Agus Maryono Raih Penghargaan Paten Terbaik UGM
Kamis, 12 November 2020 - 07:36 WIB
YOGYAKARTA - Dosen dan peneliti Sekolah Vokasi UGM , Agus Maryono, mengembangkan GAMA-RainFilter, alat penyaring dan penampung air hujan yang dapat dipasang pada penangkap atau pemanen air hujan sehingga menghasilkan kualitas air yang memenuhi standar air bersih.
Alat yang memiliki nomor paten IDP00067606 ini membawanya menerima penghargaan Paten Terbaik dalam Malam Anugerah Insan Berprestasi UGM yang diselenggarakan Rabu (4/11) lalu. Agus menuturkan, riset dan pengembangan produk ini ia mulai 15 tahun yang lalu, berawal dari keprihatinan terkait persoalan ketahanan air di daerah-daerah di Indonesia. (Baca juga: ITB, UGM dan IPB Perguruan Tinggi Terinovatif 2020 Versi Kemristek/BRIN )
“Pada tahun 2005 saya mulai membuat konsep memanen air hujan dan sudah saya sampaikan di berbagai tempat. Kemudian saya juga membuat buku dan berusaha untuk menyampaikan itu kepada masyarakat,” jelasnya seperti dikutip dari laman UGM, Kamis (12/11/2020).
Ia mulai membuat prototipe alat ini pada 2010 yang dipasang di Fakultas Teknik UGM. Prototipe ini ternyata mendapat sambutan baik dari banyak pihak. “Baik media maupun masyarakat ternyata sangat tertarik, mereka mengatakan alat ini sangat bagus dan airnya pun bersih,” kata Agus.
Setelah menyempurnakan beberapa bagian, Agus mulai menulis paten untuk alat ini pada 2016, yang kemudian menerima layak paten pada 2019 dan mendapat nomor paten pada tahun ini. (Baca juga: UGM Peringkat II Perguruan Tinggi Inovatif versi Kemenristek/BRIN )
“Sambil menunggu paten tentunya saya tidak berhenti dan tidak melakukan apa-apa. Saya terus melakukan sosialisasi sambil mengembangkan gerakan memanen air hujan. Kongres memanen air hujan yang diselenggarakan pada 2018 adalah salah satu bentuk gerakan itu,” paparnya.
Meski memiliki paten untuk alat yang ia kembangkan, Agus ingin agar masyarakat dapat membuat alat ini secara mandiri sesuai kebutuhan mereka. Alat berupa sistem semi otomatis ini dapat dibangun oleh masayarakat luas dengan arahan awal oleh pakar terkait dan pada implementasi luas akan dapat ikut menyelesaikan masalah air bersih, banjir, dan kekeringan.
Individu ataupun kelompok yang ingin membuat alat ini bisa mengetahui langkah-langkah yang diperlukan melalui video-video yang ia unggah pada kanal Youtube. Saat ini, alat tersebut sudah terpasang di berbagai daerah di seluruh Indonesia, dari Pulau Sumatra, Kalimantan, hingga Maluku. (Baca juga: Lulusan Perguruan Tinggi Perlu Miliki Smart Skills dan Sharp Skills )
“Alat ini meski sifatnya paten tapi sudah cukup dikenal karena sistemnya sederhana dan mudah dipahami. Ada videonya di youtube jadi masyarakat bisa membuat sendiri,” terangnya.
Untuk memperoleh paten, Agus mengungkapkan, tidak perlu menemukan sesuatu yang benar-benar baru. Seorang peneliti menurutnya bisa mengembangkan hal-hal yang sudah ada di depan mata dan mengembangkannya selangkah lebih jauh.
Ia menyebut bahwa produktivitas seorang peneliti akan timbul ketika ia memiliki keprihatinan tertentu yang kemudian membangkitkan keinginan untuk memperjuangkan hal tersebut. Hal inilah yang menjadi pendorong baginya untuk berkarya dan membuat gerakan untuk menyebarluaskan kemanfaatan dari produk inovasinya.
“Saya memiliki impian untuk membawa gerakan ini menuju hadiah nobel. Mungkin agak sulit, tapi lebih baik memiliki sebuah cita-cita, dan ini semua untuk UGM dan untuk Indonesia,” ucapnya.
Alat yang memiliki nomor paten IDP00067606 ini membawanya menerima penghargaan Paten Terbaik dalam Malam Anugerah Insan Berprestasi UGM yang diselenggarakan Rabu (4/11) lalu. Agus menuturkan, riset dan pengembangan produk ini ia mulai 15 tahun yang lalu, berawal dari keprihatinan terkait persoalan ketahanan air di daerah-daerah di Indonesia. (Baca juga: ITB, UGM dan IPB Perguruan Tinggi Terinovatif 2020 Versi Kemristek/BRIN )
“Pada tahun 2005 saya mulai membuat konsep memanen air hujan dan sudah saya sampaikan di berbagai tempat. Kemudian saya juga membuat buku dan berusaha untuk menyampaikan itu kepada masyarakat,” jelasnya seperti dikutip dari laman UGM, Kamis (12/11/2020).
Ia mulai membuat prototipe alat ini pada 2010 yang dipasang di Fakultas Teknik UGM. Prototipe ini ternyata mendapat sambutan baik dari banyak pihak. “Baik media maupun masyarakat ternyata sangat tertarik, mereka mengatakan alat ini sangat bagus dan airnya pun bersih,” kata Agus.
Setelah menyempurnakan beberapa bagian, Agus mulai menulis paten untuk alat ini pada 2016, yang kemudian menerima layak paten pada 2019 dan mendapat nomor paten pada tahun ini. (Baca juga: UGM Peringkat II Perguruan Tinggi Inovatif versi Kemenristek/BRIN )
“Sambil menunggu paten tentunya saya tidak berhenti dan tidak melakukan apa-apa. Saya terus melakukan sosialisasi sambil mengembangkan gerakan memanen air hujan. Kongres memanen air hujan yang diselenggarakan pada 2018 adalah salah satu bentuk gerakan itu,” paparnya.
Meski memiliki paten untuk alat yang ia kembangkan, Agus ingin agar masyarakat dapat membuat alat ini secara mandiri sesuai kebutuhan mereka. Alat berupa sistem semi otomatis ini dapat dibangun oleh masayarakat luas dengan arahan awal oleh pakar terkait dan pada implementasi luas akan dapat ikut menyelesaikan masalah air bersih, banjir, dan kekeringan.
Individu ataupun kelompok yang ingin membuat alat ini bisa mengetahui langkah-langkah yang diperlukan melalui video-video yang ia unggah pada kanal Youtube. Saat ini, alat tersebut sudah terpasang di berbagai daerah di seluruh Indonesia, dari Pulau Sumatra, Kalimantan, hingga Maluku. (Baca juga: Lulusan Perguruan Tinggi Perlu Miliki Smart Skills dan Sharp Skills )
“Alat ini meski sifatnya paten tapi sudah cukup dikenal karena sistemnya sederhana dan mudah dipahami. Ada videonya di youtube jadi masyarakat bisa membuat sendiri,” terangnya.
Untuk memperoleh paten, Agus mengungkapkan, tidak perlu menemukan sesuatu yang benar-benar baru. Seorang peneliti menurutnya bisa mengembangkan hal-hal yang sudah ada di depan mata dan mengembangkannya selangkah lebih jauh.
Ia menyebut bahwa produktivitas seorang peneliti akan timbul ketika ia memiliki keprihatinan tertentu yang kemudian membangkitkan keinginan untuk memperjuangkan hal tersebut. Hal inilah yang menjadi pendorong baginya untuk berkarya dan membuat gerakan untuk menyebarluaskan kemanfaatan dari produk inovasinya.
“Saya memiliki impian untuk membawa gerakan ini menuju hadiah nobel. Mungkin agak sulit, tapi lebih baik memiliki sebuah cita-cita, dan ini semua untuk UGM dan untuk Indonesia,” ucapnya.
(mpw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda