Lulus dari ITB, George Rancang Lapas dengan Pendekatan Arsitektur Humanis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahasiswa Arsitektur Institut Teknologi Bandung ( ITB ) George Michael membuat Tugas Akhir (TA) dengan judul yang menggugah rasa ingin tahu. Dia merancang lapas dengan pendekatan arsitektur yang humanis.
Lulus dari program studi dambaan di Institut Teknologi Bandung merupakan target yang dicita-citakan oleh seluruh mahasiswa ITB. Untuk mencapai tahap tersebut, seluruh mahasiswa sarjana diwajibkan melewati suatu tahap final, yaitu TA.
Baca: Twitter Space SINDOnews: Potret Kehidupan Manusia Ibu Kota dalam Pandangan Dea Anugrah
TA umumnya menjadi ajang uji kreativitas dan kemampuan analitik mahasiswa setelah menempuh pendidikan di ITB. Itulah yang terjadi pada 1.040 wisudawan sarjana yang resmi lulus dari Kampus Gajah kemarin.
Bila umumnya mahasiswa dunia perancangan membahas topik kebudayaan, pariwisata atau ruang publik massa, lain halnya dengan mahasiswa yang satu ini.
George Michael, atau yang akrab disapa George, merupakan mahasiswa Arsitektur ITB angkatan tahun 2018. Pria kelahiran Jakarta ini mengerjakan penelitian bertajuk “Memanusiakan Warga Binaaan: Perancangan Lembaga Pemasyarakatan dengan Pendekatan Arsitektur Humanis”.
Singkat, George mengkaji desain lapas/penjara untuk tugas akhirnya. Sebuah topik yang selama ini dianggap tidak penting, kini menjadi sebuah penyadaran luar biasa kepada masyarakat awam.
Kelancaran George dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tak lepas dari dukungan suportif dosen pembimbing. Di bawah arahan Dr. Ir. Woerjantari Kartidjo, M.T., George selalu diingatkan untuk banyak mengeksplor image (gambaran) dan informasi lapas via buku dan film. Sang dosen pembimbing juga tak lepas memberikan pandangan dan diskusi terkait keamanan dan kebutuhan di Lapas.
Ide untuk mengkaji desain lapas dari sisi arsitekturalnya ini muncul dari keprihatinan pribadi George. Selama berkuliah di ITB, George pernah terlibat dalam salah satu kepanitian yang mencanangkan slogan “Memanusiakan Manusia”. Namun, dia merasa bahwa implementasinya di masyarakat nyata masih amat minim.
“Saat itu saya merasa, walaupun sudah sering mendengar slogan ini, tapi tetap saja tidak direalisasikan. Dari hal inilah saya terinspirasi untuk menerapkan prinsip yang sama, namun untuk aplikasi ke desain Lembaga Pemasyarakatan (Lapas),” ujar George menjelaskan latar belakang pengerjaan tugas akhirnya, dikutip dari laman ITB, Selasa (26/7/2022).
“Sebelum akhirnya memutuskan untuk mengambil kasus rancangan lapas, saya sempat memikirkan tempat pembinaan lainnya, seperti Pusat Rehabilitasi Narkoba, Rehabilitasi ODGJ, dan sebagainya. Hal ini karena dari dulu saya memang tertarik dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia dan kemanusiaan. Namun, saya akhirnya memutuskan untuk ambil topik ini karena menarik dan jarang dibahas dalam diskursus arsitektur,” tambahnya.
Menurutnya, pembinaan institusi kemasyarakatan seperti Lapas ini selain harus berdiri dengan aturan dan kebijakan-kebijakan hukum sebagai pilar utamanya, juga harus disokong dari aspek desain. Apabila kedua unsur ini dijalankan bersama, maka program pembinaan masyarakat akan mampu dioptimalkan.
Baca juga: 11 Artis Indonesia yang Juga Berprofesi sebagai Dokter, Nomor 4 Aktif Kegiatan Sosial
Ketika ditanya mengenai harapan apa yang George miliki terhadap topik kajiannya ini, dia menjelaskan bahwa besar harapannya ke depannya terhadap partisipasi arsitek dalam institusi pemasyarakatan.
Selain itu, dia juga berharap sekiranya masyarakat umum perlahan-lahan dapat mengubah mindset terkait narapidana. “Narapidana di penjara harusnya dapat dibina dan diberikan pelatihan agar mereka siap ketika kembali ke masyarakat,” tambahnya.
“Untuk teman-teman dan adik-adik semua, jangan takut beda dan jangan takut salah. Manfaatkan kesempatan sebaik mungkin selagi masih menjadi mahasiswa. Alias, ini waktunya belajar, salah, dan akhirnya memperbaiki kesalahan itu. Coba untuk terapkan keilmuan kita guna menjawab permasalahan yang ada di sekitaran. Dengarkan keresahan kita sendiri, dan tawarkan solusinya,” pesan George.
Setelah wisuda ini, George masih akan tetap berkiprah di prodi Arsitektur ITB setidaknya 1 tahun lagi untuk menyelesaikan studi magisternya. Kurun waktu studi lanjutan yang cepat ini dimungkinkan dengan keikutsertaan George dalam program Pembinaan Program Studi Magister (PPSM atau Fast-Track) yang disediakan oleh ITB.
Lulus dari program studi dambaan di Institut Teknologi Bandung merupakan target yang dicita-citakan oleh seluruh mahasiswa ITB. Untuk mencapai tahap tersebut, seluruh mahasiswa sarjana diwajibkan melewati suatu tahap final, yaitu TA.
Baca: Twitter Space SINDOnews: Potret Kehidupan Manusia Ibu Kota dalam Pandangan Dea Anugrah
TA umumnya menjadi ajang uji kreativitas dan kemampuan analitik mahasiswa setelah menempuh pendidikan di ITB. Itulah yang terjadi pada 1.040 wisudawan sarjana yang resmi lulus dari Kampus Gajah kemarin.
Bila umumnya mahasiswa dunia perancangan membahas topik kebudayaan, pariwisata atau ruang publik massa, lain halnya dengan mahasiswa yang satu ini.
George Michael, atau yang akrab disapa George, merupakan mahasiswa Arsitektur ITB angkatan tahun 2018. Pria kelahiran Jakarta ini mengerjakan penelitian bertajuk “Memanusiakan Warga Binaaan: Perancangan Lembaga Pemasyarakatan dengan Pendekatan Arsitektur Humanis”.
Singkat, George mengkaji desain lapas/penjara untuk tugas akhirnya. Sebuah topik yang selama ini dianggap tidak penting, kini menjadi sebuah penyadaran luar biasa kepada masyarakat awam.
Kelancaran George dalam penyelesaian Tugas Akhir ini tak lepas dari dukungan suportif dosen pembimbing. Di bawah arahan Dr. Ir. Woerjantari Kartidjo, M.T., George selalu diingatkan untuk banyak mengeksplor image (gambaran) dan informasi lapas via buku dan film. Sang dosen pembimbing juga tak lepas memberikan pandangan dan diskusi terkait keamanan dan kebutuhan di Lapas.
Ide untuk mengkaji desain lapas dari sisi arsitekturalnya ini muncul dari keprihatinan pribadi George. Selama berkuliah di ITB, George pernah terlibat dalam salah satu kepanitian yang mencanangkan slogan “Memanusiakan Manusia”. Namun, dia merasa bahwa implementasinya di masyarakat nyata masih amat minim.
“Saat itu saya merasa, walaupun sudah sering mendengar slogan ini, tapi tetap saja tidak direalisasikan. Dari hal inilah saya terinspirasi untuk menerapkan prinsip yang sama, namun untuk aplikasi ke desain Lembaga Pemasyarakatan (Lapas),” ujar George menjelaskan latar belakang pengerjaan tugas akhirnya, dikutip dari laman ITB, Selasa (26/7/2022).
“Sebelum akhirnya memutuskan untuk mengambil kasus rancangan lapas, saya sempat memikirkan tempat pembinaan lainnya, seperti Pusat Rehabilitasi Narkoba, Rehabilitasi ODGJ, dan sebagainya. Hal ini karena dari dulu saya memang tertarik dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia dan kemanusiaan. Namun, saya akhirnya memutuskan untuk ambil topik ini karena menarik dan jarang dibahas dalam diskursus arsitektur,” tambahnya.
Menurutnya, pembinaan institusi kemasyarakatan seperti Lapas ini selain harus berdiri dengan aturan dan kebijakan-kebijakan hukum sebagai pilar utamanya, juga harus disokong dari aspek desain. Apabila kedua unsur ini dijalankan bersama, maka program pembinaan masyarakat akan mampu dioptimalkan.
Baca juga: 11 Artis Indonesia yang Juga Berprofesi sebagai Dokter, Nomor 4 Aktif Kegiatan Sosial
Ketika ditanya mengenai harapan apa yang George miliki terhadap topik kajiannya ini, dia menjelaskan bahwa besar harapannya ke depannya terhadap partisipasi arsitek dalam institusi pemasyarakatan.
Selain itu, dia juga berharap sekiranya masyarakat umum perlahan-lahan dapat mengubah mindset terkait narapidana. “Narapidana di penjara harusnya dapat dibina dan diberikan pelatihan agar mereka siap ketika kembali ke masyarakat,” tambahnya.
“Untuk teman-teman dan adik-adik semua, jangan takut beda dan jangan takut salah. Manfaatkan kesempatan sebaik mungkin selagi masih menjadi mahasiswa. Alias, ini waktunya belajar, salah, dan akhirnya memperbaiki kesalahan itu. Coba untuk terapkan keilmuan kita guna menjawab permasalahan yang ada di sekitaran. Dengarkan keresahan kita sendiri, dan tawarkan solusinya,” pesan George.
Setelah wisuda ini, George masih akan tetap berkiprah di prodi Arsitektur ITB setidaknya 1 tahun lagi untuk menyelesaikan studi magisternya. Kurun waktu studi lanjutan yang cepat ini dimungkinkan dengan keikutsertaan George dalam program Pembinaan Program Studi Magister (PPSM atau Fast-Track) yang disediakan oleh ITB.
(nnz)