Infrastruktur Sekolah Jadi Kunci Belajar Tatap Muka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memberikan lampu hijau atas pembukaan sekolah mulai Januari 2021. Kondisi ini memunculkan simalakama bagi orang tua siswa. Di satu sisi, mereka sadar, jika anak mereka membutuhkan pembelajaran tatap muka . Di sisi lain, ada ketakutan jika sang buah hati akan tertular wabah Covid-19.
Maria (37) asal Tangerang Selatan, mengaku resah setelah mendengar pengumuman dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tentang rencana pembukaan sekolah pada bulan Januari 2021. Di satu sisi, dirinya bersyukur, anaknya akan kembali menemukan ritme belajar di sekolah. Di sisi lain, kekhawatiran menyeruak karena angka penularan Covid-19 kian meningkat dalam beberapa pekan terakhir. (Baca: Jadikan Sifat Tawadhu sebagai Modal Kebahagiaan)
Ibu tiga anak itu mengaku pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang selama ini diikuti sang anak yang duduk di kelas II sekolah dasar (SD) tidak berjalan efektif. Guru hanya mengirimkan tugas, sedangkan dirinya harus berjibaku menerangkan atau mendampingi tugas hafalan yang harus disetor sang anak melalui rekaman atau video call.
“Sebenarnya beban kita sebagai orang tua menjadi bertambah saat pelaksanaan PJJ. Kita harus dampingi sang anak dalam mencerna pelajaran yang ditugaskan oleh guru-guru mereka. Belum lagi terkadang ada tugas-tugas hafalan dan prakarya yang tetap diberikan meskipun dalam masa pandemi ini,” katanya.
Kondisi ini kadang diperberat dengan sikap sang anak yang tidak fokus selama belajar di rumah. Banyak hal yang membuat perhatian sang anak terdistorsi saat melakukan PJJ. Mulai dari adanya ajakan teman untuk bermain di luar rumah hingga gangguan sang adik atau kakak. Belum lagi sang anak kerap merengek untuk cepat-cepat mengakhiri pelajaran karena ingin main game atau melihat konten kesayangan mereka di Youtube. (Baca juga: Selama PJJ, Guru Mengaku Terkendala Jelaskan Materi ke Siswa)
“Kondisi ini membuat kita terkadang ingin sekolah cepat-cepat dibuka. Karena, anak-anak akan merasakan suasana sekolah yang pastinya lebih mendukung proses belajar mengajar. Namun, meningkatnya kasus Covid-19 di Jakarta dan sekitarnya dalam beberapa hari terakhir membuat kita menjadi khawatir kalau sekolah benar-benar dibuka,” ujar Maria.
Dewi (39) asal Tuban, Jawa Timur, mengaku tidak mempersoalkan izin pembukaan sekolah dari pemerintah tahun depan. Menurutnya, sang anak yang duduk di kelas lima SD telah rutin bersekolah sejak jauh hari lalu. Dengan kondisi aktual di kampungnya yang mengalami banyak keterbatasan, PJJ bukan sebuah opsi untuk dilakukan. Meski dalam situasi pandemi, penyelenggara sekolah anaknya tetap memutuskan melakukan pembelajaran tatap muka. “Tapi, memang dalam seminggu anak saya hanya masuk tiga kali. Tidak penuh enam hari seperti masa sebelum Covid-19,” tuturnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebutkan, 83,68% sekolah belum siap melangsungkan pertemuan tatap muka (PTM). Hal itu ia katakan berdasarkan hasil pengawasan KPAI sejak Juni hingga November 2020. "Hasil pengawasan KPAI, menunjukkan data dan fakta bahwa dari 49 sekolah yang ditinjau langsung, hanya 16,32% sekolah yang siap dan 83,68% belum siap," ucapnya. (Baca juga: Covid-19 Bisa Sebabkan gigi Penderita Tanggal)
Retno mengatakan, pengawasan tersebut dilakukan di 49 sekolah di 21 kabupaten/kota pada delapan provinsi. Provinsi yang dijadikan lokasi pengawasan, yakni NTB, Bengkulu, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, dan DKI Jakarta.
Maria (37) asal Tangerang Selatan, mengaku resah setelah mendengar pengumuman dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tentang rencana pembukaan sekolah pada bulan Januari 2021. Di satu sisi, dirinya bersyukur, anaknya akan kembali menemukan ritme belajar di sekolah. Di sisi lain, kekhawatiran menyeruak karena angka penularan Covid-19 kian meningkat dalam beberapa pekan terakhir. (Baca: Jadikan Sifat Tawadhu sebagai Modal Kebahagiaan)
Ibu tiga anak itu mengaku pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang selama ini diikuti sang anak yang duduk di kelas II sekolah dasar (SD) tidak berjalan efektif. Guru hanya mengirimkan tugas, sedangkan dirinya harus berjibaku menerangkan atau mendampingi tugas hafalan yang harus disetor sang anak melalui rekaman atau video call.
“Sebenarnya beban kita sebagai orang tua menjadi bertambah saat pelaksanaan PJJ. Kita harus dampingi sang anak dalam mencerna pelajaran yang ditugaskan oleh guru-guru mereka. Belum lagi terkadang ada tugas-tugas hafalan dan prakarya yang tetap diberikan meskipun dalam masa pandemi ini,” katanya.
Kondisi ini kadang diperberat dengan sikap sang anak yang tidak fokus selama belajar di rumah. Banyak hal yang membuat perhatian sang anak terdistorsi saat melakukan PJJ. Mulai dari adanya ajakan teman untuk bermain di luar rumah hingga gangguan sang adik atau kakak. Belum lagi sang anak kerap merengek untuk cepat-cepat mengakhiri pelajaran karena ingin main game atau melihat konten kesayangan mereka di Youtube. (Baca juga: Selama PJJ, Guru Mengaku Terkendala Jelaskan Materi ke Siswa)
“Kondisi ini membuat kita terkadang ingin sekolah cepat-cepat dibuka. Karena, anak-anak akan merasakan suasana sekolah yang pastinya lebih mendukung proses belajar mengajar. Namun, meningkatnya kasus Covid-19 di Jakarta dan sekitarnya dalam beberapa hari terakhir membuat kita menjadi khawatir kalau sekolah benar-benar dibuka,” ujar Maria.
Dewi (39) asal Tuban, Jawa Timur, mengaku tidak mempersoalkan izin pembukaan sekolah dari pemerintah tahun depan. Menurutnya, sang anak yang duduk di kelas lima SD telah rutin bersekolah sejak jauh hari lalu. Dengan kondisi aktual di kampungnya yang mengalami banyak keterbatasan, PJJ bukan sebuah opsi untuk dilakukan. Meski dalam situasi pandemi, penyelenggara sekolah anaknya tetap memutuskan melakukan pembelajaran tatap muka. “Tapi, memang dalam seminggu anak saya hanya masuk tiga kali. Tidak penuh enam hari seperti masa sebelum Covid-19,” tuturnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebutkan, 83,68% sekolah belum siap melangsungkan pertemuan tatap muka (PTM). Hal itu ia katakan berdasarkan hasil pengawasan KPAI sejak Juni hingga November 2020. "Hasil pengawasan KPAI, menunjukkan data dan fakta bahwa dari 49 sekolah yang ditinjau langsung, hanya 16,32% sekolah yang siap dan 83,68% belum siap," ucapnya. (Baca juga: Covid-19 Bisa Sebabkan gigi Penderita Tanggal)
Retno mengatakan, pengawasan tersebut dilakukan di 49 sekolah di 21 kabupaten/kota pada delapan provinsi. Provinsi yang dijadikan lokasi pengawasan, yakni NTB, Bengkulu, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, dan DKI Jakarta.