Cegah Stunting, Mahasiswa UB Membuat Biskuit dari Ulat Hongkong
Jum'at, 05 Maret 2021 - 00:04 WIB
JAKARTA - Biskuit dari ulat Hongkong yang dibuat mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) meraih medali perak pada ajang internasional bertajuk Asean Innovative Science Environmental and Enterprenuer Fair (AISEEF) 2021.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 mencatat sebanyak 24,5% balita di dunia mengalami stunting. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi stunting terbesar kelima dengan prevalensi 36% (7.547 jumlah anak stunting) pada tahun 2019.
Menyikapi kondisi tersebut sejumlah mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB) mengembangkan produk-produk inovatif dari peternakan yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan bidang kesehatan.
Dengan dibimbing Dr. Dedes Amertaningtyas, tim yang terdiri dari Retno Nur Fadillah, Sularso, Yasri Rahmawati, Hendarto, dan Zuhdan Alaik membuat Biskot. Biskot merupakan biskuit protein ulat hongkong sebagai treatment stunting pada anak.
Sularso menjelaskan, kandungan protein pada larva ulat hongkong cukup tinggi yaitu 47,44% dengan kadar lemak 21,84%. Serta asam amino berupa taurin sebesar 17,53% yang sangat dibutuhkan pada masa tumbuh kembang anak.
Taurin merupakan jenis asam amino terbanyak kedua dalam ASI yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan berperan penting dalam proses pematangan sel otak.
“Ulat hongkong atau mealworm biasanya dibudidayakan hanya dijadikan pakan unggas karena memiliki kandungan nutrisi tinggi. Padahal ulat ini masuk dalam ordo coleoptera yang merupakan ordo keempat, artinya paling banyak dikonsumsi manusia,” katanya seperti dikutip dari laman resmi UB di ub.ac.id, Kamis (4/3).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2014 mencatat sebanyak 24,5% balita di dunia mengalami stunting. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi stunting terbesar kelima dengan prevalensi 36% (7.547 jumlah anak stunting) pada tahun 2019.
Menyikapi kondisi tersebut sejumlah mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (Fapet UB) mengembangkan produk-produk inovatif dari peternakan yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan bidang kesehatan.
Dengan dibimbing Dr. Dedes Amertaningtyas, tim yang terdiri dari Retno Nur Fadillah, Sularso, Yasri Rahmawati, Hendarto, dan Zuhdan Alaik membuat Biskot. Biskot merupakan biskuit protein ulat hongkong sebagai treatment stunting pada anak.
Sularso menjelaskan, kandungan protein pada larva ulat hongkong cukup tinggi yaitu 47,44% dengan kadar lemak 21,84%. Serta asam amino berupa taurin sebesar 17,53% yang sangat dibutuhkan pada masa tumbuh kembang anak.
Taurin merupakan jenis asam amino terbanyak kedua dalam ASI yang berfungsi sebagai neurotransmitter dan berperan penting dalam proses pematangan sel otak.
“Ulat hongkong atau mealworm biasanya dibudidayakan hanya dijadikan pakan unggas karena memiliki kandungan nutrisi tinggi. Padahal ulat ini masuk dalam ordo coleoptera yang merupakan ordo keempat, artinya paling banyak dikonsumsi manusia,” katanya seperti dikutip dari laman resmi UB di ub.ac.id, Kamis (4/3).
tulis komentar anda