Ingin Tahu Suka-Duka Pengajar, Mendikbudristek Bermalam di Rumah Guru
loading...
A
A
A
Duduk santai bersama Ibu Nuri dan keluarga di ruang tamu, Mendikbudristek mengatakan bahwa dirinya menangkap ada benang merah ketika bertemu dengan para calon Guru Penggerak di berbagai daerah di Indonesia.
“Karakter calon Guru Penggerak itu lugas dalam menyampaikan pendapat dan gagasan. Terutama, saya selalu melihat ada keresahan dalam diri guru-guru yang saya temui. Mereka semua ingin melakukan perubahan untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” ujar Nadiem.
Ibu Nuri yang pernah mengenyam delapan tahun sebagai guru dan tiga tahun sebagai kepala sekolah di sekolah Muhammadiyah, kini memilih menjadi guru di sekolah negeri.
Ia mengaku, “Disinilah saya menemukan bahwa benar pendidikan memang harus ditransformasi. Kenapa sekolah negeri pinggiran tempat saya mengajar tidak sebagus sekolah swasta? Kemudian saya merasa tergerak,” tuturnya.
Bercerita soal alasan memilih kembali menjadi guru padahal tadinya sudah menyandang status kepala sekolah, Ibu Nuri menyinggung beban administrasi yang dialami sebagai kepala sekolah sehingga membuatnya tidak leluasa mengajar.
“Ibu sepertinya sepakat dengan saya, bahwa administrasi pendidikan itu tidak sama dengan pembelajaran. Administrasi tidak ada hubungan langsung dengan murid dan hanya mengikuti aturan. Sementara, tugas guru yang sebenarnya adalah untuk fokus memberikan pembelajaran yang bermakna bagi murid,” tanggap Mendikbudristek.
Ibu Nuri langsung menambahkan, “Saya juga suka kebijakan Mas Menteri menghapus UN. Saya senang sekali.” Pembicaraan Mendikbudristek beserta Ibu Nuri dan keluarga berlangsung hangat hingga waktunya istirahat malam.
Sebelum memulai peninjauannya ke SD Muhammadiyah, SMP Taman Dewasa Jetis, SMA Ma’arif dan berdialog dengan kepala-kepala sekolah se-DIY, pada Selasa (14/9), Mendikbudristek menyempatkan berolahraga bersama dan mengunjungi taman wisata yang dikelola Ibu Nuri beserta suami.
“Karakter calon Guru Penggerak itu lugas dalam menyampaikan pendapat dan gagasan. Terutama, saya selalu melihat ada keresahan dalam diri guru-guru yang saya temui. Mereka semua ingin melakukan perubahan untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” ujar Nadiem.
Ibu Nuri yang pernah mengenyam delapan tahun sebagai guru dan tiga tahun sebagai kepala sekolah di sekolah Muhammadiyah, kini memilih menjadi guru di sekolah negeri.
Ia mengaku, “Disinilah saya menemukan bahwa benar pendidikan memang harus ditransformasi. Kenapa sekolah negeri pinggiran tempat saya mengajar tidak sebagus sekolah swasta? Kemudian saya merasa tergerak,” tuturnya.
Bercerita soal alasan memilih kembali menjadi guru padahal tadinya sudah menyandang status kepala sekolah, Ibu Nuri menyinggung beban administrasi yang dialami sebagai kepala sekolah sehingga membuatnya tidak leluasa mengajar.
“Ibu sepertinya sepakat dengan saya, bahwa administrasi pendidikan itu tidak sama dengan pembelajaran. Administrasi tidak ada hubungan langsung dengan murid dan hanya mengikuti aturan. Sementara, tugas guru yang sebenarnya adalah untuk fokus memberikan pembelajaran yang bermakna bagi murid,” tanggap Mendikbudristek.
Ibu Nuri langsung menambahkan, “Saya juga suka kebijakan Mas Menteri menghapus UN. Saya senang sekali.” Pembicaraan Mendikbudristek beserta Ibu Nuri dan keluarga berlangsung hangat hingga waktunya istirahat malam.
Sebelum memulai peninjauannya ke SD Muhammadiyah, SMP Taman Dewasa Jetis, SMA Ma’arif dan berdialog dengan kepala-kepala sekolah se-DIY, pada Selasa (14/9), Mendikbudristek menyempatkan berolahraga bersama dan mengunjungi taman wisata yang dikelola Ibu Nuri beserta suami.
(mpw)