Hari Perempuan Internasional, Kenali 5 Sastrawan Perempuan Indonesia yang Telah Mendunia
loading...
A
A
A
Leila S. Chudori bukanlah nama yang asing dalam dunia sastra Indonesia. Sejak usia 11 tahun, saat masih duduk di kelas V SD, ia telah mempublikasikan karyanya di majalah. Cerpen pertamanya yang berjudul “Pesan Sebatang Pohon Pisang” dimuat di majalah anak-anak Si Kuncung (1973).
Sejak itulah, ia memulai karier menulisnya dan melahirkan karya-karyanya. Setelah kuliah, ia mulai menulis cerpen-cerpen yang lebih serius dan dimuat di majalah sastra Horison, surat kabar Kompas Minggu, Sinar Harapan, serta majalah Zaman dan Matra.
Perempuan kelahiran 12 Desember 1962 ini adalah seorang wartawan. Ia berhasil menyabet penghargaan South East Asia Write Award pada 2020 atas novelnya, Laut Bercerita. Hingga saat ini ia telah menerbitkan tujuh karya yang terdiri dari novel, kumpulan cerpen, dan lain-lain.
5. Djenar Maesa Ayu
Djenar Maesa Ayu atau yang akrab disapa Nai adalah penulis yang berbakat. Nai yang lahir di Jakarta, 14 Januari 1973 berasal dari keluarga seniman. Nai memulai menggeluti menulis dengan menemui sejumlah sastrawan seperti Budi Darma, Seno Gumira Ajidarma, dan Sutardji Calzoum Bachri.
Salah satu ciri karyanya adalah temanya dunia perempuan dan seksualitas. Karya pertamanya adalah cerpen “Lintah” (2002) yang bertema feminisme dan dimuat di Kompas. Buku pertama Nai berupa kumpulan cerpen yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! (2004).
Buku itu telah dicetak ulang delapan kali dan masuk dalam sepuluh buku terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003. Buku itu diterbitkan dalam bahasa Inggris. Kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) juga mendapat penghargaan lima besar Khatulistiwa Literary Award 2004.
Cerpen “Menyusu Ayah” menjadi Cerpen Terbaik 2003 versi Jurnal Perempuan dan diterjemahkan oleh Richard Oh. ke dalam bahasa Inggris dengan judul “Suckling Father” untuk dimuat dalam Jurnal Perempuan versi bahasa Inggris khusus edisi karya terbaik.
Sejak itulah, ia memulai karier menulisnya dan melahirkan karya-karyanya. Setelah kuliah, ia mulai menulis cerpen-cerpen yang lebih serius dan dimuat di majalah sastra Horison, surat kabar Kompas Minggu, Sinar Harapan, serta majalah Zaman dan Matra.
Perempuan kelahiran 12 Desember 1962 ini adalah seorang wartawan. Ia berhasil menyabet penghargaan South East Asia Write Award pada 2020 atas novelnya, Laut Bercerita. Hingga saat ini ia telah menerbitkan tujuh karya yang terdiri dari novel, kumpulan cerpen, dan lain-lain.
5. Djenar Maesa Ayu
Djenar Maesa Ayu atau yang akrab disapa Nai adalah penulis yang berbakat. Nai yang lahir di Jakarta, 14 Januari 1973 berasal dari keluarga seniman. Nai memulai menggeluti menulis dengan menemui sejumlah sastrawan seperti Budi Darma, Seno Gumira Ajidarma, dan Sutardji Calzoum Bachri.
Salah satu ciri karyanya adalah temanya dunia perempuan dan seksualitas. Karya pertamanya adalah cerpen “Lintah” (2002) yang bertema feminisme dan dimuat di Kompas. Buku pertama Nai berupa kumpulan cerpen yang berjudul Mereka Bilang, Saya Monyet! (2004).
Buku itu telah dicetak ulang delapan kali dan masuk dalam sepuluh buku terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003. Buku itu diterbitkan dalam bahasa Inggris. Kumpulan cerpen Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu) juga mendapat penghargaan lima besar Khatulistiwa Literary Award 2004.
Cerpen “Menyusu Ayah” menjadi Cerpen Terbaik 2003 versi Jurnal Perempuan dan diterjemahkan oleh Richard Oh. ke dalam bahasa Inggris dengan judul “Suckling Father” untuk dimuat dalam Jurnal Perempuan versi bahasa Inggris khusus edisi karya terbaik.
(nz)