UNESCO Tetapkan Sumbu Kosmologis Yogyakarta dan Penanda Bersejarahnya Jadi Warisan Dunia
loading...
A
A
A
Sidang penetapan ini dihadiri oleh Duta Besar LBBP RI untuk Arab Saudi, Abdul Aziz Ahmad, didampingi oleh Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Ismunandar, Wakil Gubernur D.I. Yogyakarta, Paku Alam X, dan delegasi Indonesia lainnya.
Baca juga: Ada Peran Desainer Grafis Alumnus ITS di Balik Rancangan Logo Keketuaan ASEAN
Pada sambutannya, Duta Besar LBBP RI untuk Arab Saudi menyampaikan rasa terima kasih dan bangga atas ditetapkannya Sumbu Kosmologis Yogyakarta yang merupakan perpaduan antara atribut benda dan takbenda. Menurut Abdul Aziz, warisan yang telah ditetapkan perlu terus dijaga dengan baik dan diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Sementara itu, Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Paku Alam X, menyatakan bahwa sumbu kosmologis ini merupakan warisan peradaban masyarakat Jawa yang telah berkembang sejak abad ke-18. “Ini merupakan wujud konsep filosofis Jawa yang kompleks tentang keberadaan manusia”, ujar Paku Alam X.
Lebih lanjut dikatakan Paku Alam X, “Lebih dari 3 dekade, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat telah menjadi episentrum peradaban Masyarakat Jawa, menembus beragam tradisi dan praktek kebudayaan, seperti di dalam pemerintahan, hukum adat, kesenian, literatur, festival, dan upacara ritual.”
Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Hilmar Farid menyampaikan bahwa pengusulan Sumbu Kosmologis Yogyakarta dan Penanda Bersejarahnya sudah dimulai sejak 2014.
Pemprov DIY bersama Ditjen Kebudayaan dan para pemangku kepentingan lainnya meneliti, membahas, dan menetapkan nilai penting universal dari Sumbu Kosmologis Yogyakarta, dan penanda bersejarahnya.
Hilmar Farid menambahkan bahwa atribut yang masuk dalam Penanda Bersejarah tersebut antara lain: Panggung Krapyak, Sumbu Kosmologis Selatan (Jalan Gebayanan), Dinding, Gerbang, dan Kubu Pertahanan (Plengkung Nirbaya, Plengkung Jagabaya, Plengkung Jagasura, dan Plengkung Tarunasura; Jokteng Kulon, Jokteng Lor, dan Jokteng Wetan.
Catatan: jokteng = pojok benteng, Kompleks Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Alun-alun (Selatan dan Utara), Kompleks Tamansari, Kompleks Masjid Gede, Sumbu Kosmologis Utara (Jalan Pangurakan, Jalan Margomulyo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margoutomo), Pasar Beringharjo, Kompleks Kepatihan, dan Monumen Tugu Yogyakarta.
Selanjutnya, setelah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO, selain bangga, kita juga punya tugas untuk terus melestarikan warisan ini sebagai kontribusi Indonesia untuk peradaban Dunia.
Selain kategori budaya, Warisan Dunia UNESCO juga menetapkan kategori warisan alam dunia. Dalam kategori warisan alam dunia, saat ini Indonesia memiliki 4 situs yang telah ditetapkan oleh UNESCO, yaitu Taman Nasional Ujung Kulon (1991), Taman Nasional Komodo (1991), Taman Nasional Lorentz (1999), dan Hutan Hujan Tropis Sumatra (2004).
Baca juga: Ada Peran Desainer Grafis Alumnus ITS di Balik Rancangan Logo Keketuaan ASEAN
Pada sambutannya, Duta Besar LBBP RI untuk Arab Saudi menyampaikan rasa terima kasih dan bangga atas ditetapkannya Sumbu Kosmologis Yogyakarta yang merupakan perpaduan antara atribut benda dan takbenda. Menurut Abdul Aziz, warisan yang telah ditetapkan perlu terus dijaga dengan baik dan diwariskan kepada generasi yang akan datang.
Sementara itu, Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Paku Alam X, menyatakan bahwa sumbu kosmologis ini merupakan warisan peradaban masyarakat Jawa yang telah berkembang sejak abad ke-18. “Ini merupakan wujud konsep filosofis Jawa yang kompleks tentang keberadaan manusia”, ujar Paku Alam X.
Lebih lanjut dikatakan Paku Alam X, “Lebih dari 3 dekade, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat telah menjadi episentrum peradaban Masyarakat Jawa, menembus beragam tradisi dan praktek kebudayaan, seperti di dalam pemerintahan, hukum adat, kesenian, literatur, festival, dan upacara ritual.”
Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Hilmar Farid menyampaikan bahwa pengusulan Sumbu Kosmologis Yogyakarta dan Penanda Bersejarahnya sudah dimulai sejak 2014.
Pemprov DIY bersama Ditjen Kebudayaan dan para pemangku kepentingan lainnya meneliti, membahas, dan menetapkan nilai penting universal dari Sumbu Kosmologis Yogyakarta, dan penanda bersejarahnya.
Hilmar Farid menambahkan bahwa atribut yang masuk dalam Penanda Bersejarah tersebut antara lain: Panggung Krapyak, Sumbu Kosmologis Selatan (Jalan Gebayanan), Dinding, Gerbang, dan Kubu Pertahanan (Plengkung Nirbaya, Plengkung Jagabaya, Plengkung Jagasura, dan Plengkung Tarunasura; Jokteng Kulon, Jokteng Lor, dan Jokteng Wetan.
Catatan: jokteng = pojok benteng, Kompleks Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Alun-alun (Selatan dan Utara), Kompleks Tamansari, Kompleks Masjid Gede, Sumbu Kosmologis Utara (Jalan Pangurakan, Jalan Margomulyo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margoutomo), Pasar Beringharjo, Kompleks Kepatihan, dan Monumen Tugu Yogyakarta.
Selanjutnya, setelah ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO, selain bangga, kita juga punya tugas untuk terus melestarikan warisan ini sebagai kontribusi Indonesia untuk peradaban Dunia.
Selain kategori budaya, Warisan Dunia UNESCO juga menetapkan kategori warisan alam dunia. Dalam kategori warisan alam dunia, saat ini Indonesia memiliki 4 situs yang telah ditetapkan oleh UNESCO, yaitu Taman Nasional Ujung Kulon (1991), Taman Nasional Komodo (1991), Taman Nasional Lorentz (1999), dan Hutan Hujan Tropis Sumatra (2004).