Hasil Riset Guru Besar Unair Temukan Senyawa Tanaman untuk Obat Anti Kanker
loading...
A
A
A
JAKARTA - Prof Dr Alfinda Novi Kristanti dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Airlangga ( Unair ). Dia melakukan riset mengenai fitokimia senyawa fenolik pada tanaman obat dan tanaman endemik Indonesia sebagai bahan baku obat.
Pengukuhan Prof Dr Alfinda Novi Kristanti resmi menjadikannya guru besar Fakultas Sains dan Teknologi ke-21.Kajian riset itu berfokus pada fungsi tanaman yang menyediakan senyawa metabolit sekunder dengan struktur dan bioaktivitas beragam yang bisa dimanfaatkan manusia.
Selama satu dekade terakhir, dia telah meneliti tanaman gaharu (Aquilaria microcarpa), gambir (Uncaria), dan sambung nyawa (Gynura procumbens). Pada spesies Aquilaria, ia menyebut ada kandungan chromone yang mirip dengan senyawa golongan 2-styrylchromone yang kesediaan senyawa ini sangat jarang sehingga harus dilakukan sintesis organik.
Baca juga: Apa Perbedaan Jurusan Geomatika dan Geofisika? Begini Penjelasannya
Dari sintesis dengan variasi struktur benzaldehid, dosen departemen kimia itu menemukan 9 senyawa golongan 2-styrylchrome. Senyawa ini lalu diuji secara in silico melalui docking experiment menggunakan protein sebagai target obat pengembangan kemoterapi kanker.
“Rangkaian penelitian ini menjadi contoh bagaimana alam telah memberikan ide struktur senyawa untuk dapat dilakukan sintesis senyawa dengan potensi yang lebih baik,” katanya, dikutip dari laman Unair, Jumat (3/3/2023).
Selanjutnya, Guru besar Unair PTN-BH ke-275 ini beralih pada komponen utama gambir yaitu catechin merupakan senyawa golongan flavonoid. Dari hasil isolasi menunjukkan satu kilogram gambir mengandung kadar catechin sebesar 18 gram dengan tingkat kemurnian 90 persen.
“Senyawa catechin dapat bertindak sebagai antikanker, antiviral, antimikroba, bahkan aktivitas antioksidannya jauh lebih besar dibandingkan dengan vitamin C. Hal ini secara tidak langsung dapat mencegah potensi terjadinya kanker,” terang Prof Alfinda.
Dia melanjutkan pemaparan risetnya terhadap sambung nyawa yang telah dimanfaatkan sebagai pengobatan. Bagian akar Gynura procumbens rupanya jauh lebih aktif dibandingkan daun, namun kelemahannya pemanfaatan akar tersebut harus mencabut seluruh tanaman.
Baca juga: Putri Guru TK Ini Bikin Bangga Orang Tuanya, Cum Laude dan Jadi Wisudawan Terbaik UNY
Ia kemudian mendasarkan pada peningkatan biomassa dan kandungan metabolit menggunakan kultur akar adventif tanaman. Selain itu, dilakukan pengembangan potensi tanaman menggunakan nanoteknologi berupa nanokapsul ekstrak tanaman yang dapat meningkatkan aktivitas anti-dengue dan menurunkan toksisitas.
Prof Alfinda menuturkan, komunikasi kimiawi tanaman memberikan dampak positif bagi manusia dengan dihasilkannya senyawa metabolit sekunder. Diikuti perkembangan ilmu sintesis organik, khususnya nanoteknologi terbukti mampu meningkatkan potensi tanaman obat sebagai bahan baku obat.
“Oleh karena itu, riset tentang pemanfaatan senyawa metabolit sekunder pada tanaman sangat penting untuk dilakukan. Untuk mendukung pembangunan ekosistem kemandirian obat di Indonesia,” tandasnya.
Pengukuhan Prof Dr Alfinda Novi Kristanti resmi menjadikannya guru besar Fakultas Sains dan Teknologi ke-21.Kajian riset itu berfokus pada fungsi tanaman yang menyediakan senyawa metabolit sekunder dengan struktur dan bioaktivitas beragam yang bisa dimanfaatkan manusia.
Selama satu dekade terakhir, dia telah meneliti tanaman gaharu (Aquilaria microcarpa), gambir (Uncaria), dan sambung nyawa (Gynura procumbens). Pada spesies Aquilaria, ia menyebut ada kandungan chromone yang mirip dengan senyawa golongan 2-styrylchromone yang kesediaan senyawa ini sangat jarang sehingga harus dilakukan sintesis organik.
Baca juga: Apa Perbedaan Jurusan Geomatika dan Geofisika? Begini Penjelasannya
Dari sintesis dengan variasi struktur benzaldehid, dosen departemen kimia itu menemukan 9 senyawa golongan 2-styrylchrome. Senyawa ini lalu diuji secara in silico melalui docking experiment menggunakan protein sebagai target obat pengembangan kemoterapi kanker.
“Rangkaian penelitian ini menjadi contoh bagaimana alam telah memberikan ide struktur senyawa untuk dapat dilakukan sintesis senyawa dengan potensi yang lebih baik,” katanya, dikutip dari laman Unair, Jumat (3/3/2023).
Selanjutnya, Guru besar Unair PTN-BH ke-275 ini beralih pada komponen utama gambir yaitu catechin merupakan senyawa golongan flavonoid. Dari hasil isolasi menunjukkan satu kilogram gambir mengandung kadar catechin sebesar 18 gram dengan tingkat kemurnian 90 persen.
“Senyawa catechin dapat bertindak sebagai antikanker, antiviral, antimikroba, bahkan aktivitas antioksidannya jauh lebih besar dibandingkan dengan vitamin C. Hal ini secara tidak langsung dapat mencegah potensi terjadinya kanker,” terang Prof Alfinda.
Dia melanjutkan pemaparan risetnya terhadap sambung nyawa yang telah dimanfaatkan sebagai pengobatan. Bagian akar Gynura procumbens rupanya jauh lebih aktif dibandingkan daun, namun kelemahannya pemanfaatan akar tersebut harus mencabut seluruh tanaman.
Baca juga: Putri Guru TK Ini Bikin Bangga Orang Tuanya, Cum Laude dan Jadi Wisudawan Terbaik UNY
Ia kemudian mendasarkan pada peningkatan biomassa dan kandungan metabolit menggunakan kultur akar adventif tanaman. Selain itu, dilakukan pengembangan potensi tanaman menggunakan nanoteknologi berupa nanokapsul ekstrak tanaman yang dapat meningkatkan aktivitas anti-dengue dan menurunkan toksisitas.
Prof Alfinda menuturkan, komunikasi kimiawi tanaman memberikan dampak positif bagi manusia dengan dihasilkannya senyawa metabolit sekunder. Diikuti perkembangan ilmu sintesis organik, khususnya nanoteknologi terbukti mampu meningkatkan potensi tanaman obat sebagai bahan baku obat.
“Oleh karena itu, riset tentang pemanfaatan senyawa metabolit sekunder pada tanaman sangat penting untuk dilakukan. Untuk mendukung pembangunan ekosistem kemandirian obat di Indonesia,” tandasnya.
(nnz)