Dosen UNS Berbagi Pengalaman Jalani Ramadhan di Amerika Serikat
loading...
A
A
A
Baca juga: Seleksi Guru PPPK Tahap 3 Digabung Formasi 2022, Ini Penjelasan Panselnas
Komunitas muslim di BGSU juga melaksanakan berbagai ibadah bersama seperti salat tarawih berjamaah dan kajian sehabis salat subuh. Selain itu, mereka juga sering berbuka bersama dengan membawa bekal masing-masing.
“Ya meskipun demikian saya tetap nggak bisa menemukan kolak di pinggir jalan kalau di sini,” ungkap Taufiq disusul dengan tawa.
Dosen yang merampungkan pendidikan masternya di Universiteit Utrecht, Belanda ini menjelaskan dirinya berpuasa selama 15 jam di sana. Meskipun lebih lama daripada berpuasa di Indonesia, Taufiq mengatakan bahwa cuaca di sana sangat mendukung untuk berpuasa.
“Saya sangat bersyukur karena bulan ini masuk musim semi jadi tidak sesulit saat musim panas. Temperatur di sini di bawah 10 derajat Celsius. Satu minggu sebelum Ramadhan juga turun salju di sini, jadi udaranya pas,” kata Taufiq.
Menyerukan Islam Damai di Amerika
Meskipun jumlah masyarakat muslim di Amerika meningkat, banyak warga yang masih belum paham tentang Islam. Selain itu, masyarakat Amerika juga masih trauma dengan serangan 11 September 2001.
Untuk mengatasi hal tersebut, komunitas muslim di Amerika berusaha untuk menyerukan Islam damai. Berbagai hal dilakukan seperti membuka stand Islam di kampus BGSU. Komunitas muslim di BGSU membuat selebaran yang menjelaskan tentang Islam. Selebaran tersebut kemudian dibagikan kepada pengunjung stand.
Selain itu, Ramadhan ini juga dijadikan sebagai sarana menyerukan Islam damai. Salah satu caranya yakni masyarakat muslim menyelenggarakan salat tarawih di Times Square, New York.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, ratusan umat Islam di Amerika berkumpul di jantung New York tersebut untuk menggelar tarawih sebagai penanda mulainya Ramadhan. Taufiq memandang hal ini sebagai salah satu upaya mengenalkan Islam yang ramah.
Komunitas muslim di BGSU juga melaksanakan berbagai ibadah bersama seperti salat tarawih berjamaah dan kajian sehabis salat subuh. Selain itu, mereka juga sering berbuka bersama dengan membawa bekal masing-masing.
“Ya meskipun demikian saya tetap nggak bisa menemukan kolak di pinggir jalan kalau di sini,” ungkap Taufiq disusul dengan tawa.
Dosen yang merampungkan pendidikan masternya di Universiteit Utrecht, Belanda ini menjelaskan dirinya berpuasa selama 15 jam di sana. Meskipun lebih lama daripada berpuasa di Indonesia, Taufiq mengatakan bahwa cuaca di sana sangat mendukung untuk berpuasa.
“Saya sangat bersyukur karena bulan ini masuk musim semi jadi tidak sesulit saat musim panas. Temperatur di sini di bawah 10 derajat Celsius. Satu minggu sebelum Ramadhan juga turun salju di sini, jadi udaranya pas,” kata Taufiq.
Menyerukan Islam Damai di Amerika
Meskipun jumlah masyarakat muslim di Amerika meningkat, banyak warga yang masih belum paham tentang Islam. Selain itu, masyarakat Amerika juga masih trauma dengan serangan 11 September 2001.
Untuk mengatasi hal tersebut, komunitas muslim di Amerika berusaha untuk menyerukan Islam damai. Berbagai hal dilakukan seperti membuka stand Islam di kampus BGSU. Komunitas muslim di BGSU membuat selebaran yang menjelaskan tentang Islam. Selebaran tersebut kemudian dibagikan kepada pengunjung stand.
Selain itu, Ramadhan ini juga dijadikan sebagai sarana menyerukan Islam damai. Salah satu caranya yakni masyarakat muslim menyelenggarakan salat tarawih di Times Square, New York.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, ratusan umat Islam di Amerika berkumpul di jantung New York tersebut untuk menggelar tarawih sebagai penanda mulainya Ramadhan. Taufiq memandang hal ini sebagai salah satu upaya mengenalkan Islam yang ramah.