AGSI Harap Pengangkatan Guru Honorer Pertimbangkan Kriteria Lain
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) berharap untuk memenuhi unsur keadilan pengangkatan guru honorer diharapkan ada pertimbangan kriteria lain. Seperti masa pengabdian ataupun portofolio.
Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma mengatakan, selama ini dikatakan bahwa guru honorer memiliki peluang yang sama untuk menjadi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Akan tetapi, katanya, alangkah baiknya untuk memenuhi unsur adil bagi guru honorer maka harus ada kebijakan yang dibangun secara proporsional. (Baca juga: Seleksi PPPK, Kemendikbud Dampingi Daerah agar Segera Menginput Data Guru )
"Misalkan mempertimbangkan masa pengabdian, kemudian mempertimbangkan usia. Adil salah satunya ada penilaian portofolio," katanya pada diskusi Peluang dan Tantangan Guru Honorer di Indonesia melalui Youtube Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, Minggu (6/12).
Sumardiansyah berpandangan, seleksi yang dilakukan selama ini dengan sistem computer assisted test (CAT) itu hanya mengukur aspek kognitif saja. Diapun mempertanyakan apakah tes yang bersifat kognitif itu relevan sementara para guru honorer ini sudah banyak yang sekian lama mengabdi di daerah.
Oleh karena itu, katanya, pemerintah bisa mengukur kelayakan mereka untuk diangkat dari portofolio ataupun penilaian dari pimpinan mereka di sekolah ataupun dari kepala dinas. Sehingga, katanya, guru honorer yang memiliki keterbatasan IT yang ada di daerah itu bisa menjadi PNS atau PPPK dengan kuota khusus yang diberikan oleh pemerintah. (Baca juga: Kemendikbud Dorong Mahasiswa Mendirikan Startup )
"Mudah-mudahan mekanisme untuk menjadi PNS ataupun PPPK bisa diukur bukan hanya dari tes kognitif CAT. Tetapi ada parameter-parameter lain yang lebih objektif bahkan kalau perlu ada kuota khusus," ujarnya.
Lihat Juga: Wahyudi, Guru Inspirator: Melampaui Keterbatasan, Menembus Segala Hambatan Menjadi Kemungkinan
Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma mengatakan, selama ini dikatakan bahwa guru honorer memiliki peluang yang sama untuk menjadi guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Akan tetapi, katanya, alangkah baiknya untuk memenuhi unsur adil bagi guru honorer maka harus ada kebijakan yang dibangun secara proporsional. (Baca juga: Seleksi PPPK, Kemendikbud Dampingi Daerah agar Segera Menginput Data Guru )
"Misalkan mempertimbangkan masa pengabdian, kemudian mempertimbangkan usia. Adil salah satunya ada penilaian portofolio," katanya pada diskusi Peluang dan Tantangan Guru Honorer di Indonesia melalui Youtube Asosiasi Guru Sejarah Indonesia, Minggu (6/12).
Sumardiansyah berpandangan, seleksi yang dilakukan selama ini dengan sistem computer assisted test (CAT) itu hanya mengukur aspek kognitif saja. Diapun mempertanyakan apakah tes yang bersifat kognitif itu relevan sementara para guru honorer ini sudah banyak yang sekian lama mengabdi di daerah.
Oleh karena itu, katanya, pemerintah bisa mengukur kelayakan mereka untuk diangkat dari portofolio ataupun penilaian dari pimpinan mereka di sekolah ataupun dari kepala dinas. Sehingga, katanya, guru honorer yang memiliki keterbatasan IT yang ada di daerah itu bisa menjadi PNS atau PPPK dengan kuota khusus yang diberikan oleh pemerintah. (Baca juga: Kemendikbud Dorong Mahasiswa Mendirikan Startup )
"Mudah-mudahan mekanisme untuk menjadi PNS ataupun PPPK bisa diukur bukan hanya dari tes kognitif CAT. Tetapi ada parameter-parameter lain yang lebih objektif bahkan kalau perlu ada kuota khusus," ujarnya.
Lihat Juga: Wahyudi, Guru Inspirator: Melampaui Keterbatasan, Menembus Segala Hambatan Menjadi Kemungkinan
(mpw)