Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023: Transformasi Regulasi yang Memerdekakan Kampus
loading...
A
A
A
JAKARTA -
Oleh Prof. Dr. M. Solehuddin, M.Pd., M.A.
(Rektor Universitas Pendidikan Indonesia)
Pada peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-26, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi yang tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Kebijakan ini memberikan lebih banyak keleluasaan kepada perguruan tinggi (PT) dalam merancang proses pembelajaran dan meningkatkan relevansi pendidikan tinggi dengan dunia kehidupan nyata. Ini dapat dipandang sebagai transformasi dalam regulasi pendidikan tinggi yang sangat memerdekakan dengan alasan-alasan berikut.
Penyederhanaan Standar Nasional Pendidikan Tinggi
Sebelumnya, Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) terlalu kaku dan rinci. Ini mengakibatkan PT kesulitan dalam merancang proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan keilmuan. Namun, dengan adanya transformasi regulasi ini, SN Dikti menjadi lebih sederhana dan berfungsi sebagai kerangka mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi. Hal ini akan meningkatkan fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran sehingga perguruan tinggi dapat lebih responsif terhadap perkembangan dunia nyata. Ini juga memberikan perguruan tinggi lebih banyak ruang untuk mendefinisikan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan misi dan situasi setempat.
Inovasi dengan Ruang Gerak yang Luas
Inovasi dalam pendidikan tinggi hanya bisa terjadi jika PT memiliki ruang gerak yang luas. Transformasi SN Dikti memberikan kepada PT ruang lebih besar untuk bereksperimen dengan metode pembelajaran baru, teknologi, dan strategi pendidikan yang inovatif. Dengan demikian, kami meyakini bahwa kebijakan ini akan memacu inovasi di sektor pendidikan tinggi, meningkatkan kualitas pendidikan, dan menjawab tantangan zaman.
Revisi Sistem Akreditasi
Sebelumnya, sistem akreditasi pendidikan tinggi di Indonesia memiliki beberapa kendala, termasuk kompleksitas administrasi dan beban finansial yang tinggi bagi PT dan program studi. Beberapa perubahan dalam Merdeka Belajar Episode Ke-26 berpotensi mengatasi masalah-masalah tersebut.
Pertama, penyederhanaan status akreditasi. Sebelum transformasi, sistem akreditasi memiliki berbagai tingkat status, mulai dari "tidak terakreditasi" hingga "unggul." Ini membuat sistem menjadi kompleks dan sulit dimengerti oleh banyak pihak. Dengan menyederhanakan status akreditasi, proses evaluasi menjadi lebih transparan dan dapat diakses dengan lebih mudah oleh masyarakat. Hal ini dapat membantu PT dan program studi untuk lebih jelas dalam memahami di mana posisi mereka berdiri dan apa yang perlu ditingkatkan.
Kedua, pemerintah menanggung biaya akreditasi wajib. Salah satu perubahan positif adalah bahwa pemerintah akan menanggung biaya akreditasi wajib yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT). Ini akan mengurangi beban finansial yang sebelumnya dikenakan pada PT. Dengan demikian, PT dapat lebih fokus pada pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Ketiga, proses akreditasi yang difokuskan pada program studi. Transformasi ini juga mengarah pada proses akreditasi yang lebih terfokus pada program-program studi. Akreditasi dilakukan pada tingkat pengelola program studi, dan ini mengurangi permintaan data yang berulang pada tingkat fakultas atau PT. Hal ini akan membantu mengoptimalkan efisiensi dalam proses akreditasi.
Keempat, perguruan tinggi lebih adaptif. Dengan mengurangi beban administrasi dan finansial yang terkait dengan akreditasi, PT memiliki lebih banyak ruang untuk menjadi adaptif dan responsif terhadap perubahan. Mereka dapat lebih fokus pada upaya peningkatan mutu tridharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Ini dapat membantu PT menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan berkontribusi lebih besar kepada kemajuan bangsa.
Dengan demikian, transformasi dalam sistem akreditasi pendidikan tinggi diharapkan akan membantu meningkatkan kualitas dan efisiensi pendidikan tinggi di Indonesia, sambil mengurangi beban administrasi dan finansial yang sebelumnya menjadi hambatan bagi perkembangan PT.
Pentingnya Otonomi Perguruan Tinggi
Selain penyederhanaan standar, perlu dicatat bahwa transformasi ini juga mengakui pentingnya memberikan otonomi lebih besar kepada perguruan tinggi. Pemberian otonomi yang lebih kepada PT sudah terlihat dilakukan Mas Menteri Nadiem sejak Merdeka Belajar Episode Ke-2: Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Dari episode ke-2 Merdeka Belajar tersebut, sampai saat ini ada 10 episode Merdeka Belajar yang fokus pada transformasi pendidikan tinggi dan untuk memberikan otonomi lebih bagi kampus.
Hal tersebut perlu diapresiasi dan didukung karena konsep otonomi perguruan tinggi memungkinkan institusi-institusi pendidikan untuk mengambil keputusan strategis yang lebih independen dalam mengelola sumber daya dan mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan visi dan misi mereka.
Efek Positif Transformasi
Transformasi SN Dikti dan sistem akreditasi pendidikan tinggi melahirkan efek positif bagi PT, setidak-tidaknya dalam enam hal sebagai berikut.
1. Keterlibatan stakeholders eksternal. Dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan tinggi, penting untuk melibatkan stakeholders eksternal, termasuk dunia industri dan masyarakat. Keterlibatan ini dapat membantu PT memahami kebutuhan pasar kerja dan mengadaptasi program-program pendidikan mereka sesuai dengan permintaan industri.
2. Peran teknologi dalam inovasi pendidikan. Transformasi PT tidak hanya terkait dengan kebijakan, tetapi juga dengan pemanfaatan teknologi. Konsep e-learning, blended learning, dan digitalisasi kurikulum menjadi penting dalam mendukung inovasi pendidikan di era digital ini.
3. PentingnyapPenelitian dan pengembangan. Sementara fokus utama dari transformasi ini adalah pada pembelajaran, penting juga untuk mencatat bahwa penelitian dan pengembangan tetap menjadi aspek penting dari tridharma PT. Peningkatan kualitas penelitian dapat memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi.
4. Tantangan kualitas pendidikan tinggi. Sambil mengurangi beban administrasi, penting juga untuk mempertimbangkan bagaimana menjaga dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Kebebasan yang lebih besar dalam pengembangan kurikulum juga harus disertai dengan mekanisme penjaminan mutu yang kuat oleh PT.
5. Pengukuran kesuksesan. Bagaimana kita sebagai PT mengukur kesuksesan dari transformasi ini? Apakah itu berdasarkan peningkatan dalam kualitas lulusan, peningkatan dalam penelitian yang relevan, atau indikator lainnya? Penting untuk memiliki matriks yang jelas untuk mengukur dampak dari kebijakan ini.
6. Pendidikan inklusif dan diversitas. Transformasi ini juga harus mengakui pentingnya pendidikan inklusif yang mampu menjangkau berbagai lapisan masyarakat dan mendorong diversitas di perguruan tinggi.
Kesimpulan
Kami menyambut baik transformasi Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi yang baru. Pandangan kami adalah bahwa kebijakan ini memberikan peluang bagi PT untuk lebih berkembang, berinovasi, dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan beban administrasi yang berkurang dan fokus pada tridharma perguruan tinggi, diharapkan pendidikan tinggi di Indonesia akan lebih siap menghadapi tantangan masa depan dan memberikan kontribusi yang lebih besar kepada masyarakat dan negara.
Oleh Prof. Dr. M. Solehuddin, M.Pd., M.A.
(Rektor Universitas Pendidikan Indonesia)
Pada peluncuran Merdeka Belajar Episode ke-26, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluncurkan Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi yang tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Kebijakan ini memberikan lebih banyak keleluasaan kepada perguruan tinggi (PT) dalam merancang proses pembelajaran dan meningkatkan relevansi pendidikan tinggi dengan dunia kehidupan nyata. Ini dapat dipandang sebagai transformasi dalam regulasi pendidikan tinggi yang sangat memerdekakan dengan alasan-alasan berikut.
Penyederhanaan Standar Nasional Pendidikan Tinggi
Sebelumnya, Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) terlalu kaku dan rinci. Ini mengakibatkan PT kesulitan dalam merancang proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan keilmuan. Namun, dengan adanya transformasi regulasi ini, SN Dikti menjadi lebih sederhana dan berfungsi sebagai kerangka mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi. Hal ini akan meningkatkan fleksibilitas dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran sehingga perguruan tinggi dapat lebih responsif terhadap perkembangan dunia nyata. Ini juga memberikan perguruan tinggi lebih banyak ruang untuk mendefinisikan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan misi dan situasi setempat.
Inovasi dengan Ruang Gerak yang Luas
Inovasi dalam pendidikan tinggi hanya bisa terjadi jika PT memiliki ruang gerak yang luas. Transformasi SN Dikti memberikan kepada PT ruang lebih besar untuk bereksperimen dengan metode pembelajaran baru, teknologi, dan strategi pendidikan yang inovatif. Dengan demikian, kami meyakini bahwa kebijakan ini akan memacu inovasi di sektor pendidikan tinggi, meningkatkan kualitas pendidikan, dan menjawab tantangan zaman.
Revisi Sistem Akreditasi
Sebelumnya, sistem akreditasi pendidikan tinggi di Indonesia memiliki beberapa kendala, termasuk kompleksitas administrasi dan beban finansial yang tinggi bagi PT dan program studi. Beberapa perubahan dalam Merdeka Belajar Episode Ke-26 berpotensi mengatasi masalah-masalah tersebut.
Pertama, penyederhanaan status akreditasi. Sebelum transformasi, sistem akreditasi memiliki berbagai tingkat status, mulai dari "tidak terakreditasi" hingga "unggul." Ini membuat sistem menjadi kompleks dan sulit dimengerti oleh banyak pihak. Dengan menyederhanakan status akreditasi, proses evaluasi menjadi lebih transparan dan dapat diakses dengan lebih mudah oleh masyarakat. Hal ini dapat membantu PT dan program studi untuk lebih jelas dalam memahami di mana posisi mereka berdiri dan apa yang perlu ditingkatkan.
Kedua, pemerintah menanggung biaya akreditasi wajib. Salah satu perubahan positif adalah bahwa pemerintah akan menanggung biaya akreditasi wajib yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT). Ini akan mengurangi beban finansial yang sebelumnya dikenakan pada PT. Dengan demikian, PT dapat lebih fokus pada pengembangan dan peningkatan kualitas pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Ketiga, proses akreditasi yang difokuskan pada program studi. Transformasi ini juga mengarah pada proses akreditasi yang lebih terfokus pada program-program studi. Akreditasi dilakukan pada tingkat pengelola program studi, dan ini mengurangi permintaan data yang berulang pada tingkat fakultas atau PT. Hal ini akan membantu mengoptimalkan efisiensi dalam proses akreditasi.
Keempat, perguruan tinggi lebih adaptif. Dengan mengurangi beban administrasi dan finansial yang terkait dengan akreditasi, PT memiliki lebih banyak ruang untuk menjadi adaptif dan responsif terhadap perubahan. Mereka dapat lebih fokus pada upaya peningkatan mutu tridharma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Ini dapat membantu PT menghasilkan lulusan yang lebih berkualitas dan berkontribusi lebih besar kepada kemajuan bangsa.
Dengan demikian, transformasi dalam sistem akreditasi pendidikan tinggi diharapkan akan membantu meningkatkan kualitas dan efisiensi pendidikan tinggi di Indonesia, sambil mengurangi beban administrasi dan finansial yang sebelumnya menjadi hambatan bagi perkembangan PT.
Pentingnya Otonomi Perguruan Tinggi
Selain penyederhanaan standar, perlu dicatat bahwa transformasi ini juga mengakui pentingnya memberikan otonomi lebih besar kepada perguruan tinggi. Pemberian otonomi yang lebih kepada PT sudah terlihat dilakukan Mas Menteri Nadiem sejak Merdeka Belajar Episode Ke-2: Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Dari episode ke-2 Merdeka Belajar tersebut, sampai saat ini ada 10 episode Merdeka Belajar yang fokus pada transformasi pendidikan tinggi dan untuk memberikan otonomi lebih bagi kampus.
Hal tersebut perlu diapresiasi dan didukung karena konsep otonomi perguruan tinggi memungkinkan institusi-institusi pendidikan untuk mengambil keputusan strategis yang lebih independen dalam mengelola sumber daya dan mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan visi dan misi mereka.
Efek Positif Transformasi
Transformasi SN Dikti dan sistem akreditasi pendidikan tinggi melahirkan efek positif bagi PT, setidak-tidaknya dalam enam hal sebagai berikut.
1. Keterlibatan stakeholders eksternal. Dalam upaya meningkatkan relevansi pendidikan tinggi, penting untuk melibatkan stakeholders eksternal, termasuk dunia industri dan masyarakat. Keterlibatan ini dapat membantu PT memahami kebutuhan pasar kerja dan mengadaptasi program-program pendidikan mereka sesuai dengan permintaan industri.
2. Peran teknologi dalam inovasi pendidikan. Transformasi PT tidak hanya terkait dengan kebijakan, tetapi juga dengan pemanfaatan teknologi. Konsep e-learning, blended learning, dan digitalisasi kurikulum menjadi penting dalam mendukung inovasi pendidikan di era digital ini.
3. PentingnyapPenelitian dan pengembangan. Sementara fokus utama dari transformasi ini adalah pada pembelajaran, penting juga untuk mencatat bahwa penelitian dan pengembangan tetap menjadi aspek penting dari tridharma PT. Peningkatan kualitas penelitian dapat memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan inovasi.
4. Tantangan kualitas pendidikan tinggi. Sambil mengurangi beban administrasi, penting juga untuk mempertimbangkan bagaimana menjaga dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Kebebasan yang lebih besar dalam pengembangan kurikulum juga harus disertai dengan mekanisme penjaminan mutu yang kuat oleh PT.
5. Pengukuran kesuksesan. Bagaimana kita sebagai PT mengukur kesuksesan dari transformasi ini? Apakah itu berdasarkan peningkatan dalam kualitas lulusan, peningkatan dalam penelitian yang relevan, atau indikator lainnya? Penting untuk memiliki matriks yang jelas untuk mengukur dampak dari kebijakan ini.
6. Pendidikan inklusif dan diversitas. Transformasi ini juga harus mengakui pentingnya pendidikan inklusif yang mampu menjangkau berbagai lapisan masyarakat dan mendorong diversitas di perguruan tinggi.
Kesimpulan
Kami menyambut baik transformasi Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi yang baru. Pandangan kami adalah bahwa kebijakan ini memberikan peluang bagi PT untuk lebih berkembang, berinovasi, dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan beban administrasi yang berkurang dan fokus pada tridharma perguruan tinggi, diharapkan pendidikan tinggi di Indonesia akan lebih siap menghadapi tantangan masa depan dan memberikan kontribusi yang lebih besar kepada masyarakat dan negara.
(ars)