Kampus Harus Bangun Ekosistem untuk Jaga Kesehatan Mental Mahasiswa
Kamis, 02 November 2023 - 16:20 WIB
Baca juga: TPN Ganjar Pranowo Bakal Buka Layanan 24 Jam untuk Tangani Kesehatan Mental
Dia menjelaskan, kesehatan jiwa bukan hanya urusan seorang psikolog untuk memberikan bimbingan dan konseling melainkan kebutuhan kita semua dan seluruh civitas akademika di perguruan tinggi.
"Itu menjadi bagian dari pembelajaran secara bersama-sama, menjadi sikap dan perilaku kita, saling peduli, asah asih asuh," ungkap Nizam.
Suasana saling peduli itu, tegasnya, harus dibangun sehingga tidak ada mahasiswa yang mahasiswa yang depresi bahkan bunuh diri. Bahkan tidak hanya mahasiswa, namun sikap saling peduli juga harus diberikan agar dosen pun terjaga kesehatan psikologisnya.
Mengenai regulasi, ujarnya, salah satunya sudah ada PPKS Anti Kekerasan Seksual yang tugasnya juga untuk mencegah praktik bullying dan bentuk kekerasan lain agar kesehatan mental di kampus terjaga.
"Ini perlu kesadaran bersama. Menjadi tugas bersama. Bukan hanya tugas rektor, tugas satgas tapi yang lebih penting lagi adalah masyarakat kampus itu sendiri sadar untuk lebih saling peduli," tegasnya.
Sementara Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Rumah Sakit Jiwa dr Marzoeki Mahdi (PKJN RSJMM) Nova Riyanti Yusuf menerangkan, merujuk pada data beban kesehatan mental di Indonesia pada 2019 dan 2020, problema kesehatan mental tertinggi adalah migran, depresi, kecemasan, dan skizofrenia.
Sementara data WHO Asia Tenggara, jelasnya, angka kematian karena bunuh diri di semua usia di Indonesia sebanyak 6.544 orang dan di dunia diprediksi mencapai 7.658 kasus.
Terkait dengan upaya pencegahan bunuh diri, ujar Nova, deteksi awal perlu diperkuat. Pihaknya sendiri, ujar Nova, telah mengembangkan standar pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan di semua provinsi.
"PKJN RSJMM juga memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat, termasuk juga layanan kepada kaum muda," tambah Nova.
Dia menjelaskan, kesehatan jiwa bukan hanya urusan seorang psikolog untuk memberikan bimbingan dan konseling melainkan kebutuhan kita semua dan seluruh civitas akademika di perguruan tinggi.
"Itu menjadi bagian dari pembelajaran secara bersama-sama, menjadi sikap dan perilaku kita, saling peduli, asah asih asuh," ungkap Nizam.
Suasana saling peduli itu, tegasnya, harus dibangun sehingga tidak ada mahasiswa yang mahasiswa yang depresi bahkan bunuh diri. Bahkan tidak hanya mahasiswa, namun sikap saling peduli juga harus diberikan agar dosen pun terjaga kesehatan psikologisnya.
Mengenai regulasi, ujarnya, salah satunya sudah ada PPKS Anti Kekerasan Seksual yang tugasnya juga untuk mencegah praktik bullying dan bentuk kekerasan lain agar kesehatan mental di kampus terjaga.
"Ini perlu kesadaran bersama. Menjadi tugas bersama. Bukan hanya tugas rektor, tugas satgas tapi yang lebih penting lagi adalah masyarakat kampus itu sendiri sadar untuk lebih saling peduli," tegasnya.
Sementara Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Rumah Sakit Jiwa dr Marzoeki Mahdi (PKJN RSJMM) Nova Riyanti Yusuf menerangkan, merujuk pada data beban kesehatan mental di Indonesia pada 2019 dan 2020, problema kesehatan mental tertinggi adalah migran, depresi, kecemasan, dan skizofrenia.
Sementara data WHO Asia Tenggara, jelasnya, angka kematian karena bunuh diri di semua usia di Indonesia sebanyak 6.544 orang dan di dunia diprediksi mencapai 7.658 kasus.
Terkait dengan upaya pencegahan bunuh diri, ujar Nova, deteksi awal perlu diperkuat. Pihaknya sendiri, ujar Nova, telah mengembangkan standar pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan di semua provinsi.
"PKJN RSJMM juga memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat, termasuk juga layanan kepada kaum muda," tambah Nova.
tulis komentar anda