Pancasila dan Bahasa Indonesia Raib, P2G: Ada Keteledoran Tim Penyusun

Senin, 19 April 2021 - 05:20 WIB
loading...
Pancasila dan Bahasa...
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim. Foto/Dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Diduga karena keteledoran tim penyusun.

Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan pihaknya memang mendorong agar ada program dan kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), seperti penyederhanaan kurikulum yang mengubah beberapa nomenklatur teknis. Salah satunya, perlu adanya payung hukum atas kebijakan mengganti Ujian Nasional (UN) dengan Asesmen Nasional (AN)



Perhimpunan Guru menilai PP tersebut telah memuat jelas mengenai nomenklatur AN dan kerangka dasar kurikulum. “Namun, yang disayangkan adalah dalam Pasal 40 (angka 3) tidak lagi memuat Pancasila dan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran atau mata kuliah wajib khususnya di perguruan tinggi,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (16/4).

Pada Pasal 35 Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi termuat jelas mengenai mata kuliah yang harus ada, antara lain, agama, Pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia. “Kami menduga hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia ini merupakan kesalahan tim penyusun, baik secara prosedural, formal, maupun substansial,” ucap Satriwan.

Istilah Pancasila dan Bahasa Indonesia juga seolah-olah hilang dalam struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Dalam PP SNP tersebut hanya ditulis pendidikan kewarganegaraan dan bahasa saja. Pengurus P2G lainnya, Fauzi Abdilah mengatakan pada pasal 37 UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional juga hanya memuat nomenklatur pendidikan kewarganegaran (tanpa Pancasila) dan bahasa (tanpa Indonesia).



Akan tetapi, dalam struktur dan implementasi kurikulum di pendidikan dasar dan menengah, mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan sudah diubah menjadi Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN). Inilah yang termuat dalam struktur kurikulum 2013 di sekolah/madrasah.

Fauzi menerangkan Kemendikbud dan Kementerian Agama (Kemenag) dapat memilih dua opsi mengenai pendidikan Pancasila ini. Pertama, pendidikan Pancasila secara esensial termuat dalam struktur mata pelajaran PPKN. Secara filosofis dan pedagogis cukup terang bahwa pendidikan kewarganegaraan (civic education) di Indonesia berdasarkan dasar negara Pancasila. Bukan ideologi lain.

Kedua, pendidikan Pancasila dijadikan mata pelajaran yang berdiri sendiri. Artinya, Pancasila terpisah dari PPKN. Konsekuensinya, akan menambah beban mata pelajaran baru bagi siswa di setiap jenjang sekolah.

Dampak positifnya, akan menambah jam pelajaran bagi guru dan menguatnya nilai-nilai Pancasila di sekolah. Dengan demikian, proses ideologisasi Pancasila di sekolah lebih terarah dan otonom. Namun, ideologisasi melalui mata pelajaran berpotensi mengembalikan memori kurikulum sekolah di zaman orde baru.

Fauzi menegaskan secara prinsipil, P2G mendukung penguatan materi dan muatan pendidikan Pancasila, baik di jenjang sekolah dasar, menengah, maupun tinggi. Ini untuk membendung makin kuatnya potensi ancaman terhadap negara dan integrasi nasional, baik bersifat ideologis dan politis, seperti pemahaman radikalisme, ekstrimisme, terorisme, dan yang bersifat ekonomi, sosiologi, dan teknologi.
(mpw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4284 seconds (0.1#10.140)