Pengamat UGM: Kebijakan Masuk Sekolah Lebih Pagi Berdampak Buruk bagi Siswa

Minggu, 05 Maret 2023 - 22:00 WIB
loading...
Pengamat UGM: Kebijakan...
Kebijakan Pemprov NTT menerapkan jam masuk sekolah pukul 05.30 WITA menjadi sorotan banyak pihak. Foto/Dok/UGM
A A A
JAKARTA - Kebijakan Pemprov Nusa Tenggara Timur ( NTT ) menerapkan jam masuk sekolah pukul 05.30 WITA menjadi sorotan banyak pihak. Pengamat Perkembangan Anak, Remaja, dan Pendidikan dari Fakultas Psikologi UGM, T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., Psikolog., menilai kebijakan yang diterapkan tersebut kurang bijaksana dan kurang komprehensif.

“Dalam kajian perkembangan dan pendidikan sampai saat ini belum ada studi yang menjustifikasi jika sekolah dimulai lebih pagi dan menambah lama jam sekolah memiliki signifikansi terhadap etos belajar, kedisiplinan, dan prestasi siswa. Dengan begitu kebijakan ini kurang bijaksana,” kata Novi seperti dilansir dari laman resmi UGM , Minggu (5/3/2023).



Menurutnya, kebijakan tersebut akan menimbulkan dampak buruk jika tetap dijalankan dan tidak segera dilakukan mitigasi. Kebijakan sekolah masuk lebih pagi bisa berdampak negatif pada fisik, emosi, maupun kognisi siswa. Dari sisi fisik, masuk sekolah lebih pagi akan memengaruhi kualitas tidur sehingga berpengaruh pada kondisi fisik anak.

Sementara itu, penambahan jam sekolah akan mengakibatkan kelelahan kronis pada anak yang bisa menurunkan imunitas tubuh sehingga lebih rentan terserang penyakit. Hal tersebut pada akhirnya akan memengaruhi fokus belajar anak.

“Masuk lebih pagi, terburu-buru, dikhawatirkan anak-anak jadi tidak sempat sarapan atau sarapan, namun kurang berkualitas sehingga memengaruhi konsentrasi belajar di sekolah,”imbuhnya.

Berpotensi Munculkan Problem Emosi

Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan ini mengatakan kebijakan masuk sekolah pagi juga akan berpengaruh pada emosi anak karena harus bangun lebih pagi yang tentunya bukan menjadi hal yang mudah. Demikian halnya dengan orang tua, yang bisa tersulut emosinya ketika menjumpai anak-anak belum siap.

“Akan banyak berpotensi memunculkan problem emosi, yang seharusnya berangkat dengan emosi positif penuh harapan dan motivasi. Namun, justru diawali dengan emosi negatif. Belum lagi kalau terlambat anak akan menerima hukuman, di sini anak-anak juga bisa timbul emosi dan begitu juga gurunya emosi karena capek,”urainya.



Menurutnya, ada lingkaran persoalan emosi negatif yang dimunculkan dalam kondisi ini. Apabila hal tersebut berlangsung dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat menurunkan motivasi belajar siswa dan mengajar guru.

Kebijakan tersebut juga memengaruhi aspek kognitif pada anak. Novi menjelaskan bahwa otak manusia akan berfungsi secara optimal jika kondisi seluruh tubuh berada dalam keadaan fit dan bahagia. Jika hal itu tidak terjadi maka otak tidak dapat berfungsi secara optimal sehingga berkontribusi pada penurunan kualitas numerasi, literasi, serta pengambilan keputusan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1249 seconds (0.1#10.140)