Persiapan PTM, Sinergi Pusat dan Daerah Harus Diperkuat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi X DPR Himmatul Aliyah meminta kebijakan pembelajaran tatap muka harus dilakukan dengan unsur kehati-hatian. Mengingat kasus penyebaran Covid-19 masih tinggi di Indonesia.
Himmatul mengatakan, meski program vaksinasi Covid-19 sudah mulai berjalan tapi masih terbatas dan belum bisa mencakup seluruh rakyat Indonesia. Vaksin untuk usia dibawah 18 tahun- usia rata rata peserta didik- belum bisa diberikan meski untuk guru sudah diprioritaskan divaksin.
“Jika pun akan tetap dibuka pembelajaran tatap muka perlu juga pemda memperhatikan keamanan zona wilayahnya. Apakah statusnya masuk zona hijau, zona kuning atau zona merah,” katanya kepada SINDONews, Minggu (21/3/2021).
Dia mengatakan, jika pemerintah pusat atau Kemendikbud akan menetapkan kebijakan pembukaan tatap muka secara nasional harus memperhatikan juga kebijakan pemerintah daerah setempat. Sebab otoritas pendidikan saat ini sudah dibagi kewenangannya dalam otonomi daerah.
Dia juga mendorong adanya koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya. Misalnya dengan Kemenkes dan Satgas Covid. Standar protokol kesehatan ketat harus dibuat oleh pemerintah pusat. “Satgas Covid dibentuk pemerintah harus siaga memantau sekolah yang dibuka apakah menimbulkan cluster baru atau tidak,” katanya.
Dia juga menyarankan agar sebelum dibuka pembelajaran tatap muka perlu adanya simulasi dengan ujicoba disatu sekolah ditiap jenjang dan di zona yang memungkinkan. Misalnya satu sekolah mulai dari PAUD, TK, SD, SMP dan SMA di satu zona hijau dan kuning.
“Kelas hanya diisi oleh 50% siswa dan 50% nya virtual. Dibuat bergiliran ada yang hadir fisik dan daring. Sarana prasarana standar keamanan dan kesehatan harus sudah dipersiapkan oleh sekolah,” katanya.
Dia mengatakan, sebelum masuk kelas pengecekan suhu harus dilakukan. Selain itu juga tersedia alat disinfektan, hand sanitizer di setiap ruang kelas, tempat cuci tangan lengkap dengan sabun, standar toilet yang bersih dan higienis serta kantin sekolah yang bersih juga dari proses pengolahan dan penyajian makananya.
Selain Pemda setempat harus menyediakan sarana angkutan khusus seperti bus sekolah yg terjamin standar kebersihannya. Sebab, katanya, tidak semua siswa punya kendaraan yang bisa antar jemput karena justru titik krusial adalah ketika siswa justru ada di luar pengawasan sekolah dan rumah. “Ketika bubar sekolah berada di angkutan umum yg belum tentu terjamin keamanan kesehatannya,” ujarnya.
Dia melanjutkan, selama masa pandemi jika digelar tatap muka tentu akan ada resiko penularan dan cluster baru. Ini harus diantisipasi sedini mungkin dengan protocol kesehatan ketat. Tentunya ini juga berimplikasi pada penambahan biaya yang harus ditanggung sekolah terkait biaya penyediaan sarana prasarana dan fasilitas terkait protokol kesehatan di sekolah masing masing.
“Namun metode pembelajaran tatap muka langsung secara fisik tentu tetap yang terbaik bagi peserta didik karena ada atmosfer pembelajaran. Dan juga ada interaksi antar peserta didik sebagai pembelajaran bersosialisasi. Karenanya semua ini perlu memperhatikan hal yang sudah saya sebutkan sebelumnya,” pungkasnya.
Lihat Juga: Wahyudi, Guru Inspirator: Melampaui Keterbatasan, Menembus Segala Hambatan Menjadi Kemungkinan
Himmatul mengatakan, meski program vaksinasi Covid-19 sudah mulai berjalan tapi masih terbatas dan belum bisa mencakup seluruh rakyat Indonesia. Vaksin untuk usia dibawah 18 tahun- usia rata rata peserta didik- belum bisa diberikan meski untuk guru sudah diprioritaskan divaksin.
“Jika pun akan tetap dibuka pembelajaran tatap muka perlu juga pemda memperhatikan keamanan zona wilayahnya. Apakah statusnya masuk zona hijau, zona kuning atau zona merah,” katanya kepada SINDONews, Minggu (21/3/2021).
Dia mengatakan, jika pemerintah pusat atau Kemendikbud akan menetapkan kebijakan pembukaan tatap muka secara nasional harus memperhatikan juga kebijakan pemerintah daerah setempat. Sebab otoritas pendidikan saat ini sudah dibagi kewenangannya dalam otonomi daerah.
Dia juga mendorong adanya koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya. Misalnya dengan Kemenkes dan Satgas Covid. Standar protokol kesehatan ketat harus dibuat oleh pemerintah pusat. “Satgas Covid dibentuk pemerintah harus siaga memantau sekolah yang dibuka apakah menimbulkan cluster baru atau tidak,” katanya.
Dia juga menyarankan agar sebelum dibuka pembelajaran tatap muka perlu adanya simulasi dengan ujicoba disatu sekolah ditiap jenjang dan di zona yang memungkinkan. Misalnya satu sekolah mulai dari PAUD, TK, SD, SMP dan SMA di satu zona hijau dan kuning.
“Kelas hanya diisi oleh 50% siswa dan 50% nya virtual. Dibuat bergiliran ada yang hadir fisik dan daring. Sarana prasarana standar keamanan dan kesehatan harus sudah dipersiapkan oleh sekolah,” katanya.
Dia mengatakan, sebelum masuk kelas pengecekan suhu harus dilakukan. Selain itu juga tersedia alat disinfektan, hand sanitizer di setiap ruang kelas, tempat cuci tangan lengkap dengan sabun, standar toilet yang bersih dan higienis serta kantin sekolah yang bersih juga dari proses pengolahan dan penyajian makananya.
Selain Pemda setempat harus menyediakan sarana angkutan khusus seperti bus sekolah yg terjamin standar kebersihannya. Sebab, katanya, tidak semua siswa punya kendaraan yang bisa antar jemput karena justru titik krusial adalah ketika siswa justru ada di luar pengawasan sekolah dan rumah. “Ketika bubar sekolah berada di angkutan umum yg belum tentu terjamin keamanan kesehatannya,” ujarnya.
Dia melanjutkan, selama masa pandemi jika digelar tatap muka tentu akan ada resiko penularan dan cluster baru. Ini harus diantisipasi sedini mungkin dengan protocol kesehatan ketat. Tentunya ini juga berimplikasi pada penambahan biaya yang harus ditanggung sekolah terkait biaya penyediaan sarana prasarana dan fasilitas terkait protokol kesehatan di sekolah masing masing.
“Namun metode pembelajaran tatap muka langsung secara fisik tentu tetap yang terbaik bagi peserta didik karena ada atmosfer pembelajaran. Dan juga ada interaksi antar peserta didik sebagai pembelajaran bersosialisasi. Karenanya semua ini perlu memperhatikan hal yang sudah saya sebutkan sebelumnya,” pungkasnya.
Lihat Juga: Wahyudi, Guru Inspirator: Melampaui Keterbatasan, Menembus Segala Hambatan Menjadi Kemungkinan
(mpw)