DPR Dorong Pendidikan Antikorupsi Jadi Pelajaran Khusus Sekolah
A
A
A
JAKARTA - Maraknya kasus korupsi yang menjerat calon kepala daerah beberapa waktu terakhir memicu keprihatinan sejumlah kalangan. DPR mendorong pendidikan antikorupsi menjadi mata pelajaran khusus untuk diajarkan di sekolah dasar dan menengah.
Pendidikan antikorupsi merupakan bagian dari upaya pencegahan yang harus dilakukan paralel dengan upaya penindakan. Hal ini mendesak dilakukan karena selama ini upaya penindakan yang gencar dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lain belum mampu memberikan efek jera bagi calon pelaku korupsi.
"Saya punya pandangan, sebaiknya pendidikan antikorupsi juga dimasukkan dalam mata pelajaran khusus. Entah itu muatan lokal ataupun kegiatan ekstrakulikuler. Sehingga generasi muda kita terdidik intelektualitasnya untuk ikut memerangi korupsi," kata Ketua DPR Bambang Soesatyo saat menerima Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) di ruang kerja Pimpinan DPR RI, Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Masuknya pelajaran antikorupsi dalam pendidikan dasar dan menengah akan menjadi bekal bagi generasi muda untuk memahami bahaya dampak korupsi dalam kehidupan berbangsa. Pendidikan antikorupsi nantinya bisa dalam bentuk kantin swalayan yang melatih kejujuran atau pemberian nilai berbasis sikap siswa.
"Ini sekaligus menyiapkan generasi muda yang lebih tangguh dan lebih berintegritas," tutur pria yang akrab disapa Bamsoet ini.
Bamsoet mengungkapkan, politik biaya tinggi dalam demokrasi Indonesia telah menjadi salah satu pemicu korupsi di berbagai sektor. Karenanya, sistem demokrasi pemilihan langsung yang menyebabkan politik biaya tinggi dinilai perlu dikaji ulang. "Saya berpandangan, untuk menekan politik biaya tinggi mungkin perlu dikaji lebih dalam pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD. KPK maupun aparat hukum lain juga akan lebih mudah mengawasinya. Selain mengurangi beban biaya politik, pemilihan kepala daerah melalui DPRD sama sekali tak bertentangan dengan prinsip demokrasi yang kita anut," katanya.
Dia juga mengapresiasi aktivitas GMPK di bawah kepemimpinan Bibit Samad Rianto. Menurutnya lembaga seperti GMPK memberikan nafas baru bagi pemberdayaan masyarakat dalam memerangi dan mencegah bahaya korupsi.
Sementara itu, Ketua GMPK Bibit Samad Rianto mengatakan, lembaga yang dipimpinnya berupaya memberikan penyadaran tentang bahaya korupsi dan dampaknya bagi kehidupan berbangsa melalui pendidikan antikorupsi. Saat ini GMPK sudah melakukan berbagai kerja sama dengan perguruan tinggi maupun organisasi kemasyarakatan dan instansi swasta untuk memberikan training antikorupsi.
"Ke depannya tentu akan kita tingkatkan kembali berbagai kerja sama tersebut. Di Kementerian PAN-RB, kami juga bekerja sama membuat zona integritas wilayah bebas korupsi," paparnya.
Pendidikan antikorupsi merupakan bagian dari upaya pencegahan yang harus dilakukan paralel dengan upaya penindakan. Hal ini mendesak dilakukan karena selama ini upaya penindakan yang gencar dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lain belum mampu memberikan efek jera bagi calon pelaku korupsi.
"Saya punya pandangan, sebaiknya pendidikan antikorupsi juga dimasukkan dalam mata pelajaran khusus. Entah itu muatan lokal ataupun kegiatan ekstrakulikuler. Sehingga generasi muda kita terdidik intelektualitasnya untuk ikut memerangi korupsi," kata Ketua DPR Bambang Soesatyo saat menerima Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) di ruang kerja Pimpinan DPR RI, Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Masuknya pelajaran antikorupsi dalam pendidikan dasar dan menengah akan menjadi bekal bagi generasi muda untuk memahami bahaya dampak korupsi dalam kehidupan berbangsa. Pendidikan antikorupsi nantinya bisa dalam bentuk kantin swalayan yang melatih kejujuran atau pemberian nilai berbasis sikap siswa.
"Ini sekaligus menyiapkan generasi muda yang lebih tangguh dan lebih berintegritas," tutur pria yang akrab disapa Bamsoet ini.
Bamsoet mengungkapkan, politik biaya tinggi dalam demokrasi Indonesia telah menjadi salah satu pemicu korupsi di berbagai sektor. Karenanya, sistem demokrasi pemilihan langsung yang menyebabkan politik biaya tinggi dinilai perlu dikaji ulang. "Saya berpandangan, untuk menekan politik biaya tinggi mungkin perlu dikaji lebih dalam pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD. KPK maupun aparat hukum lain juga akan lebih mudah mengawasinya. Selain mengurangi beban biaya politik, pemilihan kepala daerah melalui DPRD sama sekali tak bertentangan dengan prinsip demokrasi yang kita anut," katanya.
Dia juga mengapresiasi aktivitas GMPK di bawah kepemimpinan Bibit Samad Rianto. Menurutnya lembaga seperti GMPK memberikan nafas baru bagi pemberdayaan masyarakat dalam memerangi dan mencegah bahaya korupsi.
Sementara itu, Ketua GMPK Bibit Samad Rianto mengatakan, lembaga yang dipimpinnya berupaya memberikan penyadaran tentang bahaya korupsi dan dampaknya bagi kehidupan berbangsa melalui pendidikan antikorupsi. Saat ini GMPK sudah melakukan berbagai kerja sama dengan perguruan tinggi maupun organisasi kemasyarakatan dan instansi swasta untuk memberikan training antikorupsi.
"Ke depannya tentu akan kita tingkatkan kembali berbagai kerja sama tersebut. Di Kementerian PAN-RB, kami juga bekerja sama membuat zona integritas wilayah bebas korupsi," paparnya.
(amm)