Standarisasi Penting bagi Penjaminan Mutu Sistem Pendidikan Nasional
Rabu, 22 September 2021 - 18:55 WIB
JAKARTA - Tuntutan akan terjaminnya mutu sistem pendidikan nasiona l tidak pernah surut. Berbagai kritik kerap dilontarkan kepada pemerintah terkait penyelenggaraan pendidikan berbasis standar yang dinilai tak efektif meningkatkan kualitas belajar siswa. Bahkan upaya pemenuhan standar masih dianggap hanya sebagai pemenuhan administratif semata sehingga tidak berdampak pada perbaikan mutu sistem pendidikan nasional.
Menjawab polemik yang terjadi, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek,Anindito Aditomo menjelaskan bahwa pengelolaan pendidikan nasional sejatinya tetap membutuhkan standar yang jelas dan terukur yang tidak hanya mendorong tertib administrasi melainkan juga akan berdampak pada perbaikan mutu. Baca juga: Solusi Pembelajaran di Daerah 3T, Kemendikbudristek Siapkan Mobil PJJ
“Kami di Kemendikbudristek terus melakukan perbaikan terhadap penyelenggaraan pendidikan berbasis standar. Keberadaan standarisasi tersebut memastikan adanya suatu mekanisme yang jelas yang dapat dijadikan referensi dalam perumusan kebijakan pendidikan nasional serta dijadikan landasan bagi penyelenggaraan evaluasi untuk mengukur keberhasilan (atau kegagalan) sistem Pendidikan,” terang Anindito, Rabu (22/9/2021).
Anindito mengakui jika masih ada anggapan di masyarakat bahwa sistem pendidikan berbasis standar masih kurang memuaskan dalam memastikan penjaminan mutu pendidikan nasional. Standarisasi bahkan dinilai telah menutup ruang bagi para guru dan kepala sekolah untuk melakukan inisiatif dan kegiatan penjaminan mutu sebaliknya dianggap hanya bagian dari pemenuhan administratif namun gagal meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu, standarisasi juga dikritik telah mengabaikan keunikan konteks dan kebutuhan, baik di tingkat individu murid maupun sekolah dan daerah sehingga pembelajaran tidak berlangsung efektif. Salah satu yang dirujuk adalah hasil analis para peneliti Rise yang menemukan bahwa selama periode 2000 sampai 2014, kompetensi matematika murid justru mengalami penurunan signifikan. Sebagai ilustrasi, skor rata-rata murid kelas 7 pada 2014 hanya setara dengan skor rata-rata murid kelas 4 pada 2000.
“Standarisasi pada dasarnya memiliki banyak manfaat baik bagi siswa maupun bagi guru. Bagi siswa, adanya standarisasi dalam sistem pendidikan nasional dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap ketersediaan sistem pendidikan yang diakui bagi siswa dan dengan sendirinya menghapus kesenjangan dan praktik buruk yang merugikan siswa. Sementara itu bagi guru, standarisasi seolah membangun rambu-rambu atau aturan yang jelas bagi guru agar mereka dapat melakukan inovasi serta mengambil keputusan profesional untuk memajukan kompetensi para siswa,” terang dia.
Menurut Anindito, jika upaya pemerintah dalam memastikan tersedianya sistem pendidikan nasional yang berkualitas sebenarnya telah dimulai hampir dua dekade lalu dengan memberlakukan pendidikan berbasis standar melalui penerbitan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mandat yang dibawa UU tersebut jelas, yakni akan adanya penjaminan mutu yang mengacu pada delapan komponen standar nasional pendidikan.
Kemudian pada tahun 2005, yakni melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, lanjutnya, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam memastikan jaminan mutu pendidikan dengan membentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). BNSP mengemban tugas untuk merumuskan standar nasional pendidikan dan melaksanakan ujian nasional.
Standar nasional yang dirumuskan BSNP ini bahkan menjadi acuan bagi diterbitkannya berbagai kebijakan penting seperti kurikulum, pemenuhan sarana-prasarana, dan tata kelola guru. Standar tersebut juga menjadi acuan bagi akreditasi sekolah/madrasah yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN), dan bagi pemetaan mutu yang dilakukan pemerintah.
Penjaminan mutu oleh pemerintah juga didukung oleh penerbitan PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang memiliki sasaran untuk mengurangi kerumitan administratif dan fokus pada penguatan pembelajaran. Komitmen perbaikan mutu pendidikan juga diperkuat oleh Kemendikbudristek melalui rencana penerapan asesmen nasional yang dirancang untuk memetakan mutu serta mendorong sekolah/madrasah, dan pemda, agar lebih serius merumuskan langkah untuk meningkatkan kualitas dan mengurangi kesenjangan dalam pendidikan. Di sisi lain, BAN juga tengah merevisi mekanisme dan instrumen akreditasinya.
“Jadi penerapan standarisasi yang sungguh-sungguh dan terukur pada akhirnya berdampak pada perbaikan mutu sekolah. Namun tetap saja, keberhasilan suatu pendidikan tidak melulu menjadi tanggung jawab pemerintah. Ini memerlukan komitmen bersama dari seluruh lapisan masyarakat untuk memajukan pendidikan nasional dengan berkontribusi pada perbaikan mutu pendidikan di Indonesia,” tandasnya.
Menjawab polemik yang terjadi, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek,Anindito Aditomo menjelaskan bahwa pengelolaan pendidikan nasional sejatinya tetap membutuhkan standar yang jelas dan terukur yang tidak hanya mendorong tertib administrasi melainkan juga akan berdampak pada perbaikan mutu. Baca juga: Solusi Pembelajaran di Daerah 3T, Kemendikbudristek Siapkan Mobil PJJ
“Kami di Kemendikbudristek terus melakukan perbaikan terhadap penyelenggaraan pendidikan berbasis standar. Keberadaan standarisasi tersebut memastikan adanya suatu mekanisme yang jelas yang dapat dijadikan referensi dalam perumusan kebijakan pendidikan nasional serta dijadikan landasan bagi penyelenggaraan evaluasi untuk mengukur keberhasilan (atau kegagalan) sistem Pendidikan,” terang Anindito, Rabu (22/9/2021).
Anindito mengakui jika masih ada anggapan di masyarakat bahwa sistem pendidikan berbasis standar masih kurang memuaskan dalam memastikan penjaminan mutu pendidikan nasional. Standarisasi bahkan dinilai telah menutup ruang bagi para guru dan kepala sekolah untuk melakukan inisiatif dan kegiatan penjaminan mutu sebaliknya dianggap hanya bagian dari pemenuhan administratif namun gagal meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu, standarisasi juga dikritik telah mengabaikan keunikan konteks dan kebutuhan, baik di tingkat individu murid maupun sekolah dan daerah sehingga pembelajaran tidak berlangsung efektif. Salah satu yang dirujuk adalah hasil analis para peneliti Rise yang menemukan bahwa selama periode 2000 sampai 2014, kompetensi matematika murid justru mengalami penurunan signifikan. Sebagai ilustrasi, skor rata-rata murid kelas 7 pada 2014 hanya setara dengan skor rata-rata murid kelas 4 pada 2000.
“Standarisasi pada dasarnya memiliki banyak manfaat baik bagi siswa maupun bagi guru. Bagi siswa, adanya standarisasi dalam sistem pendidikan nasional dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap ketersediaan sistem pendidikan yang diakui bagi siswa dan dengan sendirinya menghapus kesenjangan dan praktik buruk yang merugikan siswa. Sementara itu bagi guru, standarisasi seolah membangun rambu-rambu atau aturan yang jelas bagi guru agar mereka dapat melakukan inovasi serta mengambil keputusan profesional untuk memajukan kompetensi para siswa,” terang dia.
Menurut Anindito, jika upaya pemerintah dalam memastikan tersedianya sistem pendidikan nasional yang berkualitas sebenarnya telah dimulai hampir dua dekade lalu dengan memberlakukan pendidikan berbasis standar melalui penerbitan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mandat yang dibawa UU tersebut jelas, yakni akan adanya penjaminan mutu yang mengacu pada delapan komponen standar nasional pendidikan.
Kemudian pada tahun 2005, yakni melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, lanjutnya, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam memastikan jaminan mutu pendidikan dengan membentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). BNSP mengemban tugas untuk merumuskan standar nasional pendidikan dan melaksanakan ujian nasional.
Standar nasional yang dirumuskan BSNP ini bahkan menjadi acuan bagi diterbitkannya berbagai kebijakan penting seperti kurikulum, pemenuhan sarana-prasarana, dan tata kelola guru. Standar tersebut juga menjadi acuan bagi akreditasi sekolah/madrasah yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN), dan bagi pemetaan mutu yang dilakukan pemerintah.
Penjaminan mutu oleh pemerintah juga didukung oleh penerbitan PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan yang memiliki sasaran untuk mengurangi kerumitan administratif dan fokus pada penguatan pembelajaran. Komitmen perbaikan mutu pendidikan juga diperkuat oleh Kemendikbudristek melalui rencana penerapan asesmen nasional yang dirancang untuk memetakan mutu serta mendorong sekolah/madrasah, dan pemda, agar lebih serius merumuskan langkah untuk meningkatkan kualitas dan mengurangi kesenjangan dalam pendidikan. Di sisi lain, BAN juga tengah merevisi mekanisme dan instrumen akreditasinya.
“Jadi penerapan standarisasi yang sungguh-sungguh dan terukur pada akhirnya berdampak pada perbaikan mutu sekolah. Namun tetap saja, keberhasilan suatu pendidikan tidak melulu menjadi tanggung jawab pemerintah. Ini memerlukan komitmen bersama dari seluruh lapisan masyarakat untuk memajukan pendidikan nasional dengan berkontribusi pada perbaikan mutu pendidikan di Indonesia,” tandasnya.
(kri)
tulis komentar anda