Organisasi Guru Beri 3 Catatan Kritis Terkait Pemerkosaan Santriwati di Bandung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru ( P2G ) sangat prihatin dan mengecam perbuatan oknum guru salah satu pesantren di kota Bandung. Guru bejat tersebut melakukan tindakan kekerasan seksual kepada 12 santriwati rata-rata berumur 16-17 tahun mengakibatkan 8 santri sampai melahirkan, 2 lainnya hamil.
P2G memberikan 3 catatan kritis sebagai evaluasi sekaligus rekomendasi, agar kekerasan apapun bentuknya tidak terulang lagi di satuan pendidikan, baik sekolah, madrasah, maupun satuan pendidikan agama lainnya seperti: pesantren , seminari, pasraman, dan dhammasekha.
Pertama, perihal kasus kekerasan seksual oleh guru pesantren di Kota Bandung, P2G meminta aparat kejaksaan menuntut maksimal dan hakim di pengadilan memutuskan vonis setinggi-tingginya kepada tersangka.
“Hukuman maksimal penjara seumur hidup dan kebiri kimia bagi oknum guru, agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat, jangan sekali-sekali meniru perbuatan hina itu,” ungkap Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G melalui siaran pers, Jumat (10/12/2021).
Menurutnya, apalagi yang bersangkutan merupakan guru yang semestinya menjadi teladan, digugu dan ditiru, membangun karakter bagi muridnya. Pesantren atau lembaga pendidikan seharusnya menjadi ruang aman, nyaman, dan sehat untuk proses mendukung tumbuh kembang anak secara individual, intelektual, spiritual, dan sosial, bukan sebaliknya. Faktor inilah yang dapat menjadi pemberatan hukuman kepada oknum guru.
P2G mengapresiasi langkah sigap Pemprov Jabar yang memberikan konseling dan pendampingan trauma healing bagi korban. “P2G juga meminta LPSK memberikan perlindungan, ada potensi perundungan kepada korban atau saksi dari pihak tertentu, mengingat pelaku kan tokoh agama yang cukup disegani di kota Bandung,” lanjut guru madrasah ini.
P2G berharap masyarakat tidak menyalahkan korban dan keluarganya. Masyarakat mesti dididik untuk empati kepada keluarga korban kekerasan seksual, apalagi mayoritas mereka adalah usia anak di bawah 18 tahun.
Kedua, karakteristik kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan berbasis agama umumnya dilakukan oleh guru atau pengasuh. Mereka orang dewasa dan berkedudukan sebagai pengajar resmi. Ada pemilik lembaga pendidikan dan juga tenaga pendidik yang direkrut yayasan.
P2G memberikan 3 catatan kritis sebagai evaluasi sekaligus rekomendasi, agar kekerasan apapun bentuknya tidak terulang lagi di satuan pendidikan, baik sekolah, madrasah, maupun satuan pendidikan agama lainnya seperti: pesantren , seminari, pasraman, dan dhammasekha.
Pertama, perihal kasus kekerasan seksual oleh guru pesantren di Kota Bandung, P2G meminta aparat kejaksaan menuntut maksimal dan hakim di pengadilan memutuskan vonis setinggi-tingginya kepada tersangka.
“Hukuman maksimal penjara seumur hidup dan kebiri kimia bagi oknum guru, agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat, jangan sekali-sekali meniru perbuatan hina itu,” ungkap Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G melalui siaran pers, Jumat (10/12/2021).
Menurutnya, apalagi yang bersangkutan merupakan guru yang semestinya menjadi teladan, digugu dan ditiru, membangun karakter bagi muridnya. Pesantren atau lembaga pendidikan seharusnya menjadi ruang aman, nyaman, dan sehat untuk proses mendukung tumbuh kembang anak secara individual, intelektual, spiritual, dan sosial, bukan sebaliknya. Faktor inilah yang dapat menjadi pemberatan hukuman kepada oknum guru.
P2G mengapresiasi langkah sigap Pemprov Jabar yang memberikan konseling dan pendampingan trauma healing bagi korban. “P2G juga meminta LPSK memberikan perlindungan, ada potensi perundungan kepada korban atau saksi dari pihak tertentu, mengingat pelaku kan tokoh agama yang cukup disegani di kota Bandung,” lanjut guru madrasah ini.
P2G berharap masyarakat tidak menyalahkan korban dan keluarganya. Masyarakat mesti dididik untuk empati kepada keluarga korban kekerasan seksual, apalagi mayoritas mereka adalah usia anak di bawah 18 tahun.
Kedua, karakteristik kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan berbasis agama umumnya dilakukan oleh guru atau pengasuh. Mereka orang dewasa dan berkedudukan sebagai pengajar resmi. Ada pemilik lembaga pendidikan dan juga tenaga pendidik yang direkrut yayasan.