Dosen Unesa Ungkap 4 Faktor Pemicu Fenomena Gangster di Kalangan Remaja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dosen Psikologi Universitas Negeri Surabaya ( Unesa ) Nurchayati mengungkap empat faktor pemicu fenomena gangster di kalangan anak muda. Ini didasari dari aksi anak-anak muda yang dilabeli kelompok gangster yang makin meresahkan warga Kota Surabaya.
Sebagian dari mereka sudah diamankan dan diberi pembinaan pemerintah kota (Pemkot) Surabaya. Namun untuk mencegah mereka kembali lagi maka tim gabungan pemkot terus melakukan patroli pengamanan dan monitoring pergerakan mereka. Nurchayati pun memberikan komentarnya dari aspek psikologis. Menurutnya, aksi yang ditunjukan anak-anak muda yang tergabung dalam aksi ‘gangster’ di Surabaya bukan hal baru.
Aksi kekerasan dalam bentuk tawuran antar kelompok remaja sudah lama terjadi, termasuk di Surabaya. Pada 2019 misalnya, sempat viral aksi geng remaja seperti Jawara dan Surabaya All Star. “Hanya saja ini baru booming lagi di Surabaya setelah mereka (geng remaja) menyerang petugas keamanan dan warung kopi,” katanya, dikutip dari laman Unesa, Kamis (15/12/2022).
Baca juga: Lowongan Kerja Bank BCA untuk Lulusan S1-S2, Berikut Daftar Posisi yang Dibuka
Fenomena ini, ungkap dosen dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Unesa ini, bisa dilihat dari beberapa faktor:
1. Perhatian
Anak-anak muda secara psikologis ada di fase sedang mencari jati diri. Mereka ingin dianggap dewasa atau ingin diakui eksistensinya. Untuk memperolehnya, ujarnya, ada yang lewat kegiatan positif dan kadang lewat tindakan yang mengarah pada aksi kekerasan atau tawuran dan sebagainya. “Satu sisi mereka ini bisa juga kurang perhatian dari orang tua, lantas mencari perhatian di luar dengan cara-cara yang arahnya bisa jadi problem sosial,” katanya.
2. Lingkungan
Kurangnya bahkan tidak adanya perhatian dari lingkungan keluarga menjadi faktor pemicu remaja menyalurkan atau mencari perhatian di lingkungan pertemanan. Bersama teman-teman tongkrongannya, mereka pun bisa bebas bercerita mengenai keinginan maupun keresahannya.
Menurutnya, apabila lingkungan pertemannya positif, tentu generasi milenial ini dapat menyalurkan energinya ke arah yang positif. Namun, ketika lingkungan pertemanannya negatif tentu bisa berbahaya.
Sebagian dari mereka sudah diamankan dan diberi pembinaan pemerintah kota (Pemkot) Surabaya. Namun untuk mencegah mereka kembali lagi maka tim gabungan pemkot terus melakukan patroli pengamanan dan monitoring pergerakan mereka. Nurchayati pun memberikan komentarnya dari aspek psikologis. Menurutnya, aksi yang ditunjukan anak-anak muda yang tergabung dalam aksi ‘gangster’ di Surabaya bukan hal baru.
Aksi kekerasan dalam bentuk tawuran antar kelompok remaja sudah lama terjadi, termasuk di Surabaya. Pada 2019 misalnya, sempat viral aksi geng remaja seperti Jawara dan Surabaya All Star. “Hanya saja ini baru booming lagi di Surabaya setelah mereka (geng remaja) menyerang petugas keamanan dan warung kopi,” katanya, dikutip dari laman Unesa, Kamis (15/12/2022).
Baca juga: Lowongan Kerja Bank BCA untuk Lulusan S1-S2, Berikut Daftar Posisi yang Dibuka
Fenomena ini, ungkap dosen dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Unesa ini, bisa dilihat dari beberapa faktor:
1. Perhatian
Anak-anak muda secara psikologis ada di fase sedang mencari jati diri. Mereka ingin dianggap dewasa atau ingin diakui eksistensinya. Untuk memperolehnya, ujarnya, ada yang lewat kegiatan positif dan kadang lewat tindakan yang mengarah pada aksi kekerasan atau tawuran dan sebagainya. “Satu sisi mereka ini bisa juga kurang perhatian dari orang tua, lantas mencari perhatian di luar dengan cara-cara yang arahnya bisa jadi problem sosial,” katanya.
2. Lingkungan
Kurangnya bahkan tidak adanya perhatian dari lingkungan keluarga menjadi faktor pemicu remaja menyalurkan atau mencari perhatian di lingkungan pertemanan. Bersama teman-teman tongkrongannya, mereka pun bisa bebas bercerita mengenai keinginan maupun keresahannya.
Menurutnya, apabila lingkungan pertemannya positif, tentu generasi milenial ini dapat menyalurkan energinya ke arah yang positif. Namun, ketika lingkungan pertemanannya negatif tentu bisa berbahaya.