Marak Kasus Pidana Melibatkan Anak, SKSG UI Gelar Penyuluhan dan Edukasi di Bogor
Senin, 20 November 2023 - 14:41 WIB
JAKARTA - Tim Pengabdian Masyarakat Sekolah Kajian Stratejik Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) memberikan penyuluhan dan edukasi mengenai maraknya kasus pidana di kalangan anak dan remaja. Acara digagas dengan tujuan untuk membangun kesadaran mengenai tanggung jawab pidana yang terkait dengan tindakan yang dilakukan oleh remaja atau anak.
Acara dihadiri oleh anggota pemuda karang taruna dan ibu-ibu PKK RW. 23 Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor, Jawab Barat. Pembukaan acara dilakukan oleh Aghaesa Rakandyaka, diikuti oleh sesi Pemantik yang disampaikan oleh Adnan Mughoffar.
Dalam pemantiknya, Adnan Mughoffar menyajikan fakta-fakta bahwa dalam periode belakangan ini, kasus-kasus tindak pidana yang melibatkan remaja atau anak di bawah umur, seperti penganiayaan, pemerkosaan, dan pembunuhan, semakin banyak terjadi dan diberitakan melalui berbagai media. Bahkan, hanya dua hari sebelum acara ini digelar, kasus pembunuhan yang melibatkan seorang mahasiswa Universitas Indonesia telah terjadi.
Baca juga: Apa yang Dimaksud Anak yang Berkonflik dengan Hukum? Ini Penjelasannya
Meningkatnya jumlah kasus tersebut menunjukkan pentingnya pemahaman tentang hukum dan pertanggungjawaban pidana yang melibatkan remaja atau anak. Dalam pandangan Eva Achjani Zulfa, yang menjadi pemateri dalam acara tersebut, hukum mengakui konsep equality before the law yang menyatakan bahwa semua individu setara di mata hukum, terlepas dari status sebagai orang dewasa atau anak-anak.
Meskipun demikian, dalam kasus anak-anak, hukuman dan peradilan memiliki perlakuan yang berbeda dengan orang dewasa, karena anak-anak belum memiliki kemampuan hukum dan stabilitas mental yang sama. Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana anak diatur dengan prinsip yang berbeda dari orang dewasa.
"Untuk anak usia 0-12 tahun yang terlibat dalam kasus hukum, ada dua pilihan penyelesaian, yaitu memberikan solusi melalui keluarga atau mengikutsertakannya dalam program pembinaan selama maksimal 6 bulan. Sementara itu, bagi anak yang berusia antara 18 hingga kurang dari 21 tahun, penyelesaiannya dilakukan melalui sistem peradilan anak,” ujar Eva Achjani Zulfa, dalam keterangan resmi, Senin (20/11/2023).
Ia juga menekankan bahwa dalam kasus kekerasan yang mungkin terjadi sebagai akibat pembelaan diri, ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. “Terkadang memang ambigu ketika berada dalam posisi korban kekerasan, ketika tidak melawan maka pelaku akan dengan senangnya melakukan hal tersebut. Namun ketika kita melawan justru rawan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Maka, membela diri juga ada aturannya, membla diri bukan berarti harus menyerang lawan hingga tidak berdaya, cukup lindungi diri dan minta bantuan,” imbuhnya.
Acara dihadiri oleh anggota pemuda karang taruna dan ibu-ibu PKK RW. 23 Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor, Jawab Barat. Pembukaan acara dilakukan oleh Aghaesa Rakandyaka, diikuti oleh sesi Pemantik yang disampaikan oleh Adnan Mughoffar.
Dalam pemantiknya, Adnan Mughoffar menyajikan fakta-fakta bahwa dalam periode belakangan ini, kasus-kasus tindak pidana yang melibatkan remaja atau anak di bawah umur, seperti penganiayaan, pemerkosaan, dan pembunuhan, semakin banyak terjadi dan diberitakan melalui berbagai media. Bahkan, hanya dua hari sebelum acara ini digelar, kasus pembunuhan yang melibatkan seorang mahasiswa Universitas Indonesia telah terjadi.
Baca juga: Apa yang Dimaksud Anak yang Berkonflik dengan Hukum? Ini Penjelasannya
Meningkatnya jumlah kasus tersebut menunjukkan pentingnya pemahaman tentang hukum dan pertanggungjawaban pidana yang melibatkan remaja atau anak. Dalam pandangan Eva Achjani Zulfa, yang menjadi pemateri dalam acara tersebut, hukum mengakui konsep equality before the law yang menyatakan bahwa semua individu setara di mata hukum, terlepas dari status sebagai orang dewasa atau anak-anak.
Meskipun demikian, dalam kasus anak-anak, hukuman dan peradilan memiliki perlakuan yang berbeda dengan orang dewasa, karena anak-anak belum memiliki kemampuan hukum dan stabilitas mental yang sama. Oleh karena itu, pertanggungjawaban pidana anak diatur dengan prinsip yang berbeda dari orang dewasa.
"Untuk anak usia 0-12 tahun yang terlibat dalam kasus hukum, ada dua pilihan penyelesaian, yaitu memberikan solusi melalui keluarga atau mengikutsertakannya dalam program pembinaan selama maksimal 6 bulan. Sementara itu, bagi anak yang berusia antara 18 hingga kurang dari 21 tahun, penyelesaiannya dilakukan melalui sistem peradilan anak,” ujar Eva Achjani Zulfa, dalam keterangan resmi, Senin (20/11/2023).
Ia juga menekankan bahwa dalam kasus kekerasan yang mungkin terjadi sebagai akibat pembelaan diri, ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. “Terkadang memang ambigu ketika berada dalam posisi korban kekerasan, ketika tidak melawan maka pelaku akan dengan senangnya melakukan hal tersebut. Namun ketika kita melawan justru rawan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Maka, membela diri juga ada aturannya, membla diri bukan berarti harus menyerang lawan hingga tidak berdaya, cukup lindungi diri dan minta bantuan,” imbuhnya.
tulis komentar anda