Kemendikbudristek: Riset Terapan-Pendidikan Vokasi Dongkrak Pertumbuhan UMKM
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pendidikan vokasi dan UMKM memiliki keterkaitan yang sangat besar. Pasalnya, keduanya menjadi tumpuan penciptaan lapangan kerja sekaligus menciptakan sumber daya yang andal karena pendidikan vokasi berorientasi pada keahlian menciptakan SDM yang siap kerja.
Sementara itu, sektor koperasi dan UMKM merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Namun sayangnya, pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap ketahanan sektor UMKM.
Ketua Umum CEO Business Forum Jahja Sunarjo, mengatakan bahwa dari 64 juta UMKM di Indonesia, sekitar 78 persen sudah di ambang kegalauan atau kesusahan.
“UMKM kita sedang menghadapi tantangan yang sangat berat 15-16 bulan menghadapi pandemi. Dan pemerintah sudah habis-habisan mempertahankan ekonomi, tapi ternyata tidak cukup,” ujar Jahja dalam webinar Seri Diskusi Riset Keilmuan Terapan Pendidikan Tinggi Vokasi dengan tema “Solusi Riset Terapan Vokasi Untuk Resiliensi UMKM” Rabu (14/7/2021).
Menurut Jahja, sektor yang harus menjadi prioritas untuk diselamatkan saat ini adalah UMKM dan koperasi karena keduanya menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dalam 5-10 tahun ke depan. “Kekuatan ekonomi tidak akan lagi bergantung pada konglomerasi, tapi pada koperasi dan UMKM,” ujar Jahja.
Untuk itu, Wientor Rah Mada, Director of Business & Marketing SMESCO Indonesia, mengatakan bahwa digitalisasi menjadi salah satu cara membuat UMKM di Indonesia lebih resilience dan survive.
“Sampai saat ini data UMKM yang sudah onboard digital itu sekitar 13,7 juta. Kami dari KemenkopUKM sedang mendorong agar jumlah UMKM yang onboard digital mencapai 30 juta di tahun 2024. Tapi, definisi digital ini berbeda-beda antara usaha mikro, kecil, dan menengah,” ujar Wientor.
Menurut Wientor, di seluruh Kementerian/Lembaga di Indonesia ada sekitar 3.000 program yang semuanya bertujuan untuk meng-onboarding-kan UMKM ke digital. Karenanya, ia optimistis pada 2024 jumlahnya menjadi 30 juta. Kalau para UMKM sudah memanfaatkan digital untuk bisnis, maka hasilnya akan signifikan terhadap penjualan UMKM itu sendiri.
Selain digitalisasi, kemampuan riset juga menjadi salah satu syarat UMKM untuk dapat berkembang dan berekspansi. Sayangnya, menurut Wientor, para UMKM ini sudah terlalu sibuk dengan produksi mereka sehingga tak sempat untuk riset. “Karena itu, untuk membantu proses riset mereka, dibutuhkanlah pihak ketiga seperti dari vokasi atau akademisi,” ujar Wientor.
Apalagi, Jahja menambahkan, di saat pandemi ini banyak lulusan politeknik, SMK, dan universitas yang tidak tertampung. “Lebih baik mereka kembali ke daerah masing-masing dan menjadi motor UMKM di sana sehingga UMKM kita menjadi lebih tangguh dan memiliki manajerial yang lebih baik. Dan digitalisasi juga akan lebih cepat terjadi karena generasi muda ini yang akan membawa perubahan ke daerahnya masing-masing,” ujar Jahja.
Tim Riset Keilmuan Terapan Kemdikbudristek, Heddy Agah mengatakan, pendidikan vokasi itu sangat membutuhkan tempat untuk pelatihan, dan mau tidak mau harus bekerja sama dengan UMKM serta pelaku industri skala besar atau kecil.
Solusi yang diberikan salah satunya melalui Program Riset Keilmuan Terapan Dalam Negeri – Dosen PT Vokasi, yakni sebuah program yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek dengan sumber dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Program ini, kata Heddy, bertujuan menciptakan riset terapan yang berbasis pada demand driven atau persoalan rill yang dihadapi langsung, baik oleh dunia usaha dan dunia industri (DUDI) maupun masyarakat.
“Kami berusaha menyambungkan apa yang diberikan dunia vokasi dan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat di industri,” ujar Heddy. “Politeknik mendapat pengalaman bagaimana UMKM bekerja, dan UMKM tahu bagaimana cara meningkatkan usaha mereka.”
Selain itu, Kemdikbudristek juga mengembangkan penelitian berbasis demand driven, atau yang didasarkan pada tantangan dan permasalahan nyata yang ada di industri, UMKM dan masyarakat, salah satu contohnya adalah digitalisasi. Keistimewaan dari program ini adalah tim periset yang merupakan akademisi dari pendidikan tinggi vokasi dan mahasiswa harus bekerja secara kolaboratif, integratif, dan multidisiplin.
Sehingga, nantinya yang terlibat adalah insan vokasi dari lintas prodi dengan tujuan untuk menjawab tantangan DUDI, UMKM, serta masyarakat. Dengan demikian, antara vokasi dengan UMKM akan menjadi mitra yang mencari solusi bersama-sama.
Sementara itu, sektor koperasi dan UMKM merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Namun sayangnya, pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap ketahanan sektor UMKM.
Ketua Umum CEO Business Forum Jahja Sunarjo, mengatakan bahwa dari 64 juta UMKM di Indonesia, sekitar 78 persen sudah di ambang kegalauan atau kesusahan.
“UMKM kita sedang menghadapi tantangan yang sangat berat 15-16 bulan menghadapi pandemi. Dan pemerintah sudah habis-habisan mempertahankan ekonomi, tapi ternyata tidak cukup,” ujar Jahja dalam webinar Seri Diskusi Riset Keilmuan Terapan Pendidikan Tinggi Vokasi dengan tema “Solusi Riset Terapan Vokasi Untuk Resiliensi UMKM” Rabu (14/7/2021).
Menurut Jahja, sektor yang harus menjadi prioritas untuk diselamatkan saat ini adalah UMKM dan koperasi karena keduanya menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dalam 5-10 tahun ke depan. “Kekuatan ekonomi tidak akan lagi bergantung pada konglomerasi, tapi pada koperasi dan UMKM,” ujar Jahja.
Untuk itu, Wientor Rah Mada, Director of Business & Marketing SMESCO Indonesia, mengatakan bahwa digitalisasi menjadi salah satu cara membuat UMKM di Indonesia lebih resilience dan survive.
“Sampai saat ini data UMKM yang sudah onboard digital itu sekitar 13,7 juta. Kami dari KemenkopUKM sedang mendorong agar jumlah UMKM yang onboard digital mencapai 30 juta di tahun 2024. Tapi, definisi digital ini berbeda-beda antara usaha mikro, kecil, dan menengah,” ujar Wientor.
Menurut Wientor, di seluruh Kementerian/Lembaga di Indonesia ada sekitar 3.000 program yang semuanya bertujuan untuk meng-onboarding-kan UMKM ke digital. Karenanya, ia optimistis pada 2024 jumlahnya menjadi 30 juta. Kalau para UMKM sudah memanfaatkan digital untuk bisnis, maka hasilnya akan signifikan terhadap penjualan UMKM itu sendiri.
Selain digitalisasi, kemampuan riset juga menjadi salah satu syarat UMKM untuk dapat berkembang dan berekspansi. Sayangnya, menurut Wientor, para UMKM ini sudah terlalu sibuk dengan produksi mereka sehingga tak sempat untuk riset. “Karena itu, untuk membantu proses riset mereka, dibutuhkanlah pihak ketiga seperti dari vokasi atau akademisi,” ujar Wientor.
Apalagi, Jahja menambahkan, di saat pandemi ini banyak lulusan politeknik, SMK, dan universitas yang tidak tertampung. “Lebih baik mereka kembali ke daerah masing-masing dan menjadi motor UMKM di sana sehingga UMKM kita menjadi lebih tangguh dan memiliki manajerial yang lebih baik. Dan digitalisasi juga akan lebih cepat terjadi karena generasi muda ini yang akan membawa perubahan ke daerahnya masing-masing,” ujar Jahja.
Tim Riset Keilmuan Terapan Kemdikbudristek, Heddy Agah mengatakan, pendidikan vokasi itu sangat membutuhkan tempat untuk pelatihan, dan mau tidak mau harus bekerja sama dengan UMKM serta pelaku industri skala besar atau kecil.
Solusi yang diberikan salah satunya melalui Program Riset Keilmuan Terapan Dalam Negeri – Dosen PT Vokasi, yakni sebuah program yang digagas oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek dengan sumber dana dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Program ini, kata Heddy, bertujuan menciptakan riset terapan yang berbasis pada demand driven atau persoalan rill yang dihadapi langsung, baik oleh dunia usaha dan dunia industri (DUDI) maupun masyarakat.
“Kami berusaha menyambungkan apa yang diberikan dunia vokasi dan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat di industri,” ujar Heddy. “Politeknik mendapat pengalaman bagaimana UMKM bekerja, dan UMKM tahu bagaimana cara meningkatkan usaha mereka.”
Selain itu, Kemdikbudristek juga mengembangkan penelitian berbasis demand driven, atau yang didasarkan pada tantangan dan permasalahan nyata yang ada di industri, UMKM dan masyarakat, salah satu contohnya adalah digitalisasi. Keistimewaan dari program ini adalah tim periset yang merupakan akademisi dari pendidikan tinggi vokasi dan mahasiswa harus bekerja secara kolaboratif, integratif, dan multidisiplin.
Sehingga, nantinya yang terlibat adalah insan vokasi dari lintas prodi dengan tujuan untuk menjawab tantangan DUDI, UMKM, serta masyarakat. Dengan demikian, antara vokasi dengan UMKM akan menjadi mitra yang mencari solusi bersama-sama.
(mpw)