Banji Jamping Guru Visioner

Jum'at, 19 November 2021 - 07:17 WIB
loading...
A A A
baca juga: ISODEL 2021 Digelar Desember, Kemendikbudristek Targetkan 1.000 Partisipan

Paul membongkar cura personalis (Latin) yang berarti perhatian secara pribadi untuk setiap orang yang menyandang profesi guru. Cura berarti perhatian. Personalis berarti pribadi. Dalam ranah pendidikan, cura personalis berarti setiap pelajar dikelola secara pribadi, unik, dan khusus. Pelajar tidak dijadikan objek atau robot, tetapi diselami sebagai pribadi manusia yang harus diperhatikan, butuh didampingi.

Pelajar bukanlah robot atau siborg yang diperlakukan sama persis, tetapi cetaklah menjadi pribadi unik dengan segala persoalan dan kemajuannya. Namun, perlu diperhatikan secara khusus dengan kekhasan dan keadaannya. Cura personalis berarti menugasi guru memperhatikan dan menaruh perhatian secara pribadi kepada setiap pelajar.

Menelusur nalar Paul ini layaknya menyeruput barisan opini renyah seputar guru yang merdeka, tidak hanya guru sains semata seperti tersurat di sampul. Tamsilnya, menonjollah satire yang men-trending-kan jenama profesi. Lantip, lungit, dan jatmika menjadi tipikal paparan. Bagi sesama guru yang tidak kebak kawruh tentang dedikasi dan integritas, tentu buru-buru melontar cap jemawa. Jatuhlah moto klasik “digugu lan ditiru” untuk sandangan guru pada era digital-virtual ini!

baca juga: Dua Tahun Pemerintahan: Gebrakan Kemendikbudristek Wujudkan SDM Unggul

Kaum awam, guru, dan kaum literat (melek huruf) wajib paham. Ada lima bagian yang terdiri atas dua puluh tiga bab. Tidak bisa dimungkiri bahwa pembelajaran era digital-virtual menelikung sekaligus guru dan pelajar, bukan hanya guru sains belaka. Tidak sedikit guru yang mengarus, lalu hanya menghanyutkan diri.

Imbasnya, tunaslah pribadi-pribadi semu yang senantiasa menuntut syarat. Gelitiklah dengan sedikit istilah nakal: guru-semu, pengajar-semu, pendidik-semu. Bahkan, mengajar-semu dengan unjuk PPT, aplikasi, atau media gawai. Nah, gagah dan jemawalah. Akan tetapi, ada mentalitas guru yang lesap. Di antaranya kegagahan buku-buku teks ajar tidak bisa lagi diandalkan. Kurikulum makin membangkai tidak teruji. Guru ribut ilmu antargenerasi. Institusi menggembosi profesi (apa pun) dengan dalih seragam sertifikasi.

baca juga: Kemendikbudristek Sebut 4 Universitas Siber Lahir Setahun Terakhir

Inilah deret satirenya. Guru tidak lagi merdeka. Semu. Digitalisasi-virtualisasi membunuh nyali guru. Artinya, siapa pun guru yang tidak peka atau tidak adaptif tersangkut digital, ia tergilas informasi. Hebatnya, informasi terkini adalah humus bagi para pelajar. Gilanya, tidak sedikit pelajar terkini sudah tergila-gila gawai, gadget, atau medsos, dan informasi.

Para pelajar terkini adalah anak gadget. Jadi, ilmu, pengetahuan, dan wawasan tergres sudah diperangkap alat canggih yang setiap saat bisa diunduh dengan kelincahan jemari. Jadilah barisan homo digitalis. Karenanya, jadilah guru pembelajar, bukan semata-mata guru pengajar. Bukan zamannya lagi mengelap-lap keemasan Oemar Bakri.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3583 seconds (0.1#10.140)