Dosen UGM Olah Limbah Cangkang Kepiting Jadi Nanokitosan
A
A
A
YOGYAKARTA - Dosen Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Ronny Martien berhasil mengolah limbah cangkang kepiting dan udang menjadi nanokitosan anti hama pertanian dan pengawet makanan. Selain ramah lingkungan, formula ini juga aman bagi kesehatan.
Sehingga bisa menjadi alternatif dalam meningkatkan produksi pertanian, termasuk pengantti pestisida dalam membasmi serangan maupun pupuk pertanian serta untuk harga juga kompetitif, yaitu 1 liter Rp30.000 untuk pertanian dan Rp50.000 untuk pengawat makanan.
Ronny Martien mengatakan, pengembangan formula nanokitosan bermula dari keprihatinannya terhadap penggunaan pestisida yang cukup tinggi untuk membasmi hama pertanian. Meski mampu mengurangi serangan hama, namun penggunaan pestisida dalam jumlah yang banyak dapat berbahaya, baik lingkungan maupun kesehatan.
Padahal, Indonesia yang memiliki iklim tropis, rentan terhadap serangan hama terutama jamur dan bakteri. Sebab, iklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi menyebabkan jamur, bakteri, maupun serangga mudah tumbuh dan berkembang biak. Sehingga perlu solusi untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Saya kemudian melakukan penelitian untuk menciptakan teknologi yang mampu melindungi tanaman dari kerusakan akibat serangan hama,” kata Ronny soal pembuatan Nanokitosan Anti Hama dari limbah caangkang kepiting dan udang di kantor humas dan protokol UGM, Jumat (11/1/2019).
Ronny menjelaskan setelah menekuni kajian nanopartikel, muncul ide untuk membuat nanokitosan guna melindungi tanaman dari hama. Yaitu dengan memanfaatkan limbah cangkang kepiting dan udang yang mengandung senyawa kitin menjadi kitoszm dalam ukuran nuno partikel berwujud cair.
"Bukan seperti pestisida yang membunuh hama, tetapi nanokitosan disemprotkan untuk melapisi (coating) tanaman sehingga melindungi dari serangan hama," jelas pakar nanoteknologi ini.
Formula nanokitosan yang dikembangkan mengandung antimikrobia sehingga memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dam jamur. Selain itu, bersifat non-toksik, biodegradabel, dan biocompatible juga mampu melindungi tanaman dari serangan hama. Karena kuman merupakan biopolimer atau polimer alam maka aman bagi manusia dan ramah lingkungan.
"Formula ini juga dapat menyuburkan tanaman karena mempunyai kemampuan mengikut unsur hara di alam sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman,” paparnya.
Selain mampu mengurangi penggunaan pestisida di sektor pertanian. Pengembangan nanokitosan ini juga dapat melindungu tanaman dari hama. Sehingga menekan efek berbahaya peptisida bagi kesehatan manusia.
Formula nankitosan yang dikembangkan Ronny telah diimplementasikan oleh petani di berbagai wilayah lndonesia antara lain di Kopeng, Tawangmangu, Kediri, dan Lombok Barat. Bahkan telah digunakan oleh sejumlah industri pertanian lndonesia. Hasilnya ada peningkatan produksi.
“Sepeti di Gelogor, Kediri, Lombok Barat, NTB, biasanya untuk satu hektar hasil panen padi sebelum menggunakan nanokitosan ini hanya menghasilkan 7 ton, namun dengan aplikasi nanokitosan menghasilkan panen 13 ton,” ungkapnya.
Ronny menambahkan, nanokitosan ini juga bisa sebagai pengawet organik makanan, Misalnya, untuk mengawetkan buah, sayur, ikan maupun bahan pangan lainnya, “Sealin bisa memperpanjang umur simpan produk makanan hingga tiga bulan juga menjaga kualitas produk," tambahnya.
Sehingga bisa menjadi alternatif dalam meningkatkan produksi pertanian, termasuk pengantti pestisida dalam membasmi serangan maupun pupuk pertanian serta untuk harga juga kompetitif, yaitu 1 liter Rp30.000 untuk pertanian dan Rp50.000 untuk pengawat makanan.
Ronny Martien mengatakan, pengembangan formula nanokitosan bermula dari keprihatinannya terhadap penggunaan pestisida yang cukup tinggi untuk membasmi hama pertanian. Meski mampu mengurangi serangan hama, namun penggunaan pestisida dalam jumlah yang banyak dapat berbahaya, baik lingkungan maupun kesehatan.
Padahal, Indonesia yang memiliki iklim tropis, rentan terhadap serangan hama terutama jamur dan bakteri. Sebab, iklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi menyebabkan jamur, bakteri, maupun serangga mudah tumbuh dan berkembang biak. Sehingga perlu solusi untuk mengatasi persoalan tersebut.
“Saya kemudian melakukan penelitian untuk menciptakan teknologi yang mampu melindungi tanaman dari kerusakan akibat serangan hama,” kata Ronny soal pembuatan Nanokitosan Anti Hama dari limbah caangkang kepiting dan udang di kantor humas dan protokol UGM, Jumat (11/1/2019).
Ronny menjelaskan setelah menekuni kajian nanopartikel, muncul ide untuk membuat nanokitosan guna melindungi tanaman dari hama. Yaitu dengan memanfaatkan limbah cangkang kepiting dan udang yang mengandung senyawa kitin menjadi kitoszm dalam ukuran nuno partikel berwujud cair.
"Bukan seperti pestisida yang membunuh hama, tetapi nanokitosan disemprotkan untuk melapisi (coating) tanaman sehingga melindungi dari serangan hama," jelas pakar nanoteknologi ini.
Formula nanokitosan yang dikembangkan mengandung antimikrobia sehingga memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dam jamur. Selain itu, bersifat non-toksik, biodegradabel, dan biocompatible juga mampu melindungi tanaman dari serangan hama. Karena kuman merupakan biopolimer atau polimer alam maka aman bagi manusia dan ramah lingkungan.
"Formula ini juga dapat menyuburkan tanaman karena mempunyai kemampuan mengikut unsur hara di alam sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman,” paparnya.
Selain mampu mengurangi penggunaan pestisida di sektor pertanian. Pengembangan nanokitosan ini juga dapat melindungu tanaman dari hama. Sehingga menekan efek berbahaya peptisida bagi kesehatan manusia.
Formula nankitosan yang dikembangkan Ronny telah diimplementasikan oleh petani di berbagai wilayah lndonesia antara lain di Kopeng, Tawangmangu, Kediri, dan Lombok Barat. Bahkan telah digunakan oleh sejumlah industri pertanian lndonesia. Hasilnya ada peningkatan produksi.
“Sepeti di Gelogor, Kediri, Lombok Barat, NTB, biasanya untuk satu hektar hasil panen padi sebelum menggunakan nanokitosan ini hanya menghasilkan 7 ton, namun dengan aplikasi nanokitosan menghasilkan panen 13 ton,” ungkapnya.
Ronny menambahkan, nanokitosan ini juga bisa sebagai pengawet organik makanan, Misalnya, untuk mengawetkan buah, sayur, ikan maupun bahan pangan lainnya, “Sealin bisa memperpanjang umur simpan produk makanan hingga tiga bulan juga menjaga kualitas produk," tambahnya.
(rhs)