaran tatap muka selama sembilan bulan.
Para guru, wali kelas, dan peserta didik sudah sempat berkomunikasi sehingga sudah saling kenal dan bisa saling membantu. Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengatakan hasil pemantauan pada fase II (periode Juli hingga saat ini), anak-anak lebih sulit mengatasi permasalahan psikologis. (Baca juga: Belajar Tatap Muka Perdana di Solo, Ratusan Siswa dan Guru Jalani Rapid Tes )
Hal ini berpengaruh pada kesehatan mental anak. “Pergantian kelas dengan suasana yang baru tanpa tatap muka, membuat anak-anak sulit memiliki teman dekat untuk saling berbagi dan bertanya. Akibatnya, kesulitan pembelajaran ditanggung sendiri jika anak tersebut tidak berani bertanya kepada gurunya,” ujarnya, Minggu (1/11/2020).
Salah satu permasalahan PJJ adalah tidak meratanya fasilitas pendukung baik yang belajar secara daring maupun luring. Retno mengungkapkan situasi ini membuat peserta didik harus mempunyai sistem belajar sendiri.
Akibatnya, ada anak yang tidak bisa mengatur waktu belajar, kesulitan memahami pelajaran, dan tidak memahami instruksi guru. Tidak bisa dimungkiri pandemi Covid-19 telah berdampak pada psikososial dari anak dan remaja. (Baca juga: FSGI Sebut Masalah PJJ hingga Kini Tak Bisa Diatasi )
Mereka mengalami bosan karena tinggal di rumah, khawatir tertinggal pelajaran, dan timbul perasaan tidak aman. Perasaan lain yang menghinggapi mereka adalah takut terkena penyakit, merindukan teman-teman, dan khawatir tentang penghasilan orang tua.
Dalam kondisi seperti ini, orang tua bisa menjadi penguat untuk anak-anak. Namun, bisa juga menjadi sumber masalah, misalnya, melakukan kekerasan kepada anak karena tidak memiliki kesabaran dalam mendampingi anak belajar.
FSGI mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan dinas kesehatan untuk membantu para orang tua dan anak-anak untuk mengatasi masalah psikososial ini. Gejala-gejala umum masalah psikologi, seperti menurunnya semangat untuk melakukan aktivitas, mudah marah, dan cepat kehilangan konsentrasi.
Kemenkes, menurut Retno, harus membuat regulasi yang menikberatkan arah dari setiap kebijakan pada terwujudnya masyarakat yang peduli pada kesehatan jiwa. “Seberapa efektif upaya ini sampai di sasarannya perlu dilakukan monitoring dan evaluasi,” pungkas Retno.
Para guru, wali kelas, dan peserta didik sudah sempat berkomunikasi sehingga sudah saling kenal dan bisa saling membantu. Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengatakan hasil pemantauan pada fase II (periode Juli hingga saat ini), anak-anak lebih sulit mengatasi permasalahan psikologis. (Baca juga: Belajar Tatap Muka Perdana di Solo, Ratusan Siswa dan Guru Jalani Rapid Tes )
Hal ini berpengaruh pada kesehatan mental anak. “Pergantian kelas dengan suasana yang baru tanpa tatap muka, membuat anak-anak sulit memiliki teman dekat untuk saling berbagi dan bertanya. Akibatnya, kesulitan pembelajaran ditanggung sendiri jika anak tersebut tidak berani bertanya kepada gurunya,” ujarnya, Minggu (1/11/2020).
Salah satu permasalahan PJJ adalah tidak meratanya fasilitas pendukung baik yang belajar secara daring maupun luring. Retno mengungkapkan situasi ini membuat peserta didik harus mempunyai sistem belajar sendiri.
Akibatnya, ada anak yang tidak bisa mengatur waktu belajar, kesulitan memahami pelajaran, dan tidak memahami instruksi guru. Tidak bisa dimungkiri pandemi Covid-19 telah berdampak pada psikososial dari anak dan remaja. (Baca juga: FSGI Sebut Masalah PJJ hingga Kini Tak Bisa Diatasi )
Mereka mengalami bosan karena tinggal di rumah, khawatir tertinggal pelajaran, dan timbul perasaan tidak aman. Perasaan lain yang menghinggapi mereka adalah takut terkena penyakit, merindukan teman-teman, dan khawatir tentang penghasilan orang tua.
Dalam kondisi seperti ini, orang tua bisa menjadi penguat untuk anak-anak. Namun, bisa juga menjadi sumber masalah, misalnya, melakukan kekerasan kepada anak karena tidak memiliki kesabaran dalam mendampingi anak belajar.
FSGI mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan dinas kesehatan untuk membantu para orang tua dan anak-anak untuk mengatasi masalah psikososial ini. Gejala-gejala umum masalah psikologi, seperti menurunnya semangat untuk melakukan aktivitas, mudah marah, dan cepat kehilangan konsentrasi.
Kemenkes, menurut Retno, harus membuat regulasi yang menikberatkan arah dari setiap kebijakan pada terwujudnya masyarakat yang peduli pada kesehatan jiwa. “Seberapa efektif upaya ini sampai di sasarannya perlu dilakukan monitoring dan evaluasi,” pungkas Retno.
(mpw)