Hindari Konflik, Universitas Mercu Buana Kenalkan Komunikasi antar Budaya
loading...
A
A
A
Menghadirkan pembicara dari dalam negeri dan luar negeri. Dari negara Australia (Gaby Yarmias), Portugal (Mia das Neves Syamsu), dan German (Tasha Schumi). Sebagai Keynote Speaker, Dr. Rosmawaty Hilderiah Pandjaitan, S.Sos., M.T. Acara dibuka oleh Kaprodi Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana, Dr. Heri Budianto, M.Si. Acara dipandu oleh MC dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia oleh Rosidah, S.Psi dan bahasa Inggris oleh Fanny Rofalina, S.Kom, dengan moderator oleh Debby Heidelina, S.I.Kom, dan Sugeng Andriyanto sebagai operator.
Diikuti lebih dari 100 peserta, dari dalam dan luar negeri. Termasuk dari Jerman, Moscow (Rusia), Lisabon, Portugal, Prancis, dan Australia. Acara semula diperkirakan dua jam, namun akibat antusias peserta, acara baru berakhir setelah 3 jam lebih, yaitu pukul 17.22 waktu Indonesia bagian Barat.
Banyak pesan bijak dari para narasumber. Sekalipun sudah tinggal lebih dari 10 tahun di luar negeri, narasumber dari luar negeri mengaku tetap cinta dan bangga pada Indonesia, dan tidak lupa juga menabur budaya kebaikan Indonesia kepada semua bangsa melalui komunikasi antar budaya.
Misalnya dengan cara mengibarkan bendera Merah Putih setiap sampai di puncak gunung yang didaki di negara manapun juga, memakai batik atau tenun sebagai pakaian yang menjadi ciri khas Indonesia, memperkenalkan tarian tradisional, adat istiadat, etiket cara bersalaman, bahasa Indonesia, sikap ramah tamah dan tradisi gotong royong, serta lagu dan aneka masakan khas Indonesia, berikut keindahan alam Indonesia.
Berikut sepenggal pesan bijak dan pantun dari Keynote speaker, Dr. Rosmawaty Hilderiah Pandjaitan, atau yang biasa disapa dengan sebutan Bunda Rossa, sebagai salah satu tips agar mampu menabur budaya kebaikan Indonesia kepada semua bangsa melalui komunikasi antar budaya.
Mengutip pesan pijak dari pakar komunikasi, DeVito (1997), “hindarilah kecenderungan untuk mengevaluasi nilai-nilai, kepercayaan, perilaku dari suatu budaya sebagai lebih baik daripada nilai-nilai, kepercayaan dan perilaku dari budaya lain”.
Sedangkan sebagai pantun penutup karya Bunda Rossa, “Cintaku padamu bagaikan nafas, ‘tak akan kutahan agar kau tak lepas. Sejauh & setinggi apapun diriku terbang lepas, Pancasila dan Merah Putih selalu jadi identitas”.
Diikuti lebih dari 100 peserta, dari dalam dan luar negeri. Termasuk dari Jerman, Moscow (Rusia), Lisabon, Portugal, Prancis, dan Australia. Acara semula diperkirakan dua jam, namun akibat antusias peserta, acara baru berakhir setelah 3 jam lebih, yaitu pukul 17.22 waktu Indonesia bagian Barat.
Banyak pesan bijak dari para narasumber. Sekalipun sudah tinggal lebih dari 10 tahun di luar negeri, narasumber dari luar negeri mengaku tetap cinta dan bangga pada Indonesia, dan tidak lupa juga menabur budaya kebaikan Indonesia kepada semua bangsa melalui komunikasi antar budaya.
Misalnya dengan cara mengibarkan bendera Merah Putih setiap sampai di puncak gunung yang didaki di negara manapun juga, memakai batik atau tenun sebagai pakaian yang menjadi ciri khas Indonesia, memperkenalkan tarian tradisional, adat istiadat, etiket cara bersalaman, bahasa Indonesia, sikap ramah tamah dan tradisi gotong royong, serta lagu dan aneka masakan khas Indonesia, berikut keindahan alam Indonesia.
Berikut sepenggal pesan bijak dan pantun dari Keynote speaker, Dr. Rosmawaty Hilderiah Pandjaitan, atau yang biasa disapa dengan sebutan Bunda Rossa, sebagai salah satu tips agar mampu menabur budaya kebaikan Indonesia kepada semua bangsa melalui komunikasi antar budaya.
Mengutip pesan pijak dari pakar komunikasi, DeVito (1997), “hindarilah kecenderungan untuk mengevaluasi nilai-nilai, kepercayaan, perilaku dari suatu budaya sebagai lebih baik daripada nilai-nilai, kepercayaan dan perilaku dari budaya lain”.
Sedangkan sebagai pantun penutup karya Bunda Rossa, “Cintaku padamu bagaikan nafas, ‘tak akan kutahan agar kau tak lepas. Sejauh & setinggi apapun diriku terbang lepas, Pancasila dan Merah Putih selalu jadi identitas”.
(mpw)