Inovasi Skrining Kanker Serviks Berbasis AI Mahasiswa UI dan ITB Raih Juara di Qatar
Selasa, 10 Desember 2024 - 08:22 WIB
Ia dan tim pun berharap inovasi ini mampu memberikan alternatif yang lebih nyaman, akurat, dan mudah diakses bagi perempuan untuk melakukan skrining kanker serviks secara rutin.
“Alhamdulillah, saat ini penelitian Cervivai sedang dalam tahap peningkatan akurasi diagnosis teknologi AI dan pengembangan model spekulum. Rencana kedepannya, Cervivai akan mulai melakukan pilot project di pertengahan tahun 2025," katanya, melalui siaran pers, Selasa (10/12/2024).
Baca juga: Kanker Serviks Jadi Salah Satu Penyebab Kematian Tertinggi, Wanita Diminta Skrining sejak Dini
Ia berharap, inovasi yang mereka rancang itu diharapkan mampu memberikan pengalaman yang lebih nyaman bagi perempuan untuk melakukan pemeriksaan secara rutin. Hal ini agar skrining penyakit tersebut bisa lebih massif sehingga kasus kanker serviks bisa ditekan.
Mutiara menuturkan, pengembangan Cervivai dimulai pada Januari 2024 dengan fokus pada peningkatan akurasi diagnosis berbasis AI dan pengembangan model spekulum. Tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah pengumpulan data dengan jumlah yang dibutuhkan untuk pembuatan AI agar memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi.
“Terkait hal tersebut, hingga saat ini tim masih terus berupaya meningkatkan akurasi prediksi,” kata dr. Mutiara.
Adapun, Sandra Princessa menceritakan latar belakang pengembangan inovasi ini didorong oleh fakta bahwa cakupan skrining kanker serviks di Indonesia masih rendah, padahal saran untuk melakukan skrining kanker serviks seharusnya rutin setiap tiga tahun sekali.
“Perempuan merasa takut untuk skrining kanker serviks karena dalam metodenya melibatkan aktivitas memasukkan spekulum berbahan logam atau plastik yang menyebabkan nyeri dan rasa tidak nyaman. Maka dari itu, kami mengembangkan spekulum berbahan silikon untuk membuat perempuan lebih nyaman melakukan skrining kanker serviks rutin,” kata Sandra Princessa.
Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam menyampaikan, prestasi tim Cervivai di ajang WISH 2024 tidak hanya menjadi kebanggaan FKUI, tetapi juga menunjukkan kekuatan kolaborasi multidisiplin dalam menciptakan solusi inovatif di bidang kesehatan.
“Alhamdulillah, saat ini penelitian Cervivai sedang dalam tahap peningkatan akurasi diagnosis teknologi AI dan pengembangan model spekulum. Rencana kedepannya, Cervivai akan mulai melakukan pilot project di pertengahan tahun 2025," katanya, melalui siaran pers, Selasa (10/12/2024).
Baca juga: Kanker Serviks Jadi Salah Satu Penyebab Kematian Tertinggi, Wanita Diminta Skrining sejak Dini
Ia berharap, inovasi yang mereka rancang itu diharapkan mampu memberikan pengalaman yang lebih nyaman bagi perempuan untuk melakukan pemeriksaan secara rutin. Hal ini agar skrining penyakit tersebut bisa lebih massif sehingga kasus kanker serviks bisa ditekan.
Mutiara menuturkan, pengembangan Cervivai dimulai pada Januari 2024 dengan fokus pada peningkatan akurasi diagnosis berbasis AI dan pengembangan model spekulum. Tantangan terbesar yang mereka hadapi adalah pengumpulan data dengan jumlah yang dibutuhkan untuk pembuatan AI agar memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi.
“Terkait hal tersebut, hingga saat ini tim masih terus berupaya meningkatkan akurasi prediksi,” kata dr. Mutiara.
Adapun, Sandra Princessa menceritakan latar belakang pengembangan inovasi ini didorong oleh fakta bahwa cakupan skrining kanker serviks di Indonesia masih rendah, padahal saran untuk melakukan skrining kanker serviks seharusnya rutin setiap tiga tahun sekali.
“Perempuan merasa takut untuk skrining kanker serviks karena dalam metodenya melibatkan aktivitas memasukkan spekulum berbahan logam atau plastik yang menyebabkan nyeri dan rasa tidak nyaman. Maka dari itu, kami mengembangkan spekulum berbahan silikon untuk membuat perempuan lebih nyaman melakukan skrining kanker serviks rutin,” kata Sandra Princessa.
Dekan FKUI Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam menyampaikan, prestasi tim Cervivai di ajang WISH 2024 tidak hanya menjadi kebanggaan FKUI, tetapi juga menunjukkan kekuatan kolaborasi multidisiplin dalam menciptakan solusi inovatif di bidang kesehatan.
Lihat Juga :
tulis komentar anda