Puskamnas Ubhara Jaya Harap Gen Z Waspada Penyebaran Radikalisme Melalui Media Sosial
Selasa, 16 Agustus 2022 - 07:51 WIB
Sebab itu, lanjutnya, penggunaan media sosial di kalangan Gen Z harus diwaspadai, jangan sampai justru menjadi perantara terjadinya radikalisasi. “Gen Z banyak mencari konten-konten agama secara instan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Indah berharap pencegahan terorisme dan radikalisme berbasis kekerasan di Indonesia dikakukan secara komprehensif. “Dalam arti mengadress semua isu termasuk memperhatikan hak asasi manusia (HAM) dan gender,” tukasnya.
Di tempat yang sama, Eks Juru Bicara Presiden Gus Dur, Ngatawi Al-Zastrow menyebut radikalisme harus jadi musuh bersama karena menjadi ancaman bagi bangsa.
“Jadi berbahaya dan ini lintas teritori, maka ini jadi musuh bersama bagi nation state. Bukan apa-apa karena yang diancam kemanusiaan, peradaban dan tatanan sosial. Semuanya jadi rusak sehingga dia (radikalisme berbasis kekerasan) jadi alfasad atau perusak,” katanya.
Ia mengatakan orang bisa terjangkit virus radikalisme karena pemahaman agama yang salah dan terlalu skriptualis memahami teks-yeks agama. “Adanya faktor kemiskinan, ajakan, bodoh karena pendidikan yang buruk, dan lain-lain, menuurt saya, kuncinya satu, yaitu kesalahpahaman dalam mamahami agama,” tegasnya.
Ia kemudian mencontohkan gembong teroris Dr Azhari yang diduga kuat menjadi dalang dan otak sejumlah aksi teror di Indonesia. “Peracik bom Dr Azhari itu orang kaya. Dokter Azhari itu juga pinter,” ungkapnya.
Sementara itu, masih di forum yang sama, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti mengatakan perlunya membuka ruang setiap perbedaan dan penjelasan tentang demokrasi sebagai sistem pemerintahan.
“Mereka (kelompok radikal) bisa hidup karena demokrasi. Ancaman keberadaan mereka adalah kematian demokrasi. Jadi, kalau demokrasi mati, korban pertama adalah mereka,” ujarnya.
Ray mengatakan, pergantian kepemimpinan dari Nabi Muhammad ke para sahabat justru mencerminkan ciri-ciri demokrasi.
“Kalau kita lihat 4 khalifah itu saya kira mereka tidak sedang mendirikan khilafah, melainkan sedang mempromosikan cikal bakal demokrasi,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Indah berharap pencegahan terorisme dan radikalisme berbasis kekerasan di Indonesia dikakukan secara komprehensif. “Dalam arti mengadress semua isu termasuk memperhatikan hak asasi manusia (HAM) dan gender,” tukasnya.
Di tempat yang sama, Eks Juru Bicara Presiden Gus Dur, Ngatawi Al-Zastrow menyebut radikalisme harus jadi musuh bersama karena menjadi ancaman bagi bangsa.
“Jadi berbahaya dan ini lintas teritori, maka ini jadi musuh bersama bagi nation state. Bukan apa-apa karena yang diancam kemanusiaan, peradaban dan tatanan sosial. Semuanya jadi rusak sehingga dia (radikalisme berbasis kekerasan) jadi alfasad atau perusak,” katanya.
Ia mengatakan orang bisa terjangkit virus radikalisme karena pemahaman agama yang salah dan terlalu skriptualis memahami teks-yeks agama. “Adanya faktor kemiskinan, ajakan, bodoh karena pendidikan yang buruk, dan lain-lain, menuurt saya, kuncinya satu, yaitu kesalahpahaman dalam mamahami agama,” tegasnya.
Ia kemudian mencontohkan gembong teroris Dr Azhari yang diduga kuat menjadi dalang dan otak sejumlah aksi teror di Indonesia. “Peracik bom Dr Azhari itu orang kaya. Dokter Azhari itu juga pinter,” ungkapnya.
Sementara itu, masih di forum yang sama, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti mengatakan perlunya membuka ruang setiap perbedaan dan penjelasan tentang demokrasi sebagai sistem pemerintahan.
“Mereka (kelompok radikal) bisa hidup karena demokrasi. Ancaman keberadaan mereka adalah kematian demokrasi. Jadi, kalau demokrasi mati, korban pertama adalah mereka,” ujarnya.
Ray mengatakan, pergantian kepemimpinan dari Nabi Muhammad ke para sahabat justru mencerminkan ciri-ciri demokrasi.
“Kalau kita lihat 4 khalifah itu saya kira mereka tidak sedang mendirikan khilafah, melainkan sedang mempromosikan cikal bakal demokrasi,” pungkasnya.
tulis komentar anda