Sejumlah Akademisi Suarakan Pengendalian Tembakau di Kalangan Anak-anak dan Remaja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah akademisi yang berhimpun dalam Aliansi Akademisi Komunikasi untuk Pengendalian Tembakau ( AAKPT ) menggelar advokasi kebijakan terkait tantangan dalam isu pengendalian tembakau di Indonesia. AAKPT mengawali kerjanya dengan menggelar webinar bertajuk "Kebijakan Iklan, Promosi, Sponsor Rokok, dan Kontribusi Akademisi Komunikasi" pada Sabtu (12/6) dengan menggunakan zoom meeting.
Ketua AAKPT, Dr. Eni Maryani yang juga dosen Universitas Padjadjaran , mengungkapkan, AAKPT melihat saat ini perlu ada kerja sama dari berbagai pihak untuk melakukan advokasi kebijakan terkait pengendalian tembakau. Selain itu juga dibutuhkan upaya mengedukasi masyarakat terkait dengan kesadaran mereka dalam hal bahaya rokok terutama di kalangan remaja maupun para orang tua.
Hal ini perlu menjadi perhatian penting karena Fakta Tembakau menyebutkan bahwa Indonesia merupakan pasar rokok tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India. Selain itu berdasarkan laporan WHO, tercatat bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak memiliki kebijakan pelarangan iklan rokok di berbagai media (WHO, 2013).
Ketua Panitia Kiki Soewarso, akademisi dari di Istitut Komunikasi dan Bisnis LSPR, menyampaikan, Webinar ini bertujuan membangun sudut pandang komunikasi mengenai isu kebijakan terkait pengendalian tembakau dalam rangka melindungi anak dan remaja dari terpaan iklan, promosi, sponsor rokok.
Koordinator Pengendalian Sistem Elektronik dan Konten Internet, Kemenkominfo Drs. Anthonius Malau menambahkan, aturan kebijakan pelarangan iklan rokok ini terus akan dibahas dan disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi. “Ini memang tidak mudah, karena belum ada satupun aturan yang tegas melarang, yang menyatakan bahwa iklan rokok ini harus dilarang total,” kata Anthonius.
Sementara itu, Asdep Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Dr. Nancy Dian Anggraeni mengingatkan bahwa Indonesia sedang menunggu bonus demografi pada tahun 2045. Menurutnya, akan sulit menghasilkan generasi muda yang berkualitas di masa depan jika prevalensi perokok pada anak-anak terus meningkat.
"Untuk itu memang terus perlu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengatasi persoalan ini. Kehadiran AAKPT ini akan sangat berarti agar isu pengendalian tembako ini bisa terus dikomunikasikan,” ungkap Nancy dalam keterangan persnya, Senin (14/6).
Sekjen AAKPT, Dr. Lestari Nurhajati mengatakan, Empat dari 7 penyebab merokok pada anak-anak dan remaja itu adalah masalah komunikasi. "Misalnya ketika mereka melihat promosi dan bungkus rokok di berbagai warung dan toko, lalu ketika mereka melihat iklan rokok di televisi, melihat iklan rokok di media luar ruang, juga ketika mereka melihat iklan rokok maupun asosiasi produk rokok di media sosial," kata Lestari Nurhajati.
Ketua AAKPT, Dr. Eni Maryani yang juga dosen Universitas Padjadjaran , mengungkapkan, AAKPT melihat saat ini perlu ada kerja sama dari berbagai pihak untuk melakukan advokasi kebijakan terkait pengendalian tembakau. Selain itu juga dibutuhkan upaya mengedukasi masyarakat terkait dengan kesadaran mereka dalam hal bahaya rokok terutama di kalangan remaja maupun para orang tua.
Hal ini perlu menjadi perhatian penting karena Fakta Tembakau menyebutkan bahwa Indonesia merupakan pasar rokok tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India. Selain itu berdasarkan laporan WHO, tercatat bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tidak memiliki kebijakan pelarangan iklan rokok di berbagai media (WHO, 2013).
Ketua Panitia Kiki Soewarso, akademisi dari di Istitut Komunikasi dan Bisnis LSPR, menyampaikan, Webinar ini bertujuan membangun sudut pandang komunikasi mengenai isu kebijakan terkait pengendalian tembakau dalam rangka melindungi anak dan remaja dari terpaan iklan, promosi, sponsor rokok.
Koordinator Pengendalian Sistem Elektronik dan Konten Internet, Kemenkominfo Drs. Anthonius Malau menambahkan, aturan kebijakan pelarangan iklan rokok ini terus akan dibahas dan disusun oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi. “Ini memang tidak mudah, karena belum ada satupun aturan yang tegas melarang, yang menyatakan bahwa iklan rokok ini harus dilarang total,” kata Anthonius.
Sementara itu, Asdep Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Dr. Nancy Dian Anggraeni mengingatkan bahwa Indonesia sedang menunggu bonus demografi pada tahun 2045. Menurutnya, akan sulit menghasilkan generasi muda yang berkualitas di masa depan jika prevalensi perokok pada anak-anak terus meningkat.
"Untuk itu memang terus perlu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengatasi persoalan ini. Kehadiran AAKPT ini akan sangat berarti agar isu pengendalian tembako ini bisa terus dikomunikasikan,” ungkap Nancy dalam keterangan persnya, Senin (14/6).
Sekjen AAKPT, Dr. Lestari Nurhajati mengatakan, Empat dari 7 penyebab merokok pada anak-anak dan remaja itu adalah masalah komunikasi. "Misalnya ketika mereka melihat promosi dan bungkus rokok di berbagai warung dan toko, lalu ketika mereka melihat iklan rokok di televisi, melihat iklan rokok di media luar ruang, juga ketika mereka melihat iklan rokok maupun asosiasi produk rokok di media sosial," kata Lestari Nurhajati.