PPIM UIN Jakarta-CSMC Universitas Hamburg Luncurkan Database Manuskrip Nusantara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nusantara , kawasan yang dikenal dengan Asia Tenggara di masa kini, adalah sebuah wilayah yang masyarakatnya memiliki tingkat keragaman yang tinggi. Ribuan etnis tinggal di wilayah yang mencakup dataran Indocina, Semenanjung Malaya, dan kepulauan sekitarnya.
Asia Tenggara adalah laboratorium hidup bagi siapapun yang ingin mempelajari keragaman budaya dan agama di dunia ini. Sebagai laboratorium hidup, Asia Tenggara menyimpan warisan keragaman kebudayaan dari masa silam, termasuk manuskrip. Manuskrip merekam semua aktivitas dan intelektualitas masyarakat Asia Tenggara di masa silam. Persoalan sosial, budaya, adat-istiadat, tradisi upacara, perobatan, agama, hingga rekam jejak konflik sosial tidak luput dari memori kolektif masyarakat Asia Tenggara.
Manuskrip-manuskrip itu ditulis dengan tangan dalam berbagai bahan, bahasa, dan aksara yang mencerminkan keluhuran tradisi masyarakat Asia Tenggara yang beragam. Meski ratusan tahun lalu teknologi modern belum sepenuhnya dikenal, nyatanya tradisi literasi masyarakat Asia Tenggara telah mengakar sejak lama. Jejak intelektualitas mereka telah terekam sejak lama dalam berbagai jenis bahan manuskrip seperti kertas, daun lontar, kulit kayu, bambu, dan bahan-bahan lainnya.
Sayangnya, kini benda cagar budaya itu berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan, terancam rusak, dan hilang. Kondisi alam yang tidak menentu, posisi wilayah rawan bencana, konflik sosial yang sering terjadi di tengah masyarakat, konflik bersenjata di wilayah tertentu, dan ketidakpedulian kita di zaman sekarang adalah ancaman-ancaman yang sedang dihadapi oleh manuskrip Asia Tenggara. Secarik saja manuskrip hilang, maka lenyaplah jejak peradaban masyarakat Asia Tenggara di masa silam.
Memiliki kekayaan melimpah, namun generasi mendatang terancam tidak mampu menikmatinya. Inilah yang membuat Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia, dan Centre for the Study of Manuscript Cultures (CSMC) Universitas Hamburg, Jerman, berinisiatif untuk membuat sebuah program yang bernama “Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA)”
Didukung oleh Arcadia Foundation di Inggris, program ini dipimpin oleh dua professor terkemuka dalam bidang pernaskahan Nusantara yaitu Profesor Oman Fathurahman (PPIM) dan Profesor Jan van der Putten (CSMC).
DREAMSEA adalah program pelestarian manuskrip-manuskrip di Asia Tenggara. Profesor Jan van der Putten mengemukakan alasan mengapa Asia Tenggara menjadi fokus dalam program ini. Menurut ahli manuskrip Melayu ini, melestarikan manuskrip Asia Tenggara berarti turut serta dalam merawat keragaman wilayah yang semakin lama semakin terancam punah. Gelombang modernisasi juga memaksa kelompok etnis dan budaya yang kecil semakin terpinggirkan.
DREAMSEA mengadvokasi para pemilik manuskrip perorangan agar mau merawat koleksi peninggalan leluhurnya. Selain memberikan pemahaman dan tata cara perawatan fisiknya, DREAMSEA juga membantu pengawetan isi manuskripnya melalui teknologi digitalisasi atau mengalihmediakan manuskrip menjadi bentuk foto digital. Adapun fisik manuskripnya tetap dipegang oleh pemiliknya dan diberi tempat penyimpanan baru yang lebih layak.
Asia Tenggara adalah laboratorium hidup bagi siapapun yang ingin mempelajari keragaman budaya dan agama di dunia ini. Sebagai laboratorium hidup, Asia Tenggara menyimpan warisan keragaman kebudayaan dari masa silam, termasuk manuskrip. Manuskrip merekam semua aktivitas dan intelektualitas masyarakat Asia Tenggara di masa silam. Persoalan sosial, budaya, adat-istiadat, tradisi upacara, perobatan, agama, hingga rekam jejak konflik sosial tidak luput dari memori kolektif masyarakat Asia Tenggara.
Manuskrip-manuskrip itu ditulis dengan tangan dalam berbagai bahan, bahasa, dan aksara yang mencerminkan keluhuran tradisi masyarakat Asia Tenggara yang beragam. Meski ratusan tahun lalu teknologi modern belum sepenuhnya dikenal, nyatanya tradisi literasi masyarakat Asia Tenggara telah mengakar sejak lama. Jejak intelektualitas mereka telah terekam sejak lama dalam berbagai jenis bahan manuskrip seperti kertas, daun lontar, kulit kayu, bambu, dan bahan-bahan lainnya.
Sayangnya, kini benda cagar budaya itu berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan, terancam rusak, dan hilang. Kondisi alam yang tidak menentu, posisi wilayah rawan bencana, konflik sosial yang sering terjadi di tengah masyarakat, konflik bersenjata di wilayah tertentu, dan ketidakpedulian kita di zaman sekarang adalah ancaman-ancaman yang sedang dihadapi oleh manuskrip Asia Tenggara. Secarik saja manuskrip hilang, maka lenyaplah jejak peradaban masyarakat Asia Tenggara di masa silam.
Memiliki kekayaan melimpah, namun generasi mendatang terancam tidak mampu menikmatinya. Inilah yang membuat Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia, dan Centre for the Study of Manuscript Cultures (CSMC) Universitas Hamburg, Jerman, berinisiatif untuk membuat sebuah program yang bernama “Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA)”
Didukung oleh Arcadia Foundation di Inggris, program ini dipimpin oleh dua professor terkemuka dalam bidang pernaskahan Nusantara yaitu Profesor Oman Fathurahman (PPIM) dan Profesor Jan van der Putten (CSMC).
DREAMSEA adalah program pelestarian manuskrip-manuskrip di Asia Tenggara. Profesor Jan van der Putten mengemukakan alasan mengapa Asia Tenggara menjadi fokus dalam program ini. Menurut ahli manuskrip Melayu ini, melestarikan manuskrip Asia Tenggara berarti turut serta dalam merawat keragaman wilayah yang semakin lama semakin terancam punah. Gelombang modernisasi juga memaksa kelompok etnis dan budaya yang kecil semakin terpinggirkan.
DREAMSEA mengadvokasi para pemilik manuskrip perorangan agar mau merawat koleksi peninggalan leluhurnya. Selain memberikan pemahaman dan tata cara perawatan fisiknya, DREAMSEA juga membantu pengawetan isi manuskripnya melalui teknologi digitalisasi atau mengalihmediakan manuskrip menjadi bentuk foto digital. Adapun fisik manuskripnya tetap dipegang oleh pemiliknya dan diberi tempat penyimpanan baru yang lebih layak.