Mayoritas Sekolah di Zona Hijau Belum Siap Belajar Tatap Muka
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah memutuskan untuk membuka kembali kegiatan sekolah secara tatap muka di wilayah zona hijau . Namun belum sepenuhnya sekolah menyatakan siap untuk mengaktifkan lagi belajar tatap muka secara langsung.
Hal itu diketahui dari survei Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) selama 6-8 Juni 2020 terkait kesiapan sekolah dalam menghadapi kenormalan baru seandainya sekolah dibuka kembali. Ada 1.656 responden yang meliputi guru, kepala sekolah, manajemen sekolah atau yayasan dari berbagai jenjang pendidikan dasar hingga menengah di 34 Provinsi dan 245 kota/kabupaten seluruh wilayah Indonesia.
"Mayoritas sekolah yang menjadi responden survei ini terletak di daerah dengan status zona hijau . Lalu disusul kemudia zona merah kuning dan oranye," kata Wasekjen FSGI Satriwan Salim dalam paparannya, Selasa (16/6/2020).( )
Sebanyak 55,1% responden menjawab sekolah belum memenuhi semua kebutuhan pokok yang dibutuhkan dalam menghadapi kenormalan baru. Adapun yang sudah siap sebanyak 21,3%. "Artinya, banyak sekolah termasuk di zona hijau itu belum siap untuk dibuka kembali," katanya.
Bila dikaitkan waktu yang tepat membuka sekolah kembali, lanjut Satriwan, mayoritas sekolah tersebut meminta sekolah dibuka kapan saja jika kondisi sudah normal. Sementara, sebanyak 20,8% responden menyarankan sekolah dibuka pada tahun ajaran baru Juli 2020. Adapun sisanya yaitu 16,2% meminta aktivitas belajar tatap muka di sekolah dimulai awal semester genap atau Januari 2021.
Hanya, ada beberapa kendala yang dialami sekolah jika jadi dibuka. Sebanyak 53,4% menjawab kendala kesiapan sarana-prasarana atau infrastruktur sekolah yang mendukung kenormalan baru. Kemudian, 49,2% mencakup protokol kesehatan dan 47% berkaitan kesiapan anggaran.( )
Kendala lainnya yaitu sosialisasi kepada orang tua dan siswa sebanyak 46,6%. Selanjutnya, 43,8% mencakup koordinasi dengan semua pemangku kepentingan, 39,3% terkait aturan teknis di sekolah, waktu persiapan yang terbatas 37,6% dan kesiapan manajemen 34,5% serta kesiapan guru 30,6%.
"Memang dari hasil survei itu, dua kendala utamanya lebih pada kesiapan infrastruktur dan anggarannya," kata Satriwan.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyatakan pelaksanaan pembelajaran tahun ajaran baru tetap berjalan sesuai kalender pendidikan pada pertengahan Juli nanti. Namun, kegiatan belajar mengajar tatap muka hanya diizinkan bagi sekolah di daerah zona hijau atau bebas dari dampak COVID-19.
"Hanya sekolah-sekolah di zona hijau saja yang boleh melakukan belajar tatap muka seperti biasa. Tapi daerah zona kuning, oranye dan merah sesuai kesepakatan bersama dengan Gugus Tugas Pusat, dilarang melakukan saat ini untuk pembelajaran tatap muka," kata Nadiem dalam telekonferensi pers, Senin (15/6/2020).
Saat ini, menurut catatannya, kurang dari 90 kabupaten/kota yang masuk daerah zona hijau. Sisanya masih kategori daerah zona kuning, oranye, dan merah sehingga tidak diizinkan kegiatan pembelajaran tetap melalui jarak jauh (PJJ) baik secara daring maupun luring.
Hal itu diketahui dari survei Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) selama 6-8 Juni 2020 terkait kesiapan sekolah dalam menghadapi kenormalan baru seandainya sekolah dibuka kembali. Ada 1.656 responden yang meliputi guru, kepala sekolah, manajemen sekolah atau yayasan dari berbagai jenjang pendidikan dasar hingga menengah di 34 Provinsi dan 245 kota/kabupaten seluruh wilayah Indonesia.
"Mayoritas sekolah yang menjadi responden survei ini terletak di daerah dengan status zona hijau . Lalu disusul kemudia zona merah kuning dan oranye," kata Wasekjen FSGI Satriwan Salim dalam paparannya, Selasa (16/6/2020).( )
Sebanyak 55,1% responden menjawab sekolah belum memenuhi semua kebutuhan pokok yang dibutuhkan dalam menghadapi kenormalan baru. Adapun yang sudah siap sebanyak 21,3%. "Artinya, banyak sekolah termasuk di zona hijau itu belum siap untuk dibuka kembali," katanya.
Bila dikaitkan waktu yang tepat membuka sekolah kembali, lanjut Satriwan, mayoritas sekolah tersebut meminta sekolah dibuka kapan saja jika kondisi sudah normal. Sementara, sebanyak 20,8% responden menyarankan sekolah dibuka pada tahun ajaran baru Juli 2020. Adapun sisanya yaitu 16,2% meminta aktivitas belajar tatap muka di sekolah dimulai awal semester genap atau Januari 2021.
Hanya, ada beberapa kendala yang dialami sekolah jika jadi dibuka. Sebanyak 53,4% menjawab kendala kesiapan sarana-prasarana atau infrastruktur sekolah yang mendukung kenormalan baru. Kemudian, 49,2% mencakup protokol kesehatan dan 47% berkaitan kesiapan anggaran.( )
Kendala lainnya yaitu sosialisasi kepada orang tua dan siswa sebanyak 46,6%. Selanjutnya, 43,8% mencakup koordinasi dengan semua pemangku kepentingan, 39,3% terkait aturan teknis di sekolah, waktu persiapan yang terbatas 37,6% dan kesiapan manajemen 34,5% serta kesiapan guru 30,6%.
"Memang dari hasil survei itu, dua kendala utamanya lebih pada kesiapan infrastruktur dan anggarannya," kata Satriwan.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyatakan pelaksanaan pembelajaran tahun ajaran baru tetap berjalan sesuai kalender pendidikan pada pertengahan Juli nanti. Namun, kegiatan belajar mengajar tatap muka hanya diizinkan bagi sekolah di daerah zona hijau atau bebas dari dampak COVID-19.
"Hanya sekolah-sekolah di zona hijau saja yang boleh melakukan belajar tatap muka seperti biasa. Tapi daerah zona kuning, oranye dan merah sesuai kesepakatan bersama dengan Gugus Tugas Pusat, dilarang melakukan saat ini untuk pembelajaran tatap muka," kata Nadiem dalam telekonferensi pers, Senin (15/6/2020).
Saat ini, menurut catatannya, kurang dari 90 kabupaten/kota yang masuk daerah zona hijau. Sisanya masih kategori daerah zona kuning, oranye, dan merah sehingga tidak diizinkan kegiatan pembelajaran tetap melalui jarak jauh (PJJ) baik secara daring maupun luring.
(abd)