Kemendikbudristek Angkat Kejayaan Melayu di Seminar Internasional
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ditjen Kebudayaan melalui Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek menyelenggarakan Seminar Internasional Melayu dalam Jaringan Perdagangan Rempah Dunia di Universitas Jambi. Seminar internasional ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Kenduri Swarnabhumi yang dilaksanakan 12 Agustus 2022-22 September 2022 di Jambi.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Restu Gunawan mengatakan, Melayu diangkat sebagai tema utama seminar sebab seperti yang telah diketahui, sejak masa silam, peradaban Melayu berpengaruh terhadap perkembangan kebudayaan, peradaban dunia, serta perdagangan global.
Baca juga: Selain S3 Luar Negeri, Pendaftaran Beasiswa Indonesia Bangkit Diperpanjang hingga 20 September
“Di wilayah Jambi, misalnya, selain sebagai pusat pemerintahan, Jambi juga menjadi pusat perdagangan yang tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan jalur sungai yang banyak ditemukan di wilayah ini,” katanya, melalui siaran pers, Sabtu (17/9/2022).
Melalui Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya, komoditas lokal seperti gaharu, damar, gading, serta emas menjadi barang niaga andalan pada waktu itu.
Komoditas tersebut selanjutnya ditukar dengan barang-barang dari luar, seperti Tiongkok, Thailand, Kamboja, Myanmar, Arab atau Persia, India, dan lain-lain berupa keramik, barang-barang logam, peralatan dari kaca, pakaian, sutera, dan sebagainya.
Sungai Batanghari yang menjadi jalur pusat perdagangan, membuat wilayah Jambi ramai disinggahi oleh pedagang lintas bangsa sebab sungai ini menjadi pintu masuk para saudagar. Berbagai jejak peradaban ditemukan di sepanjang Sungai Batanghari, salah satunya Kompleks Percandian Muaro Jambi.
Dia mengatakan, melalui seminar ini akan dapat digali, dipetakan, dan didefinisikan kembali Melayu dalam ruang lingkup yang sesungguhnya sebagai sebuah dunia Melayu dengan keberagaman etnis, budaya, dan geografis (lintas negara).
Kemudian, lanjutnya, untuk kepentingan peradaban Melayu masa depan, perlunya strategi nyata untuk pemberdayaan potensi material dan kultural negara serumpun Melayu dalam menghadapi tantangan abad ke depan.
Baca juga: Guru Besar Antropologi Budaya Prof. I Nengah Duija Resmi Jabat Dirjen Bimas Hindu
Untuk itu, ujar Restu, Kemendikbudristek mengangkat seminar internasional dengan tema Jalur Rempah dan apa signifikansinya bagi Indonesia bila Jalur Rempah mendapatkan pengakuan sebagai warisan dunia. Jalur Rempah merupakan warisan bersama, bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga milik dunia.
“Jalur Rempah dapat dijadikan kekuatan ekonomi berbasis pengetahuan lokal dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar dari masa lalu untuk menggali kembali potensi yang dimiliki Indonesia,” ujarnya.
Dalam seminar internasional ini, pembicara terdiri dari akademisi, peneliti, budayawan, dan pegiat budaya Melayu, baik dari dalam maupun luar negeri. Berbagai tema materi dari pembicara pun menarik untuk diikuti, di antaranya “The Archaeology of the Spice Trade” oleh Prof. Peter Vandervord Lape, “Malays’ Spice Commodities Trade in Nusantara’s Spice Routes” oleh Prof. Amarjiva Lochan, serta “Rempah untuk Kesehatan dalam Budaya Melayu” oleh Pinky Saptandari, dan tema menarik dari pembicara lainnya.
Sebagai pembuka, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid dalam seminar internasional ini memberikan sambutan tentang Konservasi Pangan dan Hutan Berkelanjutan. Seminar internasional ini dilaksanakan secara daring dan luring (hybrid) sehingga dapat diakses oleh siapa saja yang memiliki minat terhadap kajian Melayu. Seminar juga dimeriahkan dengan penampilan seni Tari Ngebeng dan tradisi Dideng.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Restu Gunawan mengatakan, Melayu diangkat sebagai tema utama seminar sebab seperti yang telah diketahui, sejak masa silam, peradaban Melayu berpengaruh terhadap perkembangan kebudayaan, peradaban dunia, serta perdagangan global.
Baca juga: Selain S3 Luar Negeri, Pendaftaran Beasiswa Indonesia Bangkit Diperpanjang hingga 20 September
“Di wilayah Jambi, misalnya, selain sebagai pusat pemerintahan, Jambi juga menjadi pusat perdagangan yang tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan jalur sungai yang banyak ditemukan di wilayah ini,” katanya, melalui siaran pers, Sabtu (17/9/2022).
Melalui Sungai Batanghari dan anak-anak sungainya, komoditas lokal seperti gaharu, damar, gading, serta emas menjadi barang niaga andalan pada waktu itu.
Komoditas tersebut selanjutnya ditukar dengan barang-barang dari luar, seperti Tiongkok, Thailand, Kamboja, Myanmar, Arab atau Persia, India, dan lain-lain berupa keramik, barang-barang logam, peralatan dari kaca, pakaian, sutera, dan sebagainya.
Sungai Batanghari yang menjadi jalur pusat perdagangan, membuat wilayah Jambi ramai disinggahi oleh pedagang lintas bangsa sebab sungai ini menjadi pintu masuk para saudagar. Berbagai jejak peradaban ditemukan di sepanjang Sungai Batanghari, salah satunya Kompleks Percandian Muaro Jambi.
Dia mengatakan, melalui seminar ini akan dapat digali, dipetakan, dan didefinisikan kembali Melayu dalam ruang lingkup yang sesungguhnya sebagai sebuah dunia Melayu dengan keberagaman etnis, budaya, dan geografis (lintas negara).
Kemudian, lanjutnya, untuk kepentingan peradaban Melayu masa depan, perlunya strategi nyata untuk pemberdayaan potensi material dan kultural negara serumpun Melayu dalam menghadapi tantangan abad ke depan.
Baca juga: Guru Besar Antropologi Budaya Prof. I Nengah Duija Resmi Jabat Dirjen Bimas Hindu
Untuk itu, ujar Restu, Kemendikbudristek mengangkat seminar internasional dengan tema Jalur Rempah dan apa signifikansinya bagi Indonesia bila Jalur Rempah mendapatkan pengakuan sebagai warisan dunia. Jalur Rempah merupakan warisan bersama, bukan hanya milik Indonesia, tetapi juga milik dunia.
“Jalur Rempah dapat dijadikan kekuatan ekonomi berbasis pengetahuan lokal dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar dari masa lalu untuk menggali kembali potensi yang dimiliki Indonesia,” ujarnya.
Dalam seminar internasional ini, pembicara terdiri dari akademisi, peneliti, budayawan, dan pegiat budaya Melayu, baik dari dalam maupun luar negeri. Berbagai tema materi dari pembicara pun menarik untuk diikuti, di antaranya “The Archaeology of the Spice Trade” oleh Prof. Peter Vandervord Lape, “Malays’ Spice Commodities Trade in Nusantara’s Spice Routes” oleh Prof. Amarjiva Lochan, serta “Rempah untuk Kesehatan dalam Budaya Melayu” oleh Pinky Saptandari, dan tema menarik dari pembicara lainnya.
Sebagai pembuka, Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid dalam seminar internasional ini memberikan sambutan tentang Konservasi Pangan dan Hutan Berkelanjutan. Seminar internasional ini dilaksanakan secara daring dan luring (hybrid) sehingga dapat diakses oleh siapa saja yang memiliki minat terhadap kajian Melayu. Seminar juga dimeriahkan dengan penampilan seni Tari Ngebeng dan tradisi Dideng.
(nnz)