Sebelum Buka Sekolah, KPAI Minta Kemendikbud Buat Protokol Kesehatan Sendiri
Senin, 11 Mei 2020 - 13:20 WIB
JAKARTA - Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuka kembali sekolah pada pertengahan Juli harus diikuti dengan protokol kesehatan yang ketat. Selain itu, memperlukan tambahan fasilitas untuk siswa-siswa agar bisa menjalankan hidup bersih.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kemendikbud memperhatikan lima hal jika tetap ingin membuka sekolah pada Juli nanti. Pertama, menurut Komisioner KPAI Retno Listyarti, sekolah-sekolah itu harus disterilisasi dengan anggaran dari dana bantuan operasional sekolah (BOS). (Baca juga: Orientasi Pendidikan RI Harus Antisipasi Percepatan Perubahan Dunia )
“Juga dibantu dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) melalui dinas kesehatan dan pendidikan setempat,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (11/5/2020).
Kedua, perlu penetapan protokol kesehatan dari institusi pendidikan setempat. Selain itu, penambahan wastafel di sekolah-sekolah. Ini penting untuk siswa-siswi agar dapat cuci tangan dengan air bersih yang mengalir. Retno mengatakan di setiap kelas perlu ada hand sanitizer.
“Pembangunan wastafel harus didukung pembiayaannya oleh APBD. Sedangkan, sabun dan hand sanitizer bisa menggunakan anggaran yang dikelola sekolah dan dibantu para orang tua siswa yang mampu untuk bergotong royong,” tuturnya.
Ketiga, setiap guru, tenaga kependidikan, dan siswa-siswi wajib menggunakan masker. Pemerintah pusat dan daerah (pemda) harus memberikan bantuan masker ke setiap siswa dan sekolah.
Rata-rata masker bahan itu hanya bisa digunakan empat jam. Kalau jam belajar per harinya lebih dari itu, setiap siswa, guru, dan tenaga kependidikan wajib membawa dua masker.
Keempat, KPAI menginginkan Kemendikbud menetapkan protokol kesehatan sendiri. Aturan itu, misalnya, terkait pembatasan jumah siswa dalam satu ruang kelas. Ini pentin karena semua orang saat ini wajib menjaga jarak.
Kemendikbud perlu mempertimbangkan kemungkinan siswa masuk sekolah bergantian. Mungkin juga mempertahankan waktu belajar normal yang rata-rata delapan jam per hari. Sementara ini, waktu belajar memang diperpendek. (Baca juga: KPAI Nilai PJJ Tunjukkan Disparitas Pendidikan Keluarga Kaya dan Miskin )
KPAI menilai waktu belajar secara bertahap dikembalikan ke kondisi normal. Namun, setelah kondisi aman atau wabah COVID-19 sudah berakhir. Terakhir, KPAI mendorong pemerintah provinsi memfasilitasi pemeriksaan atau tes COVID-19 bagi guru yang tempat tinggalnya berbeda wilayah dengan tempat mengajar.
Pemeriksaan untuk memastikan guru itu dalam keadaan sehat dan negatif COVID-19. “Karena wilayah tempat tinggalnya dengan tempat mengajar bisa berbeda zona. Tempat mengajarnya zona hijau, tapi tempat tinggal si guru masih zona merah,” pungkasnya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kemendikbud memperhatikan lima hal jika tetap ingin membuka sekolah pada Juli nanti. Pertama, menurut Komisioner KPAI Retno Listyarti, sekolah-sekolah itu harus disterilisasi dengan anggaran dari dana bantuan operasional sekolah (BOS). (Baca juga: Orientasi Pendidikan RI Harus Antisipasi Percepatan Perubahan Dunia )
“Juga dibantu dengan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) melalui dinas kesehatan dan pendidikan setempat,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (11/5/2020).
Kedua, perlu penetapan protokol kesehatan dari institusi pendidikan setempat. Selain itu, penambahan wastafel di sekolah-sekolah. Ini penting untuk siswa-siswi agar dapat cuci tangan dengan air bersih yang mengalir. Retno mengatakan di setiap kelas perlu ada hand sanitizer.
“Pembangunan wastafel harus didukung pembiayaannya oleh APBD. Sedangkan, sabun dan hand sanitizer bisa menggunakan anggaran yang dikelola sekolah dan dibantu para orang tua siswa yang mampu untuk bergotong royong,” tuturnya.
Ketiga, setiap guru, tenaga kependidikan, dan siswa-siswi wajib menggunakan masker. Pemerintah pusat dan daerah (pemda) harus memberikan bantuan masker ke setiap siswa dan sekolah.
Rata-rata masker bahan itu hanya bisa digunakan empat jam. Kalau jam belajar per harinya lebih dari itu, setiap siswa, guru, dan tenaga kependidikan wajib membawa dua masker.
Keempat, KPAI menginginkan Kemendikbud menetapkan protokol kesehatan sendiri. Aturan itu, misalnya, terkait pembatasan jumah siswa dalam satu ruang kelas. Ini pentin karena semua orang saat ini wajib menjaga jarak.
Kemendikbud perlu mempertimbangkan kemungkinan siswa masuk sekolah bergantian. Mungkin juga mempertahankan waktu belajar normal yang rata-rata delapan jam per hari. Sementara ini, waktu belajar memang diperpendek. (Baca juga: KPAI Nilai PJJ Tunjukkan Disparitas Pendidikan Keluarga Kaya dan Miskin )
KPAI menilai waktu belajar secara bertahap dikembalikan ke kondisi normal. Namun, setelah kondisi aman atau wabah COVID-19 sudah berakhir. Terakhir, KPAI mendorong pemerintah provinsi memfasilitasi pemeriksaan atau tes COVID-19 bagi guru yang tempat tinggalnya berbeda wilayah dengan tempat mengajar.
Pemeriksaan untuk memastikan guru itu dalam keadaan sehat dan negatif COVID-19. “Karena wilayah tempat tinggalnya dengan tempat mengajar bisa berbeda zona. Tempat mengajarnya zona hijau, tapi tempat tinggal si guru masih zona merah,” pungkasnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda