Hasil Survei, Mayoritas Orang Tua dan Siswa Ingin Sekolah Dibuka
Kamis, 29 April 2021 - 21:24 WIB
Pagebluk Covid-19 memaksa semua orang untuk akrab dengan gawai, internet, dan berbagai platform media sosial (medsos) dan pembelajaran. Dalam sigi ASI, 64,7 persen menyatakan penggunaan teknologi digital sangat dibutuhkan di masa depan. Kemudian, 20,4 persen tidak dibutuhkan lagi setelah pagebluk berlalu.
Mayoritas masyarakat, menurut Ali, yakin pendidikan yang terintegrasi teknologi digital akan meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Meskipun nanti PTM digelar, teknologi informasi (TI) dan gawai akan dibutuhkan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar (KBM). “Kalau tidak menjadi penunjang akan ketinggalan. Sekarang informasi tersebar di medsos dan internet,” tegasnya.
Sementera itu, peneliti bidang pendidikan ASI Budi Sugandi mengatakan tidak ada satu negara pun di dunia yang optimal menjalankan aktivitas pendidikannya di masa pagebluk Covid-19. Di Indonesia, sebelum pagebluk saja, sudah banyak pekerjaan rumah (PR) dunia pendidikan yang harus diselesaikan. Dunia pendidikan terseok-seok ketika harus beradaptasi dengan era new normal.
Budi menjelaskan sebenarnya pelaksanaan pendidikan selama pagebluk ini tidak bisa ditumpukan semuanya pada Kemendikbud-Ristek. Perlu ada peran kementerian lain, seperti komunikasi dan informatika (Kominfo) dalam hal penyediaan jaringan internet. Bagi siswa yang tinggal di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal, PJJ tentu akan sulit dilaksanakan karena jaringan internet yang buruk.
Ditambah lagi, tidak banyak yang memiliki gawai. “Saya melihat orang tua belum siap dengan belajar dari rumah. Banyak orang tua yang stress karena pembelajaran untuk SMP dan SMA jauh lebih sulit dari pengetahuannya. Edukasi terhadap orang tua perlu digalakkan lagi,” jelasnya.
Bertahap
Pengamat pendidikan Itje Chodidjah mengatakan PTM harus dilakukan secara bertahap. Dia mengungkapkan kejenuhan yang dialami anak-anak itu tidak hanya terjadi di Indonesia. Akan tetapi, dirasakan anak-anak di seluruh dunia. Dia mewanti-wanti Kemendikbud-Ristek untuk memperhatikan psikis anak-anak karena ada jeda satu tahun mereka tidak bertemu dengan teman-teman dan gurunya.
“Anak-anak ke sekolah dengan kondisi psikologis goyah. Ini perlu menjadi perhatian masyarakat dan Kemendikbud. Bagaimana Kemendikbud merancang waktu dan kegiatan kembali ke sekolah yang sehat secara psikologi setelah mengalami turbulensi proses belajar di rumah. Ada proses belajar daring yang menyenangkan, tetapi tidak sedikit anak-anak tidak belajar,” tuturnya.
Itje menyatakan saat ini masyarakat tidak bisa menghindari lagi pemanfaatan dan pengintegrasian TI. Anak-anak, menurutnya, sudah terpapar berbagai informasi dari aneka platform digital. “Saya berharap Kemendikbud mengupayakan adanya program dan panduan melalui aplikasi yang sebar secara luas. Modelnya (harus) sederhana untuk memberikan wawasan kepada guru dan orang tua bagaimana memanfaatkan teknologi dalam proses belajar mengajar,” jelasnya.
Baca Juga
Mayoritas masyarakat, menurut Ali, yakin pendidikan yang terintegrasi teknologi digital akan meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Meskipun nanti PTM digelar, teknologi informasi (TI) dan gawai akan dibutuhkan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar (KBM). “Kalau tidak menjadi penunjang akan ketinggalan. Sekarang informasi tersebar di medsos dan internet,” tegasnya.
Sementera itu, peneliti bidang pendidikan ASI Budi Sugandi mengatakan tidak ada satu negara pun di dunia yang optimal menjalankan aktivitas pendidikannya di masa pagebluk Covid-19. Di Indonesia, sebelum pagebluk saja, sudah banyak pekerjaan rumah (PR) dunia pendidikan yang harus diselesaikan. Dunia pendidikan terseok-seok ketika harus beradaptasi dengan era new normal.
Budi menjelaskan sebenarnya pelaksanaan pendidikan selama pagebluk ini tidak bisa ditumpukan semuanya pada Kemendikbud-Ristek. Perlu ada peran kementerian lain, seperti komunikasi dan informatika (Kominfo) dalam hal penyediaan jaringan internet. Bagi siswa yang tinggal di wilayah terdepan, terpencil, dan tertinggal, PJJ tentu akan sulit dilaksanakan karena jaringan internet yang buruk.
Ditambah lagi, tidak banyak yang memiliki gawai. “Saya melihat orang tua belum siap dengan belajar dari rumah. Banyak orang tua yang stress karena pembelajaran untuk SMP dan SMA jauh lebih sulit dari pengetahuannya. Edukasi terhadap orang tua perlu digalakkan lagi,” jelasnya.
Bertahap
Pengamat pendidikan Itje Chodidjah mengatakan PTM harus dilakukan secara bertahap. Dia mengungkapkan kejenuhan yang dialami anak-anak itu tidak hanya terjadi di Indonesia. Akan tetapi, dirasakan anak-anak di seluruh dunia. Dia mewanti-wanti Kemendikbud-Ristek untuk memperhatikan psikis anak-anak karena ada jeda satu tahun mereka tidak bertemu dengan teman-teman dan gurunya.
“Anak-anak ke sekolah dengan kondisi psikologis goyah. Ini perlu menjadi perhatian masyarakat dan Kemendikbud. Bagaimana Kemendikbud merancang waktu dan kegiatan kembali ke sekolah yang sehat secara psikologi setelah mengalami turbulensi proses belajar di rumah. Ada proses belajar daring yang menyenangkan, tetapi tidak sedikit anak-anak tidak belajar,” tuturnya.
Itje menyatakan saat ini masyarakat tidak bisa menghindari lagi pemanfaatan dan pengintegrasian TI. Anak-anak, menurutnya, sudah terpapar berbagai informasi dari aneka platform digital. “Saya berharap Kemendikbud mengupayakan adanya program dan panduan melalui aplikasi yang sebar secara luas. Modelnya (harus) sederhana untuk memberikan wawasan kepada guru dan orang tua bagaimana memanfaatkan teknologi dalam proses belajar mengajar,” jelasnya.
tulis komentar anda