Mendikbudristek Buka PKN Tingkat II, Dorong Pejabat untuk Tingkatkan Kompetensi
loading...
A
A
A
Baca juga: Perkuat LKP, Kemendikbudristek Dorong Pembentukan Tim Koordinasi Vokasi Daerah
Terkait tema yang diangkat pada PKN kali ini, Adi Suryanto juga menekankan kepada para peserta bahwa proyek perubahan yang akan dibuat oleh masing-masing peserta akan diarahkan ke program pengentasan kemiskinan.
“Proyek perubahan yang terbaik adalah proyek perubahan yang betul-betul punya manfaat dan dampak bagi masyarakat, salah satunya dalam hal pengentasan kemiskinan. Jadi tidak ada lagi proyek perubahannya membuat SOP,” ujar Adi.
Kepada para peserta PKN Tingkat II, Adi Suryanto berpesan sebagai pemimpin perubahan harus mampu merumuskan dan mendeskripsikan setiap permasalahan yang ada di organisasinya. “Ketika kita punya agenda perubahan, bagaimana ide itu muncul, sampai kemudian dilaksanakan dan berhasil, itulah tugas kita sebagai pemimpin,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti berharap para pemimpin strategis mampu memimpin organisasi dan menjadi teladan bagi pegawai ASN lainnya, baik dalam bidang keahlian professional maupun dalam hal manajemen. “Kita tahu, kepemimpinan perlu ditunjukkan dalam mencari solusi, membangun kolaborasi, dan mencapai target-target yang mengutamakan kepentingan masyarakat,” tutur Suharti.
Suharti menggarisbawahi tiga aspek yang perlu dimiliki oleh pemimpin strategis. Pertama, perlunya memiliki prinsip yang didasari pada logika dan nilai-nilai luhur seperti keadilan, integritas, dan keberanian.
Kedua, para pemimpin strategis harus memahami siapa pemangku kepentingan yang dihadapi. “Dengan memahami pemangku kepentingan, pemimpin strategis sadar dan paham apa yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak sehingga mampu memposisikan diri dan organisasi,” ucap Suharti dalam kesempatan yang sama.
Prinsip yang ketiga, lanjut Suharti, para pemimpin strategis perlu mampu menggerakkan organisasi dan sumber daya untuk mencapai sasaran. “Pergerakan tersebut perlu direncanakan dengan baik khususnya untuk memahami kapasitas dan kemampuan organisasi, termasuk juga kapasitas finansial. Jika kapasitas masih rendah, maka perlu adanya peningkatan kapasitas,” jelasnya.
Terkait tema yang diangkat pada PKN kali ini, Adi Suryanto juga menekankan kepada para peserta bahwa proyek perubahan yang akan dibuat oleh masing-masing peserta akan diarahkan ke program pengentasan kemiskinan.
“Proyek perubahan yang terbaik adalah proyek perubahan yang betul-betul punya manfaat dan dampak bagi masyarakat, salah satunya dalam hal pengentasan kemiskinan. Jadi tidak ada lagi proyek perubahannya membuat SOP,” ujar Adi.
Kepada para peserta PKN Tingkat II, Adi Suryanto berpesan sebagai pemimpin perubahan harus mampu merumuskan dan mendeskripsikan setiap permasalahan yang ada di organisasinya. “Ketika kita punya agenda perubahan, bagaimana ide itu muncul, sampai kemudian dilaksanakan dan berhasil, itulah tugas kita sebagai pemimpin,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Suharti berharap para pemimpin strategis mampu memimpin organisasi dan menjadi teladan bagi pegawai ASN lainnya, baik dalam bidang keahlian professional maupun dalam hal manajemen. “Kita tahu, kepemimpinan perlu ditunjukkan dalam mencari solusi, membangun kolaborasi, dan mencapai target-target yang mengutamakan kepentingan masyarakat,” tutur Suharti.
Suharti menggarisbawahi tiga aspek yang perlu dimiliki oleh pemimpin strategis. Pertama, perlunya memiliki prinsip yang didasari pada logika dan nilai-nilai luhur seperti keadilan, integritas, dan keberanian.
Kedua, para pemimpin strategis harus memahami siapa pemangku kepentingan yang dihadapi. “Dengan memahami pemangku kepentingan, pemimpin strategis sadar dan paham apa yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak sehingga mampu memposisikan diri dan organisasi,” ucap Suharti dalam kesempatan yang sama.
Prinsip yang ketiga, lanjut Suharti, para pemimpin strategis perlu mampu menggerakkan organisasi dan sumber daya untuk mencapai sasaran. “Pergerakan tersebut perlu direncanakan dengan baik khususnya untuk memahami kapasitas dan kemampuan organisasi, termasuk juga kapasitas finansial. Jika kapasitas masih rendah, maka perlu adanya peningkatan kapasitas,” jelasnya.
(nnz)