Skripsi Tidak Wajib Syarat Lulus, Mahasiswa UNJ Ini Lebih Memilih Magang
loading...
A
A
A
"Kita tidak perlu skripsi sih, apalagi jurusan saya kan Pendidikan Bahasa Jerman ya, dimana semuanya tentang bahasa. Jadi lebih difokuskan ke magang atau praktik bekerja saja," kata Zia.
Zia menjelaskan, program magang sebagai tugas akhir yang diharapkannya itu disesuaikan dengan jurusannya. Karena latar belakangnya dalam studi di dunia pendidikan bahasa, dia berharap bisa magang sebagai guru atau bekerja di lembaga pemerintahan.
Baca juga: Apakah Universitas Luar Negeri Mewajibkan Skripsi? Apa Bedanya dengan Indonesia?
"Lebih baik memang skripsi jadi opsi pilihan saja. Soalnya kan banyak opsi kelulusan yang bisa dipilih. Nah kalau magang menjadi tugas akhir, harapannya saya bisa ambil program magang selama satu tahun untuk syarat kelulusan," jelas Zia.
Sementara itu, Kepala Divisi Pemberitaan UNJ, Syaifudin menjelaskan, meski pihaknya menyambut positif atas kebijakan Kemendikbudristek, mereka khawatir akan adanya dampak negatif dari kebijakan tersebut.
Pasalnya, Syaifudin mengatakan, mahasiswa yang lulus tanpa diwajibkan melalui skripsi, akan cenderung menjadi generasi yang serba mendapatkan kemudahan.
"Hal yang memang menjadi kekhawatiran dalam konteks analisis saya secara jangka panjang ialah kalau misalnya muncul generasi home service atau generasi yang serba dipermudah serba dilayani sehingga tidak memicu adanya kualitas mentalitas dari daya juang mereka," ujarnya di UNJ.
Syaifudin menilai adanya diversifikasi metode kelulusan tersebut, alih-alih mempermudah karena menyesuaikan minat dan bakat dari mahasiswa, namun akan menjadi jalan mudah dari kelulusannya.
Ia pun khawatir akan kualitas mental dari lulusan universitas ke depannya yang hanya menuntut akan kemudahan, bukan beradaptasi menyelesaikan suatu permasalahan.
"Kemudahan-kemudahan yang diberikan pada mahasiswa khususnya pada generasi z saat ini ini akan berefek jangka panjang terhadap kualitas dari kesehatan mental mereka," pungkasnya.
Zia menjelaskan, program magang sebagai tugas akhir yang diharapkannya itu disesuaikan dengan jurusannya. Karena latar belakangnya dalam studi di dunia pendidikan bahasa, dia berharap bisa magang sebagai guru atau bekerja di lembaga pemerintahan.
Baca juga: Apakah Universitas Luar Negeri Mewajibkan Skripsi? Apa Bedanya dengan Indonesia?
"Lebih baik memang skripsi jadi opsi pilihan saja. Soalnya kan banyak opsi kelulusan yang bisa dipilih. Nah kalau magang menjadi tugas akhir, harapannya saya bisa ambil program magang selama satu tahun untuk syarat kelulusan," jelas Zia.
Sementara itu, Kepala Divisi Pemberitaan UNJ, Syaifudin menjelaskan, meski pihaknya menyambut positif atas kebijakan Kemendikbudristek, mereka khawatir akan adanya dampak negatif dari kebijakan tersebut.
Pasalnya, Syaifudin mengatakan, mahasiswa yang lulus tanpa diwajibkan melalui skripsi, akan cenderung menjadi generasi yang serba mendapatkan kemudahan.
"Hal yang memang menjadi kekhawatiran dalam konteks analisis saya secara jangka panjang ialah kalau misalnya muncul generasi home service atau generasi yang serba dipermudah serba dilayani sehingga tidak memicu adanya kualitas mentalitas dari daya juang mereka," ujarnya di UNJ.
Syaifudin menilai adanya diversifikasi metode kelulusan tersebut, alih-alih mempermudah karena menyesuaikan minat dan bakat dari mahasiswa, namun akan menjadi jalan mudah dari kelulusannya.
Ia pun khawatir akan kualitas mental dari lulusan universitas ke depannya yang hanya menuntut akan kemudahan, bukan beradaptasi menyelesaikan suatu permasalahan.
"Kemudahan-kemudahan yang diberikan pada mahasiswa khususnya pada generasi z saat ini ini akan berefek jangka panjang terhadap kualitas dari kesehatan mental mereka," pungkasnya.
(nnz)