Calon Tunggal Lawan Kotak Kosong Indikasi Gagalnya Kaderisasi Parpol
Rabu, 29 Juli 2020 - 09:33 WIB
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menganggap potensi calon tunggal melawan kotak kosong di Pilkada 2020 itu keniscayaan dalam politik. Ujang melihat potensi pasangan calon lawan kotak terjadi di sejumlah daerah termasuk di Pilkada Surakarta yang menghadirkan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka .
Menurut Ujang, munculnya calon tunggal melawan kotak kosong menandakan dan mengindikasikan gagalnya kaderisasi di tubuh partai politik. (Baca juga: Pengusaha Hotel dan Restoran Meninggal, Diduga Positif COVID-19)
"Partai politik yang sejatinya menjadi tempat kawah candra dimuka untuk menyiapkan pemimpin daerah dan nasional secara berkualitas, justru gagal dilahirkan oleh Parpol," tuturnya saat dihubungi SINDOnews , Rabu (29/7/2020).
Ujang mengatakan jika memang kaderisasi di Parpol berjalan dengan baik maka setiap partai akan mengeluarkan kader terbaiknya untuk menjadi calon kepala daerah. Sehingga yang muncul menjadi calon kepala daerah banyak dan tidak tunggal.
"Sehingga masyarakat banyak diberi pilihan calon kepala daerah yang sudah disiapkan oleh partai," jelasnya. (Baca juga: Elektabilitas Gibran Meroket Setahun Terakhir, Sulit Dikalahkan)
Di sisi lain, ia menganggap calon tunggal bisa muncul juga karena kuatnya oligarki dan dinasti politik. Sehingga partai-partai diborong semuanya untuk mendukung calon tunggal tersebut.
Lebih lanjut dikatakannya, jika calon tunggalnya itu anak atau keluarganya pejabat atau yang bersangkutan petahana maka peluang menangnya sangat besar. Dan analis politik asal Universitas Al Azhar ini melihat, munculnya Gibran bisa saja menjadi 'ikon' calon tunggal di Pilkada Serentak 2020. (Baca juga: Marinir Bawa Pengangkat Jenazah Jenderal TNI Korban G30S/PKI ke RS Al Huda)
"Karena dia juga borong semua partai, kecuali PKS. Ikon Gibran sebagai calon tunggal tak bisa dielakkan dan tak bisa dibantahkan. Karena sebagai anak RI-1, dia ingin menang mudah dan ingin tak ada lawan. Jika ada lawan pun, paling juga lawan sebagai boneka," pungkasnya.
Menurut Ujang, munculnya calon tunggal melawan kotak kosong menandakan dan mengindikasikan gagalnya kaderisasi di tubuh partai politik. (Baca juga: Pengusaha Hotel dan Restoran Meninggal, Diduga Positif COVID-19)
"Partai politik yang sejatinya menjadi tempat kawah candra dimuka untuk menyiapkan pemimpin daerah dan nasional secara berkualitas, justru gagal dilahirkan oleh Parpol," tuturnya saat dihubungi SINDOnews , Rabu (29/7/2020).
Ujang mengatakan jika memang kaderisasi di Parpol berjalan dengan baik maka setiap partai akan mengeluarkan kader terbaiknya untuk menjadi calon kepala daerah. Sehingga yang muncul menjadi calon kepala daerah banyak dan tidak tunggal.
"Sehingga masyarakat banyak diberi pilihan calon kepala daerah yang sudah disiapkan oleh partai," jelasnya. (Baca juga: Elektabilitas Gibran Meroket Setahun Terakhir, Sulit Dikalahkan)
Di sisi lain, ia menganggap calon tunggal bisa muncul juga karena kuatnya oligarki dan dinasti politik. Sehingga partai-partai diborong semuanya untuk mendukung calon tunggal tersebut.
Lebih lanjut dikatakannya, jika calon tunggalnya itu anak atau keluarganya pejabat atau yang bersangkutan petahana maka peluang menangnya sangat besar. Dan analis politik asal Universitas Al Azhar ini melihat, munculnya Gibran bisa saja menjadi 'ikon' calon tunggal di Pilkada Serentak 2020. (Baca juga: Marinir Bawa Pengangkat Jenazah Jenderal TNI Korban G30S/PKI ke RS Al Huda)
"Karena dia juga borong semua partai, kecuali PKS. Ikon Gibran sebagai calon tunggal tak bisa dielakkan dan tak bisa dibantahkan. Karena sebagai anak RI-1, dia ingin menang mudah dan ingin tak ada lawan. Jika ada lawan pun, paling juga lawan sebagai boneka," pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda