Pakar IPB Ungkap Alasan Kenapa Chef Mayoritas Pria daripada Wanita
Jum'at, 24 Desember 2021 - 20:43 WIB
Sementara itu, dalam materinya yang berjudul Peranan Ilmu Sensori dalam Pengembangan Produk di Industri Pangan, Prof Dede juga menjelaskan terkait ilmu sensori dan metode ujinya dalam industri pangan.
Menurutnya, saat ini sudah banyak metode uji sensori (lebih dari 30 metode). Dan metode-metode ini lebih banyak yang kuantitatif dibandingkan metode kualitatif.
“Pada beberapa tahun terakhir, terjadi pergeseran paradigma penggunaan instrumen uji sensori dari panel terlatih menjadi panel konsumen. Hal tersebut disukai oleh industri pangan, karena konsumen adalah pengguna akhir dari produk yang dihasilkan,” ujarnya.
Menurutnya, kemampuan industri untuk memahami posisi produk dalam perspektif sensori dari kategori produk yang ada di pasaran, termasuk produk kompetitor, menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan di pasaran.
Ia menambahkan bahwa penggunaan manusia sebagai instrumen ukur yang menjadi lingkup ilmu sensori akan terus digunakan dan berkembang di masa depan. Namun, tantangannya adalah pengontrolan terhadap manusia atau panel sensori yang digunakan.
“Teknik kalibrasi dan validasi panel sensori perlu ditetapkan dan distandarkan untuk meyakinkan hasil pengukuran sensori yang dihasilkan valid, dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” jelasnya.
Ia menambahkan, adanya perbedaan kultur, kebiasaan makan di masing-masing negara menyebabkan perbedaan persepsi sensori. Memahami aspek perilaku konsumsi dan sosial di masing-masing negara menjadi kunci dalam bisnis global tersebut.
“Perkembangan ilmu dan teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu sensori. Misalnya potensi aplikasi teknologi realitas virtual (VR) dan augmented (AR) dalam ilmu sensori. Bidang riset sensometrik dan biometrik juga akan menjadi fokus pengembangan ilmu sensori di masa datang dengan melibatkan berbagai bidang keilmuan lain,” pungkasnya.
Menurutnya, saat ini sudah banyak metode uji sensori (lebih dari 30 metode). Dan metode-metode ini lebih banyak yang kuantitatif dibandingkan metode kualitatif.
“Pada beberapa tahun terakhir, terjadi pergeseran paradigma penggunaan instrumen uji sensori dari panel terlatih menjadi panel konsumen. Hal tersebut disukai oleh industri pangan, karena konsumen adalah pengguna akhir dari produk yang dihasilkan,” ujarnya.
Menurutnya, kemampuan industri untuk memahami posisi produk dalam perspektif sensori dari kategori produk yang ada di pasaran, termasuk produk kompetitor, menjadi salah satu faktor yang menentukan keberhasilan di pasaran.
Ia menambahkan bahwa penggunaan manusia sebagai instrumen ukur yang menjadi lingkup ilmu sensori akan terus digunakan dan berkembang di masa depan. Namun, tantangannya adalah pengontrolan terhadap manusia atau panel sensori yang digunakan.
“Teknik kalibrasi dan validasi panel sensori perlu ditetapkan dan distandarkan untuk meyakinkan hasil pengukuran sensori yang dihasilkan valid, dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” jelasnya.
Ia menambahkan, adanya perbedaan kultur, kebiasaan makan di masing-masing negara menyebabkan perbedaan persepsi sensori. Memahami aspek perilaku konsumsi dan sosial di masing-masing negara menjadi kunci dalam bisnis global tersebut.
“Perkembangan ilmu dan teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu sensori. Misalnya potensi aplikasi teknologi realitas virtual (VR) dan augmented (AR) dalam ilmu sensori. Bidang riset sensometrik dan biometrik juga akan menjadi fokus pengembangan ilmu sensori di masa datang dengan melibatkan berbagai bidang keilmuan lain,” pungkasnya.
(mpw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda