Angka Putus Sekolah Kian Tinggi, Evaluasi Pendidikan Harus Segera Dilakukan

Kamis, 03 November 2022 - 20:54 WIB
loading...
Angka Putus Sekolah Kian Tinggi, Evaluasi Pendidikan Harus Segera Dilakukan
Anggota Komisi X DPR Dr. H. Fahmy Alaydroes, dalam The SDGs National Seminar Series dengan topik Identifikasi Penyebab Putus Sekolah dan Implementasi Peraturan Wajib Belajar Rabu (2/11). Foto/Dok/BCF
A A A
JAKARTA - Pendidikan adalah salah satu sektor penting yang berpengaruh terhadap kemajuan negara. Selain itu, pendidikan merupakan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan yang perlu diperhatikan. Semua negara bertanggung jawab memastikan pendidikan berkualitas yang inklusif dan berkeadilan serta mempromosikan kesempatan belajar sepanjang hayat bagi semua.

Namun, hingga kini pendidikan Indonesia masih dihadapkan oleh adanya berbagai permasalahan kompleks mulai dari tingkat kebijakan hingga implementasinya. Hal ini yang dinilai sebagai salah satu faktor masih adanya anak-anak yang putus sekolah di Indonesia.



Hal tersebut disampaikan oleh Habib Dr. H. Fahmy Alaydroes, M.M., M.Ed, Anggota Komisi X DPR dalam The SDGs National Seminar Series dengan topik “Identifikasi Penyebab Putus Sekolah dan Implementasi Peraturan Wajib Belajar” pada Rabu (2/11/2022).

Ia menyatakan bahwa tingkat putus sekolah di Indonesia merupakan tanggung jawab bersama dan perlu diperhatikan.

“Jika kita melihat data 5 tahun terakhir, angka putus sekolah perlu kita waspadai dan perhatikan, karena sejumlah putra-putri kita tidak mendapatkan pendidikan yang semestinya dan seharusnya yang mereka terima. Jadi sejak tahun 2017 cenderung stagnan, artinya jumlah putus sekolah tidak mengalami suatu perbaikan,” tuturnya dalam keterangan pers, Kamis (3/11/2022).



Data yang disampaikan Fahmy menyebutkan angka putus sekolah pada tahun 2019 menyentuh 4,3 juta anak di Indonesia. Angka tersebut termasuk anak-anak yang sebelumnya tidak pernah bersekolah.

Permasalahan angka putus sekolah ini tidak terlepas dari berbagai faktor, namun yang paling dominan adalah faktor kemiskinan. Mungkin pemerintah telah menyediakan dana bantuan seperti Kartu Indonesia Pintar, namun nyatanya ada faktor lain yang disebabkan oleh kondisi ekonomi keluarga yang rendah.

Misalnya, pola pikir orang tua yang beranggapan lebih baik bekerja daripada belajar. Pola pikir ini hadir karena mereka hidup dalam lingkup kemiskinan. Sehingga, diperlukan mekanisme untuk mengidentifikasi sebab anak putus sekolah, sosialisasi kepada keluarga, hingga bimbingan konseling kepada anak putus sekolah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4835 seconds (0.1#10.140)