Pupuk Toleransi-Kerukunan, Kampus STIAB Gelar Webinar 'Merajut Kebhinnekaan'
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia terkenal dengan kekayaan alam dan demografis yang melimpah, beraneka ragam suku, ras, agama yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Kebhinnekaan ini tentunya dapat menjadi kesempatan atau ancaman bagi bangsa dan negara. Tergantung bagaimana menyikapinya.
Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia, haruslah selalu dijaga bersama dengan mengarusutamakan dan mengamalkan sila-sila Pancasila, terutama sila ketiga yang menegaskan perihal seluruh masyarakat Indonesia, untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan baik dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama, keamanan, serta latar belakang primordial lainnya terutama suku dan bangsa.
Salah satu upaya untuk mencari solusi yang menjadikan kebhinnekaan sebagai kesempatan dalam mewujudkan ketahanan bangsa adalah melalui webinar bertema “Merajut Kebhinnekaan Untuk Ketahanan Bangsa” yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Agama Buddha (STIAB) SMARATUNGGA dalam rangka hari raya Waisak 2565, Sabtu (29/5).
Dua tokoh dan sekaligus Dewan Pengarah BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) sebagai narasumber, yakni Prof Dr. H. Ahmad Syafii Maarif dan Dr. (H.C) Sudhamek AWS, S.E, S.H. didampingi DR Nyanasuryanadi Mahathera, Ketua Yayasan Buddhayana. Webinar ini diikuti oleh hampir 500 peserta dari kalangan mahasiswa dan umum.
Ketua Yayasan Buddhayana, DR. Nyanasuryanadi Mahathera dalam sambutannya mengatakan pihaknya berharap agar webinar ini dapat menjadi bekal bagi para peserta dalam menjaga toleransi, kerukunan dan persaudaraan yang dilandasi cinta kasih di Negara Republik Indonesia.
Sehingga, lanjut dia, mampu untuk menahan diri dari pandangan maupun sikap-sikap yang mendiskreditkan perbedaan primordial apapun, utamanya karena suku, ras, budaya dan adat istiadat.
"Kita harus mulai merubah pola pikir untuk saling menerima dan menghormati segala perbedaan yang ada. Lebih dari itu kita harus bisa membangun kebiasaan baru yaitu melihat hidup ini dari persamaan bukan perbedaan. Ketika spirit toleransi & persaudaraan yang saling mengasihi ini telah tumbuh pada setiap orang sebagai warga negara Indonesia, niscaya "Bhinneka Tunggal Ika", walau berbeda tapi tetap bersatu maka kedaulatan dan ketahanan bangsa akan kokoh terbentuk,” terangnya.
Dalam paparannya, Sudhamek juga mengemukakan bahwa salah satu solusi dari perspektif ekonomi dan bisnis dalam memaknai Bhinneka Tunggal Ika dapat melalui demokrasi ekonomi yang inklusif demi mewujudkan kedaulatan, kesejahteraan & keadilan. Inilah esensi Ekonomi Pancasila.
Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia, haruslah selalu dijaga bersama dengan mengarusutamakan dan mengamalkan sila-sila Pancasila, terutama sila ketiga yang menegaskan perihal seluruh masyarakat Indonesia, untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan baik dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, agama, keamanan, serta latar belakang primordial lainnya terutama suku dan bangsa.
Salah satu upaya untuk mencari solusi yang menjadikan kebhinnekaan sebagai kesempatan dalam mewujudkan ketahanan bangsa adalah melalui webinar bertema “Merajut Kebhinnekaan Untuk Ketahanan Bangsa” yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Agama Buddha (STIAB) SMARATUNGGA dalam rangka hari raya Waisak 2565, Sabtu (29/5).
Dua tokoh dan sekaligus Dewan Pengarah BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) sebagai narasumber, yakni Prof Dr. H. Ahmad Syafii Maarif dan Dr. (H.C) Sudhamek AWS, S.E, S.H. didampingi DR Nyanasuryanadi Mahathera, Ketua Yayasan Buddhayana. Webinar ini diikuti oleh hampir 500 peserta dari kalangan mahasiswa dan umum.
Ketua Yayasan Buddhayana, DR. Nyanasuryanadi Mahathera dalam sambutannya mengatakan pihaknya berharap agar webinar ini dapat menjadi bekal bagi para peserta dalam menjaga toleransi, kerukunan dan persaudaraan yang dilandasi cinta kasih di Negara Republik Indonesia.
Sehingga, lanjut dia, mampu untuk menahan diri dari pandangan maupun sikap-sikap yang mendiskreditkan perbedaan primordial apapun, utamanya karena suku, ras, budaya dan adat istiadat.
"Kita harus mulai merubah pola pikir untuk saling menerima dan menghormati segala perbedaan yang ada. Lebih dari itu kita harus bisa membangun kebiasaan baru yaitu melihat hidup ini dari persamaan bukan perbedaan. Ketika spirit toleransi & persaudaraan yang saling mengasihi ini telah tumbuh pada setiap orang sebagai warga negara Indonesia, niscaya "Bhinneka Tunggal Ika", walau berbeda tapi tetap bersatu maka kedaulatan dan ketahanan bangsa akan kokoh terbentuk,” terangnya.
Dalam paparannya, Sudhamek juga mengemukakan bahwa salah satu solusi dari perspektif ekonomi dan bisnis dalam memaknai Bhinneka Tunggal Ika dapat melalui demokrasi ekonomi yang inklusif demi mewujudkan kedaulatan, kesejahteraan & keadilan. Inilah esensi Ekonomi Pancasila.