FSRD IKJ Gelar Seminar Internasional Bahas Seni dan Desain di Era Teknologi
Selasa, 20 Agustus 2024 - 15:48 WIB
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid dalam pidato pembukanya, menekankan bahwa masa depan seni dan desain di era digital akan dibentuk oleh interaksi kompleks antara teknologi, etika, dan lingkungan. Ia menggarisbawahi pentingnya pendekatan kritis dalam menghadapi perkembangan ini, serta eksplorasi cara-cara baru dalam penggunaan teknologi untuk meningkatkan kreativitas, bukan sebaliknya.
Prof. Keat Ong, salah satu pembicara, menyoroti perlunya inovasi dalam seni dan desain yang berakar pada warisan tradisi. Ia mengungkapkan pentingnya menengok kembali warisan budaya kita dan menginterpretasikannya dengan metode riset yang baru. Menurutnya, tiga aspek utama yang harus diperhatikan dalam konteks ini adalah masyarakat, tempat, dan produk.
Seni tradisional memperlihatkan bagaimana untuk dipresentasikan dalam sebuah desain masa kini. Muhammad Rivai Riza mendiskusikan A24 sebagai studio distribusi film independen yang didirikan tahun 2012 yang produksi pertamanya Moonlight (2016) memenangkan Oscar untuk Film Terbaik dan selanjutnya menjadi jaminan mutu akan karya karya film yang berkarakter sekaligus mendorong tumbuhnya ide ide baru, menabrak konvensi, menantang penonton.
Studio ini melahirkan para sutradara independen dengan visi personal. Mella Jaarsma, Netherlands melalui eksperimennya memaparkan bagaimana visual artist terhubung dengan audience dan situasi dari masyarakat dari daerah yang pernah ia singgahi di Indonesia.
Ia mengumpulkan foto-foto dan berbagai material mulai dari kulit Binatang, kulit kayu, serat, kayu, besi, fiber glass sampai rotan. Bahan-bahan ini diolah dan divisualkan menjadi karya-karya, antara lain pakaian, seni instalasi sampai karya foto seni.
Eksperimen seninya ini menjawab sejauh mana penafsiran dari “Seni dan desain dalam media baru atau media baru dalam seni dan desain?” dapat diterjemahkan kali ini dalam eksperimen seninya.
Prof. Ts. Dr. Ruslan Abdul Rahim menyampaikan proyeknya yang berjudul "Makyung in Metaverse" yang diselenggarakan di platform Spatial.io. Proyek ini bertujuan memperkenalkan potensi penerapan teknologi media baru seperti Virtual Reality (VR) dalam menciptakan ruang metaverse yang interaktif, terutama bagi individu yang belum pernah mengenal Makyung sebelumnya.
Prof. Keat Ong, salah satu pembicara, menyoroti perlunya inovasi dalam seni dan desain yang berakar pada warisan tradisi. Ia mengungkapkan pentingnya menengok kembali warisan budaya kita dan menginterpretasikannya dengan metode riset yang baru. Menurutnya, tiga aspek utama yang harus diperhatikan dalam konteks ini adalah masyarakat, tempat, dan produk.
Seni tradisional memperlihatkan bagaimana untuk dipresentasikan dalam sebuah desain masa kini. Muhammad Rivai Riza mendiskusikan A24 sebagai studio distribusi film independen yang didirikan tahun 2012 yang produksi pertamanya Moonlight (2016) memenangkan Oscar untuk Film Terbaik dan selanjutnya menjadi jaminan mutu akan karya karya film yang berkarakter sekaligus mendorong tumbuhnya ide ide baru, menabrak konvensi, menantang penonton.
Studio ini melahirkan para sutradara independen dengan visi personal. Mella Jaarsma, Netherlands melalui eksperimennya memaparkan bagaimana visual artist terhubung dengan audience dan situasi dari masyarakat dari daerah yang pernah ia singgahi di Indonesia.
Ia mengumpulkan foto-foto dan berbagai material mulai dari kulit Binatang, kulit kayu, serat, kayu, besi, fiber glass sampai rotan. Bahan-bahan ini diolah dan divisualkan menjadi karya-karya, antara lain pakaian, seni instalasi sampai karya foto seni.
Eksperimen seninya ini menjawab sejauh mana penafsiran dari “Seni dan desain dalam media baru atau media baru dalam seni dan desain?” dapat diterjemahkan kali ini dalam eksperimen seninya.
Prof. Ts. Dr. Ruslan Abdul Rahim menyampaikan proyeknya yang berjudul "Makyung in Metaverse" yang diselenggarakan di platform Spatial.io. Proyek ini bertujuan memperkenalkan potensi penerapan teknologi media baru seperti Virtual Reality (VR) dalam menciptakan ruang metaverse yang interaktif, terutama bagi individu yang belum pernah mengenal Makyung sebelumnya.
(nnz)
Lihat Juga :
tulis komentar anda