P2G Ungkap Alasan Tes Calistung untuk Masuk SD Masih Marak Meski Telah Dilarang

Jum'at, 31 Maret 2023 - 13:59 WIB
loading...
P2G Ungkap Alasan Tes Calistung untuk Masuk SD Masih Marak Meski Telah Dilarang
Tes Calistung untuk masuk SD dinilai masih marak terjadi karena minim pengawasan dan tidak ada sanksi. Foto/Dok/MPI.
A A A
JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi langkah Kemendikbudristek yang melarang dilakukannya tes membaca, menulis, dan menghitung ( Calistung ) sebagai syarat masuk SD. Di sisi lain, ada sejumlah alasan tes calistung masih terjadi meski sudah lama dilarang.

Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim menjelaskan, larangan calistung dalam Program Merdeka Belajar Episode 24 ini bukan kebijakan baru. Larangan calistung sebagai syarat masuk SD sebenarnya sudah ada sejak tahun 2010.

Regulasinya, ujarnya, dibuat zaman Mendikbud Mohammad Nuh melalui Pasal 69 ayat 5 Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang berbunyi Seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD tidak boleh dilakukan berdasarkan tes membaca, menulis, dan/atau berhitung.

Kemudian di era Mendikbudristek Muhadjir Effendi, juga dilarang melalui Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya pasal 12 ayat 4, yaitu Dalam seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan tes membaca, menulis, dan berhitung.

Baca juga: FSGI Nilai Calistung Terlalu Dini Dapat Ganggu Mental dan Tumbuh Kembang Anak

Bahkan di masa awal Mendikbudristek Nadiem Makarim menjabat, larangan tersebut tegas termaktub dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB, pasal 30 ayat 3 yang isinya, seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD tidak boleh dilakukan berdasarkan tes membaca, menulis, dan/atau berhitung.

"Bagi kami, upaya Mendikbudristek untuk kembali menekankan pentingnya transisi PAUD ke SD yang menyenangkan harus diapresiasi. Tapi pertanyaannya mengapa praktik syarat calistung masuk SD masih terus terjadi belasan tahun meskipun sudah dilarang dalam peraturan?,” ujarnya, dalam keterangan resmi, Jumat (31/3/2023).

Satriwan mengatakan, fenomena syarat calistung masuk SD ini tidak terkendali seperti bola salju di sekolah negeri maupun swasta. Praktik tersebut makin lama semakin besar dan meluas karena kurangnya pengawasan dari Kemendikbudristek dan dinas pendidikan selama ini.

Mestinya dengan sudah adanya aturan larangan tes Calistung sejak 2010, ucapnya, Kemendikbudristek dan dinas pendidikan memiliki kewenangan melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi berkala terhadap praktik tes calistung yang merupakan bagian dari pelaksanaan PPDB di daerah.

"Sayangnya, monitoring, pengawasan, dan evaluasi berkala terhadap praktik tes calistung di daerah tidak dilakukan pemerintah. Praktik yang berdampak buruk bagi perkembangan mental anak demikian tumbuh subur merata di banyak sekolah, lebih parah lagi dinas pendidikan membiarkannya," imbuhnya.

P2G meminta Kemendikbudristek rutin melakukan pengawasan dan monitoring. Ke depan hendaknya pemerintah mengumumkan SD mana saja dan di daerah mana yang masih melakukan syarat calistung bagi calon siswanya.

Baca juga: Merdeka Belajar ke-24, Nadiem Hapus Tes Calistung dari PPDB SD

Dia menilai, pengawasan dan monitoring saja tidak cukup dan semestinya setelah dilakukan monitoring dan pengawasan, diperoleh data SD mana saja yang masih melakukan syarat calistung. Akan menjadi landasan untuk memberikan sanksi tegas.

"Jadi maraknya tes calistung sebagai syarat masuk SD, juga disebabkan tidak adanya sanksi dari kementerian dan dinas pendidikan terhadap sekolah yang masih mempraktikannya," kata Satriwan.

P2G menilai, aturan larangan calistung sebagai syarat masuk SD sejak 2010 hingga kini, seperti macan kertas, tegas tertulis namun lemah dalam implementasi, pengawasan, bahkan tak adanya sanksi.

Oleh karena itu, tambahnya, jika Mendikbudristek ingin transisi PAUD ke SD menyenangkan siswa dan agar pencegahan syarat calistung ini efektif di lapangan, Kemendikbudristek harus menindaklanjuti dengan membuat aturan tertulis berisi larangan berikut sanksi tegas bagi sekolah dan/atau dinas pendidikan yang tidak mengindahkannya.

Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri menambahkan, maraknya tes calistung juga disebabkan faktor pola pikir dan pola asuh orang tua apalagi yang di perkotaan. Orang tua yang terobsesi dan berambisi anaknya bisa calistung sejak PAUD bahkan mampu berbahasa asing sejak dini akan menjadi kebanggaan keluarga.

Persepsi orang tua yang mengasuh anaknya dengan aspek kognitif saja akan membebani anak bahkan mencerabut hak-hak dasar anak itu sendiri. Orang tua tipe ini akan kecil hati kalau anaknya tertinggal dalam calistung sejak PAUD.

Biasanya yang mendorong orang tua memaksakan kehendaknya karena ingin memasukkan anaknya ke SD favorit. Mereka menjadi panik karena tidak bisa mengirimkan anaknya ke SD favorit yang diidamkan.

"Berbagai cara ditempuh, ortu berlomba mendaftarkan anak usia dini ke Bimbel calistung. Bimbel ini menyediakan atau menawarkan pembelajaran dengan percepatan agar anak bisa calistung sejak dini, ada permintaan pasar di sini," tandas Iman.
(nnz)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2244 seconds (0.1#10.140)